Beberapa menit kemudian, mobil mulai memasuki pekarangan yang akhir-akhir ini juga tidak asing bagiku. Padahal semenjak meninggalkan rumah ini pertama kali aku bersumpah tidak akan pernah kembali lagi. Tapi keadaan malah mengharuskanku kembali ke sini berkali-kali.
Aku tidak bisa apa-apa, selain membiarkan takdir untuk menuntun jalan kehidupanku.
"Bersihkan dulu dirimu. Saya bisa menunda jam makan siang." ucapnya sebelum kami berpisah setelah keluar dari mobil.
Sehabis itu, aku benar-benar tidak melihatnya lagi. Sampai aku selesai mandi dan melupakan baju ganti yang masih di ambil Ibu. Sambil menunggu Ibu datang, aku hanya bisa memakai bathrobe.
Aku menjepit rambutku ke atas sembari membaca daftar menu yang dikirimkan ibu lewat pesan singkat dan harus ku masak. Semua bahan-bahan sudah tersedia, sepertinya Ibu memang sudah merencanakan menu yang akan dimasak dan mempersiapkannya sebelumnya. Memudahkan pekerjaanku.
Suara pisau yang beradu dengan talenan satu-satunya suara yang terdengar dalam ruanganku berada. Aku menatap langit-langit. menghentikan aktivitas memotongku agar suasana sekitar benar-benar sunyi. Menajamkan pendengaran. Mencoba merasakan apakah ada tanda-tanda orang hidup di atas sana, tapi tidak terdengar apapun, kecuali suara gemericik air dari aquarium di ruang tamu. Itupun terdengar samar.
Ah, masa bodoh.
Aku kembali memotong-motong, namun sedetik kemudian kembali menaruh pisau di tanganku. Mengulangi apa yang aku lakukan tadi. Mencari tanda-tanda kehidupan. Penasaran apa yang sedang dilakukan pria itu di atas sana.
Aku tidak tahu, tidak bisa menahan rasa penasaran adalah kebiasaan yang baik atau buruk untuk diriku.
Mungkin dia sedang tertidur? Cukup, Mita! Hentikan!
Aku menggeleng-gelengkan kepala. Aku harus fokus pada makanan. Fokus! Fokus!
Tapi kebiasaannya adalah mandi begitu sampai di rumah. Benar. Mungkin dia sedang mandi.
Arghhh… Aku mengepalkan tangan di udara. Kesal pada diriku sendiri yang terus memikirkannya.
Dering ponselku membuatku menoleh. Ada pesan dari grup yang menyebut namaku. Grup yang hanya berisikan Aku, Ranti, Sashi, Gatra dan Gilang, tapi hebohnya bisa melebihi grup berisi 100 anggota jika kami semua sedang berkumpul di dalam percakapan grup.
Sashi : "Mit, rumah Lo kebanjiran lagi ya? Sini ngungsi di rumah Gue Mit."
Gatra : "Hah, kok Lo tadi nggak cerita Mit?"
Aku cepat-cepat mengetikkan balasan. "Iya kena banjir lagi. gue udah ngungsi dan baru tahu pas pulang sekolah tadi."
Aku memalingkan tatapan dari layar ponsel saat samar-samar bau maskulin terhirup di hidungku, mengalahkan lezatnya bau sup yang sedang mendidih di atas kompor.
Kenapa aku jadi menyukai bau ini?
Suara langkah yang sedang menuruni tangga semakin lama semakin terdengar. Aku meletakkan ponsel, mengaduk sup, menyibukkan diri agar tidak peduli kepada seseorang yang kemudian datang dan menyalakan mesin kopi.
Aku melirik kepadanya dari ujung mata. Rasanya ingin mendekat dan menghirup aroma tubuhnya. Aish… Apa sih yang sedang kupikirkan?
Pikiranku tiba-tiba mengingat percakapan rahasia antara aku dan Sashi beberapa waktu lalu. Percakapan di sekolah, di hari dimana kedatangan guru baru yang menggemparkan.
"Shi, gimana kalau tiba-tiba ada orang, Lo tahu siapa orang itu dan dia juga tahu siapa Lo, Tapi kalian belum pernah saling sapa sebelumnya. Cuma, dia tiba-tiba nyium Lo. Kira-kira maksud dia apa? "
KAMU SEDANG MEMBACA
Excite 17 [SELESAI]
RomanceAku hanya gadis belia, yang masih mencari jati diri. Yang luluh saat dia memberikanku kenyamanan. Namun, aku tidak tahu ini cinta atau bukan, kami tidak pernah mengatakan saling mencintai. Mungkin hanya sebuah ego, karena di antara kami hanya ada...