Lantai marmer terasa dingin dan hening. Tak lagi menjadi tempat suaka hangat bagi hati yang perlahan terkikis memori yang tajam dan menyakitkan.
Para pelayat kini mulai pergi satu persatu begitu kendi abu jasad ditutup rapat. Bunga-bunga lily putih tersebar dilantai yang kini dipijaki terasa menyengat menusuk daging.
Sekali lagi, mata (e/c) menatap sayu kearah kendi yang kini berisi abu adiknya, Mika. Tangannya melepas ikat simpul pada rambut (h/c)nya. Membiarkan rambut itu tergerai dipunggung dan pundak juga sedikit menutupi wajah sampingnya.
Rasa lelah berduyun-duyun merasuki jantung dan hatinya. Luka lebar kembali terbuka setelah sekian lamanya tertutup semenjak insiden pembantaian ayah dan ibu, juga calon adik kecil yang dulu dikandung ibunya.
Kini dia sebatang kara, tak ada lagi alasan untuknya tetap memegang jiwa yang rusak.
Kakinya melangkah, tangannya mengambil kotak biola yang diletakkan diatas nakas, tepat disamping pintu kamar ayah dan ibunya yang terkunci rapat.
"Aku pergi dulu."
Tiga kata terakhir yang dia lepaskan sebelum keluar dari rumah besar bertingkat dua dengan halaman lebar dan sebuah taman mawar merah kecil.
Ibunya mencintai warna merah hingga akhir hayatnya.
"Warna merah yang keluar dari tubuhku ini... Sangat indah."
Kepalanya menggeleng pelan menghapus memori saat-saat terakhir ibunya. Kata-kata yang tertanam seolah mendoktrin nya agar tidak takut pada darah.
Kakinya berhenti tepat dijembatan yang jarang dilalui kendaraan. Kakinya melangkah berdiri diatas pagar pembatas, tangannya mengeluarkan biola beserta bow nya.
Mengambil nafas pelan dan mulai menggores pelan senar biola hingga menghasilkan nada merdu menyayat hati siapapun yang mendengarnya.
Lantunan lagu berbunyi hingga menemui titik akhir not. Kaki (y/n) melangkah kedepan dan meluncur jatuh ke jurang dalam gelap dan berkabut.
.
.
."Adiknya mati."
Kechizu dan Eso terpekur diam mendengar ucapan kakak tertua mereka, Choso.
"Dimalam dia pergi bermasa kalian berdua, adiknya menghembuskan nafas terakhir."
Eso menatap kakaknya menyelidik, "kakak, kau tidak membunuh adiknya kan?"
Choso menatap Eso kesal, "tidak! Untuk apa aku membunuh manusia lemah yang sudah sekarat itu?"
Eso dan Kechizu menghela nafas lega, setidaknya (y/n) tidak akan membenci mereka bukan?
"Entah sejak kapan kalian jadi punya belas kasihan pada perempuan itu, hah~" hela Choso malas.
Choso berdiri dari duduknya, "aku akan pergi mengecek perempuan itu, jaa naa."
Eso dan Kechizu saling bertatapan satu sama lain.
"Tumben," ucap Eso. "Kakak kan membenci manusia."
Kechizu mengangguk setuju, "um... Kepala kakak tidak terbenturkan?"
Mereka tidak tahu saja kalau (y/n) membenturkan kepala Choso ke batu dulu.
.
.
.Choso berjalan menuju rumah (y/n). Dulu dia sempat mengikuti (y/n) hanya untuk menggali informasi apakah gadis itu aman untuk berteman dengan adik-adiknya atau sebaliknya.
Choso masuk begitu saja kedalam rumah lewat jendela lantai dua. Matanya menatap sekitar, gelap dan seolah sudah lama ditinggal. Terlebih hari yang sudah mulai menggelap, biasanya manusia akan menghidupkan penerangan. Akan sangat aneh kalau (y/n) tidak menghidupkan penerangan seperti manusia biasanya.
Apa gadis itu tertidur?
Choso berjalan dan mulai membuka satu persatu kamar dilantai dua. Tapi nihil, (y/n) tidak ada dilantai dua. Choso kemudian turun dan langsung mengernyitkan dahinya.
Tangannya bergetar memegang kenop pintu dikamar sudut rumah. Choso mencoba membukanya tapi gagal, terkunci.
Choso berbalik, berusaha mengabaikan kamar yang menguarkan energi negatif yang setara bisa membuat kutukan baru yang bisa saja sekuatnya.
Choso berjalan keruang tamu dan melihat figura Mika yang dihias pita hitam dan bunga lily putih.
Choso mengusap figura itu sejenak dan lanjut berjalan kearah dapur. Fokusnya terbagi antara ingin membuka pintu kamar terkunci itu dengan mencari (y/n).
Choso mengerang kesal dan berlari lalu menendang pintu kamar terkunci itu hingga jebol.
Choso langsung menutup hidungnya ketika mencium aroma darah kering dan debu yang berterbangan kesegala arah akibat ulahnya.
"Apa-apaan ini?!"
Choso melihat ruangan yang berantakan dengan banyak jejak darah mengering dan beberapa robekan cakar besar dikain gorden, kasur, dan dinding.
Choso akhirnya tahu alasan kenapa (y/n) tidak takut pada kematian didepan mata.
Gadis itu telah lebih dulu melihat kematian mengerikan.
Choso berlari keluar rumah mencari jejak (y/n). Kakinya terus melangkah cepat, mulutnya terus meneriaki nama (y/n) hingga telinganya menangkap suara biola.
Choso langsung lari kearah asal suara. Matanya membulat melihat tubuh (y/n) yang jatuh dari pagar pembatas jembatan.
"(Y/N)!"
.
.
..
.
..
.
.T
B
C.
.
..
.
..
.
.San: melankolis kali :''v eh tapikan genre nya emang drama roman :'')
.
.
..
.
..
.
.See you next chapter 😔👌🏻
31 Maret 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
⚛ Epoch (Choso x Reader)
FanficGadis yang datang tiba-tiba di kehidupan mereka, bukan, tapi merekalah yang memaksa gadis itu masuk karena sebuah kata... nyaman. . . . . . . start: 13 Februari 2021 end :