'Hurtime°•

13 3 0
                                    

Sesakit apapun seorang insan. Sehancur apapun diriku. Dunia tidak akan menungguku.

Kepongahan dari dunia yang kian berjalan meninggalkanku memaksaku untuk bangkit walau tertatih. Berusaha meninggalkan tempat dimana aku hancur dan menyusun kepingan-kepingan harapan untuk melangkah kedepan.

Istilah waktu adalah obat itu benar adanya, namun yang namanya luka sayat saat sembuh pun akan menimbulkan bekas. Terlebih luka itu digoreskan ke bagian terlemah dari diriku.

Walau dijalan yang berbeda, walau tidak lagi saling menggenggam. Setidaknya tujuan kami tetap sama, yaitu mencari kebahagiaan.

Dulu aku selalu bertanya, mengapa dirinya begitu takut akan sebuah ikatan. Memaksaku untuk terus menunggu tanpa kepastian.

"Aku nggak suka ikatan. Lagipula kamu nggak perlu khawatir kan ? Cuma ke kamu mataku tertuju."

Aku sempat memegang erat kata-kata itu. Sebuah kepercayaan yang aku jaga bagai harta berharga. Tapi saat semuanya berbalik menghancurkanku, aku sadar betapa mengerikannya sebuah kepercayaan dan ikatan.

"Oy!"

Aku mengangkat wajahku dari deretan huruf di buku kuno yang pinjam dari Zealya minggu lalu. Seorang gadis cantik menaruh tasnya di kursi seberang.

"Kenapa ?" Tanyaku tanpa minat.

Jefines, nama gadis itu mendudukkan dirinya dan dengan lancang meminum minuman milikku. Tapi aku memilih tidak mengacuhkannya, toh aku tidak suka minuman itu. Hanya iseng memesan minuman kesukaan Renjun. Ya kuakui, aku rindu dirinya.

"Ada Kak Mark tuh di luar. Nunggu kamu. Mau fitting baju ya ?" Wajah cantiknya merenggut kesal. Aku terkekeh geli sambil mengangguk menjawabnya.

"Kenapa nggak ngajak dia masuk ?" Kataku masih sambil tertawa geli.

Jefines langsung melemparkan muka kesal. Dengan tangan menunjuk-nunjuk dia bilang, "Nggak usah ngajak bertengkar deh."

Aku tertawa sambil menutup buku itu. "Nasib kita tidak jauh berbeda ya hahahaha..."

"Jangan tertawa, kau terasa sedang mengejek." Jefines mengibaskan tangan kanannya dan kembali minum cairan pait yang aku benci, sayang sekali hal itu sangat disukai Renjun.

Aku bangkit dari kursiku dan membereskan barang-barangku. Jefines memilih mengotak-atik ponselnya. Gadis itu sesekali berdecak kesal saat notif masuk dengan beruntun.

"Archie tidak kesini ?" Tanya ku setelah selesai memasukkan semua barang ke dalam tas.

"Mungkin sebentar lagi."

"Kalau begitu aku pergi dulu, bilang ke Archie dia yang bayar itu." Aku tersenyum jahil sambil menunjuk minuman Jefines.

Jefines malah mengangguk dengan antusias. Dia mengacungkan jempol tanpa dosa, "siap!"

Aku terkekeh. Ku raih tas selempang ku dan melambaikan tangan ke seorang gadis cantik yang rambutnya telah digulung tinggi-tinggi sambil sibuk melayani pelanggan.

"Alya! Minta tips ke Chicie oke ?!"

Si gadis yang merasa dipanggil itu mengacungkan jempolnya tanpa berbalik lagi untuk tau siapa yang berbicara.

"Sa."

"Hm ?"

Aku menghentikan langkah ku menjauh dari meja saat tangan ku ditahan oleh Jefines.

"Kamu datang ?"

Aku menaikan sebelah alis bingung. "Datang kemana ?"

Jefines memberikan kode ke arah ponselnya. "Reuni SMA."

Lostcont [HRJ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang