Aku menganga. Memandang takjub pada bangunan mewah di hadapanku.
Jadi Ibu selama ini bekerja di tempat sebagus ini?
Jika aku tahu dari dulu, aku pasti akan sering datang ke tempat kerja Ibu. Oh tidak, aku juga rela bekerja di tempat begini. Tapi Ibu tidak pernah menceritakan apapun. Aku juga tidak bertanya lebih banyak setelah Ibu mengatakan majikannya baik.
Rumah itu terdiri dari 2 lantai. Terlihat kokoh dan megah. Temboknya berwarna putih kapur. Banyaknya dinding kaca menambahkan kesan mahalnya.
Benar-benar desain rumah mewah yang biasa kulihat di Instagram.
Aku memarkirkan sepedaku, lalu berjalan memutar menuju pintu samping seperti pesan Ibu. Aku bahkan belum sempat pulang ke rumah dan belum sempat mengganti baju sekolahku karena Ibu mengatakan ini gawat darurat. Jadi mau tak mau aku langsung kemari setelah membeli pesanan Ibu.
Sekarang aku tahu kenapa Ibu bilang ini gawat. Di sekitar sini tidak ada warung, sekalipun ada sangat jauh sekali. Dari rumah ini sampai ke gerbang masuk perumahan saja sudah jauh. Lagipula yang ada disini pastilah orang-orang kaya, mereka terbiasa menyediakan segala sesuatu di rumahnya lebih dahulu dan tidak perlu pergi ke warung.
Ibu tampak sedang membersihkan sesuatu di halaman belakang dan tidak menyadari aku mendekat.
"Bu!"
Ibu terlonjak kaget. Aku tertawa puas walau sesudahnya tabokan sepedas cabai mendarat di lenganku.
"Aduh…" Aku mengelus lengan kesakitan.
"Duh, kalau Ibu jantungan gimana?"
Aku tersenyum lebar. "Nih." Aku menyerahkan plastik kresek berwarna hitam yang isinya adalah pembalut wanita.
Ibu mengambilnya dan sedetik kemudian menghilang ke dalam rumah. Aku ditinggalkan begitu saja seperti anak hilang. Padahal aku berharap Ibu menyuruhku ikut masuk.
Ah, sudahlah. Setidaknya aku bisa mengintip sedikit ke dalam dari luar. Toh banyak jendela kaca yang terbuka.
Sambil berjalan kembali ke depan, tak hentinya aku berdecak kagum. Sepertinya bagian dalam juga tidak berbeda dari luar, semuanya serba putih dan hitam.
Apa pemiliknya seorang laki-laki? Apa ia tampan? Apa ia sudah beristri?
Aku terkikik. Tentu saja tidak terlalu serius dengan pemikiranku. Saat aku sudah kembali ke bagian depan rumah dan mengambil sepedaku, sebuah mobil hitam masuk, berjalan melewatiku. Aku berhenti sesaat.
Apa itu pemiliknya?
Mungkin saja. Aku tidak terlalu ingin tahu. Tubuhku sudah lelah seharian belajar. Aku hanya ingin cepat pulang, mandi, makan lalu rebahan.
"Mit!"
Suara Ibu menghentikanku lagi yang hendak naik ke sepeda. Aku menoleh. Ibu setengah berlari menghampiri.
"Kenapa, Bu?" aku mengernyit heran, "Mau Mita beliin apa lagi?"
Ibu menggeleng. "Ibu pinjem dulu sepeda kamu. Ibu lupa beli ayam tadi pagi."
"Ha? Tapi Mita mau pulang, Bu. Capek." rengekku. Mencegah Ibu merebut stir sepeda dari tanganku.
"Sebentar aja."
Aku tahu tidak akan bisa mengelak. Ibu pasti menang dan akhirnya berhasil merebut sepedaku.
"Kamu mending bantuin Ibu angkatin jemuran di belakang ya. Mendung. Cepetan."
Aku memberengut. Ingin menangis rasanya. Ibu menghilang dari pandanganku beberapa detik kemudian bersama sepedaku. Pundakku menurun lemas.
Baiklah. Tidak ada yang bisa kulakukan selain menurut. Saat menengadahkan kepala, redum memang mulai menggantung di langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Excite 17 [SELESAI]
RomanceAku hanya gadis belia, yang masih mencari jati diri. Yang luluh saat dia memberikanku kenyamanan. Namun, aku tidak tahu ini cinta atau bukan, kami tidak pernah mengatakan saling mencintai. Mungkin hanya sebuah ego, karena di antara kami hanya ada...