3. Pertemuan

21 3 0
                                    

-

-

-

-

Suasana hati Harry sedang memburuk. Setelah kemunculan Kau-Tahu-Siapa dan tragedi di dalam labirin, banyak yang menganggap dirinya 'kurang' waras dan seorang pembohong.

Di tambah kurangnya komunikasi antara Harry dan dua sahabatnya menyebabkan dirinya merasa tersisihkan. Dua kotak cokelat honeyduckes yang kemarin malam dikirim Ron dan Hermione sebagai hadiah ulangtahun pun dibuang begitu saja dalam liputan amarah.

Jika benar-benar tidak ada yang memedulikannya ya sudah, pikir Harry dalam hatinya. Bahkan jika Harry sama sekali tidak mendapat kabar apapun mengenai sepak terjang terbaru Pangeran Kegelapan dia akan mencarinya sendiri. Namun nyatanya mencari informasi tidak semudah dari perkiraannya.

Setelah berulang kali menelan rasa kecewa karena tidak ada berita di televisi yang berhasil dicuri dengar ternyata tidak menyiarkan informasi yang berarti. Harry tidak patah arang juga. Selama beberapa hari belakangan Harry juga mengais tempat koran bekas untuk mendapatkan sesuatu yang mungkin berkaitan dengan sihir.

Huh pagi ini pun dari sekian tumpukan koran bekas yang kuteliti sama sekali tidak ada sesuatu hal yang berguna, sungut Harry dalam hati.

Dalam perjalanan kembali dari tempat pengumpulan sampah tersebut Harry menendang-nendang koran bekas yang sudah telanjur berserakan. Harap-harap mata empatnya tersebut tanpa sengaja menangkap sesuatu yang berguna atau setidaknya cukup untuk menarik perhatiannya.

Meski dalam hati kecilnya berharap jika kebetulan namun jika keinginan dan egonya menginginkan nya lambat laun dongkol juga dan mulai menendangi segala sampah kertas disitu dengan keras dan berisik. Saat sedang berisik-berisiknya dan kesal-kesalnya Harry mendengar suara benda berat terjatuh. Begitu menoleh Harry melihat seorang anak perempuan yang terlihat terkejut berjarak lima meter dari tempatnya berdiri.

Anak perempuan itu terlihat berusia sekitar 8-10 an. Rambut hitam bergelombangnya yang sepunggung terlihat tidak teratur sedikit mengingatkannya akan Hermione. Kacamata hitam membingkai matanya yang juga beriris hitam. Postur tubuhnya tidak terlihat terlalu pendek atau terlalu kecil, namun tidak bisa dibilang tinggi dan kurus.

Dari pakaiannya anak itu mengenakan celana panjang berwarna hijau pastel dan kaos motif polkadot lengan panjang berwarna kuning lembut. Dilihat dari perpaduan warna itu menurut Harry anak perempuan itu terlihat mengenakan piyama meski kenyataannya tidak. Bagaimana orang bangun tidur memakai sepatu kets dan tas ransel berisi penuh.

Harry menghampiri anak itu lalu mengulurkan tangan. Berniat memberi bantuan.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Harry. Setelah beberapa saat tangannya tidak kunjung diraih Harry menarik tangannya kembali.

Anak perempuan itu malah terdiam menatap Harry lekat-lekat.

"Hello, apakah kau baik-baik saja?" Harry melambaikan tangannya di depan muka Nadzifa.

"Oh! Eh?! A-aku, aku baik," kata Nadzifa masih kurang fokus dan tanpa sadar menggunakan bahasa Indonesia.

Sadar Harry menatapnya bingung Nadzifa segera meralat, "I.. I am fine."

"Apa yang dilakukan seorang anak perempuan disini sendirian?" Tanya Harry.

"Eh?" Oh menyebalkan sekarang Nadzifa mati kutu. Meskipun dia sedikit paham bahasa Inggris jika berbicara cepat dan terlalu banyak sama saja hanya membisu.

"Sorry, i can't answer (maaf, aku tidak bisa menjawab)," cicit Nadzifa. Degup jantungnya bertalu-talu. Karena banyak alasan.

Satu, dia masih kaget mengetahui kenyataan bahwa ini bukan mimpi. Kedua, dihadapannya ada seseorang yang mirip dengan karakter dari kisah fiksi favoritnya. Ketiga, Nadzifa tidak pernah menggunakan bahasa Inggris secara langsung kecuali saat tugas dialog bahasa Inggris.

Kemana Mimpi Membawaku? [Harry Potter Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang