✠ 04

2.3K 539 46
                                    

Tangan kiri (y/n) memangku kepalanya yang mulai mengantuk mengingat hari yang sudah sangat larut malam. Bibirnya sesekali menguap dan tangannya sesekali mengusap tengkuk.

Ruang inap adiknya terasa dingin karena derajat AC yang dihidupkan cukup rendah.

(Y/n) menaikkan suhu AC agar ruangan menjadi sedikit hangat. Tangannya menaikkan selimut Mika, adiknya hingga dada.

Matanya menilik nafas Mika yang naik turun dengan stabil lalu tersenyum tipis. Tangannya kembali menggulir touchscreen laptopnya pelan.

Berita yang sama dan terjadi sebanyak tiga kali. (Y/n) sedikit menghela nafas. Dia tahu mereka ada disana. Menunggu dan mengamati dalam diam.

Mata (y/n) yang tajam tak bisa ditipu dengan tipuan kecil. (Y/n) berdiri dan berjalan menuju kaca pembatas. Menatap pemandangan gemerlap kota Tokyo yang seolah tak pernah mati meski jam sudah menunjukkan betapa larutnya malam saat ini.

Manik (e/c) berkilat pelan menyadari kehadiran dua makhluk yang sekarang sepertinya mulai menganggapnya teman.

Seulas senyum lebar terpampang, tangan (y/n) melambai pelan dari lantai empat.

Kechizu mencakar tembok dan merangkak naik kelantai empat. "(Y/n)!~"

(Y/n) menyentuh kaca pembatas dan tersenyum lebar, "Kechizu!!"

Seperti anak yang menemukan suaka kesenangan, "tunggu sebentar! Aku turun kebawah!" ucap (y/n) memakai jas mantelnya.

Kechizu turun ketempat kakaknya, Eso dan Choso yang ternyata ikut juga. Ketiga kakak beradik itu menunggu satu-satunya manusia yang berhasil mendobrak benteng kokoh yang bernama perbedaan itu.

Kedua tangan (y/n) melambai diikuti Kechizu.

(Y/n) dan Kechizu, keduanya seolah mengabaikan kehadiran dua lainnya.

"Mereka mulai mengabaikan kita lagi," ucap Eso. Choso hanya mengangkat bahunya dan berbalik menunggalkan Eso bersama Kechizu dan (y/n).

"Awasi gadis itu, Eso." kata Choso. "Tetaplah berhati-hati."

Eso hanya diam mendengarkan ucapan kakak tertuanya itu. Alisnya bertautan dan kembali menatap Kechizu dan (y/n).

"Lama tak berjumpa, Kechizu!" pekik (y/n) senang.

"(Y/n)! Kenapa kau jarang ketempat kami sekarang?" tanya Kechizu.

(Y/n) tertawa kecil dan mengusap belakang tengkuknya. "Ah... Soal itu..." jarinya memilin pelan ujung mantel yang dia kenakan. "Aku harus menemani adikku saat kemoterapi beberapa hari yang lalu."

Tangan (y/n) bertepuk pelan, "maaf! Aku benar-benar tidak bisa meninggalkan Mika sendirian."

Kechizu terlihat terdiam, "seberapa besar kau menyayangi adikmu?" tanyanya tiba-tiba.

(Y/n) menyangga belakang kepalanya dengan kedua telapak tangan dan menatap taburan fluks bintang yang ada di langit malam.

"Hmm... Seberapa besar ya?" kepala (y/n) sedikit memiring. "Ini mengingatkanku dengan kata-kata ayahku dulu 'keluarga adalah tempat kehidupan dimulai dan cinta tanpa akhir' awalnya aku kira itu adalah kiasan yang bodoh karena nyatanya banyak orang-orang diluar sana yang keluarganya malah jatuh dan kacau balau."

Kechizu dan Eso mendengarkan ucapan (y/n) dalam keheningan.

"Tapi sejak melihat Kechizu dan Eso, kalian terlihat berbeda tapi saling melindungi satu sama lain dengan berpegang pada kata 'keluarga' rasanya aneh dan asing. Awalnya aku hanya menganggap memastikan Mika tetap hidup itu adalah caraku untuk memberitahu bahwa aku menyayanginya. Tapi tidak, Mika hanya akan semakin merasa terbebani." manik (y/n) memandang jauh kedepan. Kedua tangan (y/n) terangkat dan melakukan peregangan.

"Aku berbicara dengan Mika sebelum operasinya. Dia berkata 'aku tidak butuh yang lain, hanya maukah kakak menungguku disini? Kumohon' dengan mata yang menangis seolah dia adalah orang yang kesepian. Perkataannya membuatku sadar, uang bukanlah yang Mika mau, dia menginginkan sesuatu, kasih sayang dan keberadaan orang yang menyayanginya."

Eso mengulas senyum tipis dan mengusap dagunya pelan sembari memandang puncak kepala bermahkota (h/c) itu.

"Entah kenapa aku bisa memberinya uang yang banyak tapi tidak bisa memberinya kehadiran yang hangat," lirih (y/n) pelan. Matanya kini menatap kedepan, "Mika... Kesepian."

.
.
.

Laki-laki dengan rambut diikat dua terlihat memasuki ruangan tempat seorang perempuan dengan pakaian khas rumah sakit dengan aroma terapi obat yang kuat dari difusi yang ada didekat AC.

Matanya menatap perempuan yang tengah tertidur lelap. Tangannya terangkat menyentuh kening yang ditutupi poni.

Manik (e/c) cerah yang sama dengan milik (y/n) terbuka menatapnya bingung. Keduanya terlihat seperti anak kembar beda usia.

"Kau siapa?"

Choso sedetik tertegun menatap manik mata adik (y/n) yang menatapnya berbinar.

"Apa kau teman kakakku?"

Choso hanya diam mengangguk, "mungkin."

Mika kentara tersenyum senang dan bernafas lega. "Syukurlah," lirih Mika pelan. Wajahnya berpaling menatap gugus bintang diluar jendela. "Tolong jaga kakakku."

Matanya kembali terpejam setelah mendapati Choso mengangguk pelan dan berjalan meninggalkan cangkang tanpa jiwa yang kini sudah menyerah sepenuhnya.

"Adik yang malang."

.
.
.

.
.
.

.
.
.

.
.
.

T
B
C

.
.
.

.
.
.

San: kasian mika, baru debut udah meninggal T<T

.
.
.

.
.
.

.
.
.

See you next chapter 🏃🏻‍♀💨💨💨

29 Maret 2021

⚛ Epoch (Choso x Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang