Dua

10 0 0
                                    

Ruangan pribadi Cho Su Yeon berada di lantai delapan belas dari dua puluh dua lantai gedung perusahaan itu. Menghadap ke sebelah timur, di mana matahari mampu membuat ruangan yang hanya di kelilingi kaca transparan itu terang benerang dan begitu hangat di pagi hari. Hanya saja Su Yeon tak menyukainya. Ia benci matahari. Ia benci ruang terbuka. Tapi tuan Min, si pemilik perusahaan raksasa itu sengaja merancang ruangan tersebut dan menjebloskan Su Yeon ke sana. Dengan harapan sinar matahari bisa perlahan melenyapkan kepribadian gelap dan dingin cucu satu-satunya itu.

"Kunci pintunya, Park!" Belum sedetik mereka masuk ruangan, sudah ada perintah lain yang ia layangkan pada Young Seon. Untuk alasan yang tak Young Seon ketahui, atau lebih tepatnya memang tak ingin ia cari tahu, jika sedang di ruangan sang bos lebih suka mengunci pintunya. Katanya untuk membiasakan para karyawan agar tidak seenaknya masuk ke ruangannya tanpa mengetuk pintu. Entahlah. Young Seon hanya menjalankan perintah, pergi ke pintu dan menguncinya dua kali.

Sedangkan sang bos telah meletakan tasnya sembarang ke sofa. Lalu melepaskan kaca matanya, benda yang ia pakai untuk menutupi lingkar hitam di sekeliling mata tipis itu, dan melemparkan tubuh kecilnya ke kursi, ingin duduk tapi juga ingin berbaring.

Aneh memang.

"Apa jadwalku hari ini?" Mencatat jadwal sebenarnya bukan pekerjaan Young Seon. Ingatkan, ia arsitek pendamping, bukan sekretaris. Akan tetapi, sejak Su Yeon memecat sekretaris wanitanya tahun lalu karena membuat Young Seon tak fokus bekerja, tugas sekretaris jadi ia limpahkan pada Young Seon. Sebagai hukuman untuk pemuda itu karena terlalu sibuk tebar pesona.

"Sebentar." Dari saku jasnya, Young Seon mengambil buku catatan yang sekarang jadi teman baiknya sejak jadi sekretaris. Memindai daftar kegiatan yang harus dilakukan sang bos hari ini. Tanggal 24 april 2017.

"Hmm. Jam sepuluh kau ada janji dengan pihak pengembang di proyek perumahan Ilsan. Lalu setelah makan siang kau harus mengecek bahan untuk di kirim ke proyek apartemen di Gangnam. Dan jika sempat, aku akan menghubungi nona Lee yang waktu itu memintamu untuk merancang rumah barunya."

"Batalkan semua."

"Eh?"

Su Yeon tak lagi menyahut. Punggungnya sudah sepenuhnya bersandari di kursi. Kedua tangannya di atas perut dan matanya menutup. Hal kedua yang ia benci selain matahari adalah, mengulangi kata-katanya. Lagipula ia yakin Young Seon mendengarkannya.

"Kau mau membatalkan semuanya? Jadwalmu seharian?"

Lihat, kan? Young Seon mendengarnya.

"Tapi kenapa, bos?"

"Aku butuh tidur hari ini." Su Yeon melepas jasnya dan menggunakan itu untuk ia tutupkan ke wajah.

"Insomnia lagi? Kali ini siapa? Kaya tapi tua? Atau muda tapi kurang tampan?" Young Seon benar-benar tak mengizinkan Su Yeon menutup mata. Jika sang bos sudah mengeluh kurang tidur seperti sekarang, Young Seon lebih dari tahu situasinya.

Di antara semua orang di kantor ini yang beranggapan bahwa Su Yeon adalah atasan yang sombong, berhati dingin dan sangat tak ramah. Itu sepenuhnya benar. Hanya saja Young Seon adalah satu-satunya orang tahu bahwa ada alasan di balik semua itu.

Karena, hey! Ia sekretaris nona kecil ini. Setiap hari ia hampir menghabiskan dua belas jam di sekitar Su Yeon selama empat tahun terakhir. Membuat Young Seon jadi mengetahui semua tentang sang bos hingga ke fakta yang sebenarnya sangat tak ingin dia ketahui.

Seperti, Su Yeon suka mendengkur saat tidur, punya dua bekas luka operasi di perut kanan dan di bawah telinganya, sering menangis diam-diam juga dan yang paling buruk, dia pencinta video kucing.

I'm the BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang