Hari minggu pagi ini Devina tiba-tiba menelfon Angga dan berkata ingin pergi ke Gramedia bersama, Angga yang baru saja bangun tentu saja dengan cepat langsung mengiyakan dan segera mandi untuk bertemu Devina dirumahnya.
Jadilah saat ini mereka berdua di Gramedia yang memang tidak jauh dari rumah Devina. Angga memperhatikan Devina diam-diam yang tengah mencari buku-buku pelajaran SMA diseberang sana, entah kenapa matanya tak bisa lepas dari wajah yang berbinar karena melihat buku itu, padahal saat ini ia berada lumayan jauh, dia berada di bagian komik, dan Devina dua row didepannya. Ck, manis sekali kamu Dev. Pikir Angga.
Dalam perjalanan Devina memberitahu Angga untuk tidak terlalu mencolok jika berpergian, tidak boleh ada yang mengetahui hubungan mereka, mereka harus tetap bersikap sewajarnya, tidak lebih dari kakak adik. Angga hanya diam tidak bisa menolak, lagipula Devina benar, hubungan mereka ini bukanlah hubungan yang wajar.
"kak ni aku udah dapet" seru Devina dengan bahagia. Intonasi yang bahagia itu menular ke Angga yang membuat Angga tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengelus rambut Devina sambil ikut tertawa. "ih kak jangan pegang, nanti kalo orang liat gimana?" Devina panik sendiri matanya segera melihat kesegala arah memastikan tidak ada yang melihat apa yang terjadi barusan.
"gaada yang liat peach, mereka sibuk sama urusan masing-masing" Angga merapikan anak rambut Devina lalu bertanya. "kamu perlu apa lagi hm? kakak yang beliin deh hari ini"
"jangan ah, aku yang beli aja" Devina berjalan ke bagian alat tulis, dia melihat kearah pulpen-pulpen lucu di depannya."sayang banget pulpen lucu gini, isinya gabagus suka macet-macet."
"kamu beli, pulpen yang lucu itu, sama yang ga lucu tapi bagus buat nulis, plus buku kamu dan biar nanti kakak yang bayar. Ini hadiah terimakasih kakak"
"hadiah terimakasih?"
"ya, makasih udah mau jalan sama kakak hari ini, kakak seneng banget"Devina yang mendengar itu langsung mengulum senyum. "hmm, yaudah kalo gitu. Kakak beliin ini, tapi kalo makan aku yang bayar, gamau tau no tolak-tolak." Angga yang tadinya ingin menolak langsung pasrah, Devina dan trik-trik licik nan nakalnya, Jika ia tahu mungkin ia akan mengulang perkataannya, menjadi seperti 'makan dan gramed kakak aja yang urus' misalnya.
"oke deh kak aku udah selesai, ke kasir yuk" Devina berjalan didepan Angga menuju kasir dengan cepat, buru-buru agar ia mendapatkan antrian terdepan. Pada saat menunggu giliran, tiba-tiba handphone Angga bergetar. Angga yang tak ingin Devina terusik segera mengeluarkan dompetnya terlebih dahulu. "ni, dompet kakak, kartunya debit nya ada didalam. Ada yang telfon kakak ni" Devina mengangguk dan mengambil dompet itu. "yaudah jawab dulu"
"halo?" jawab Angga setelah lumayan jauh dari wanitanya.
"hai sayang, aku video call lho. Jangan di taruh kuping hpnya" Angga terkesiap mendengar suara Airin di Hpnya. Shit, tadi dia memang lupa untuk melihat siapa yang menelfon nya, ia langsung saja menggeser warna hijau dan menaruhnya di telinga. Sepertinya ia sedang apes hari ini.
Angga dengan cepat menetralkan wajahnya lalu mengarahkan hp nya didepan nya. "aduh sorry, aku ga liat tadi.. hehe buru-buru"
"ck, kamu dimana? toko buku?"
"kak udah selesai ayuk pulang" Ketika Angga ingin menjawab, Devina juga tahu-tahu bertanya beberapa meter dibelakangnya yang membuat Airin juga melihat kedatangan Devina.
"Dev, Airin nelfon ni" Angga dengan cepat menoleh ke arah Devina, lalu menggoyangkan hpnya. Memberi gestur bahwa saat ini mereka tidak boleh melakukan hal mencurigakan di depan Airin. Devina yang awalnya biasa-biasa saja pun menjadi gelisah tak karuan, duh apa yang harus ia katakan sekarang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Love.
Lãng mạnONLY 20++ Devina baru berumur 20 tahun ketika ia tinggal untuk pertama kali bersama kakaknya. Tapi ternyata ke pindahan Devina menghasilkan insiden kecil yang memberikan pengaruh besar antara Angga, suami kakaknya sendiri dan dirinya. Apa yang aka...