Four

6 2 0
                                    

Faira terkejut melihat sahabatnya menangis. Baru saja ia ingin bicara, Khaira sudah melengos pergi meninggalkan kantin menuju ke toilet.

Cukup lama Khaira menenangkan dirinya di toilet. Ia tidak suka menjadi pusat perhatian. Apalagi menjadi bahan tertawaan seisi kantin. Khaira juga tak habis pikir, kenapa dia bisa kesandung meja. Padahal biasanya dia tidak seceroboh ini.

Khaira memutuskan untuk tidak masuk ke kelasnya kali ini. Dia sudah mengirim pesan kepada Faira kalau dia berada di UKS dengan alasan tidak enak badan. Khaira tidak sepenuhnya berbohong, karena lututnya yang terbentur lantai tadi sedikit membiru dan itu sukses membuat Khaira sulit untuk berjalan.

Sampainya di UKS, Khaira tidak menemukan satu orang pun disana. Dia urungkan niat untuk mengobati lutut yang membiru, karena ia tidak tau dimana letak obatnya. Khaira berjalan pelan ke arah ranjang dan merebahkan badannya disana. Lama ia hanya menatap langit langit sampai akhirnya rasa kantuk mulai menyerangnya.

Setengah sadar Khaira merasakan ada sebuah tangan menyentuh lututnya. Lalu ia memaksa sedikit membuka mata, dan yang terlihat hanya seperti bayangan seseorang. Khaira memejamkan matanya kembali. Samar samar Khaira mendengar suara yang mengatakan 'maaf' sambil menarik selimut ke tubuh Khaira. Khaira yang masih setengah sadar malah semakin terlelap.

🌺🌺🌺


Bel pulang sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu. Tetapi Khaira tak kunjung datang ke kelas. Faira yang sudah menunggu sedari tadi akhirnya berinisiatif untuk pergi ke UKS, dan tak lupa membawa tas milik Khaira. Benar saja, Khaira masih asik terlelap.

Faira melangkah mendekati Khaira yang masih terlelap. "Yaelah, ni anak kebo banget. Gak dengar apa bel udah bunyi" oceh Faira.

"Ra bangun woi. Udah pulang nih"

Khaira hanya menggeliat dan mengubah posisi tidurnya. Faira melongo melihat reaksi yang diberikan Khaira.

"KHAIRAA BANGUN. LO MAU SAMPAI KAPAN TIDUR DI UKS WOII. UDAH SOREE. GUE MAU PULANGG, LO MAU GUE TINGGAL??"

Khaira tersentak mendengar suara Faira yang sangat keras. Ia duduk sambil menatap Faira dengan wajah yang cemberut.

"Sumpah suara lo ngalahin toa Fai. Sakit telinga gue dengarnya"

"Yee siapa suruh susah dibangunin. Emang dasarnya lo yang kebo Ra"

Wajah Khaira semakin cemberut mendengar ucapan Faira yang mengatai dirinya kebo.

"Fai, lo belum dijemputkan? Gue gak mau nunggu sendirian" ucap Khaira sambil membuka selimut.

"Kayaknya belum deh. Lagian tumben banget lo minta diantar sama tante Sava"

Bukannya menanggapi ucapan Faira, Khaira malah heran melihat lututnya yang memar sudah diperban dengan rapi. Seketika dia mengingat seseorang yang muncul tadi. Khaira menyangka itu adalah mimpinya, tapi ternyata semua yang di lihat dan di dengarnya itu nyata. Hanya satu pertanyaan yang muncul dikepala Khaira, siapa sebenarnya orang yang mengobati lututnya?

Faira menyentuh kaki Khaira dengan wajah bingung. "Ra? Lo kenapa malah bengong sih?"

"Fai. Lo tadi pas jam pelajaran ada ke UKS gak?" Khaira melihat lurus ke arah mata Faira, menunggu jawaban.

Tapi Faira menjawabnya dengan gelengan. Dan sukses membuat Khaira bingung. 'Kalau bukan Faira, siapa coba?' tanya nya dalam hati.

"Emang kenapa sih Ra?"

Kali ini Khaira yang menggelengkan kepala. Faira menghela napas panjang dan mengajaknya untuk segera pulang.

Mereka berdua duduk di depan dekat pagar menunggu jemputan masing masing.

I Don't Know How To Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang