Study Tour

1.3K 26 0
                                    

Setelah perkataan Daniel waktu itu, entah kenapa aku menjadi lebih semangat belajar daripada biasanya.

Aku berusaha mendapatkan yang terbaik. Walau aku tidak yakin bisa mendapatkannya atau tidak, aku akan tetap berusaha. Padahal, aku juga tidak tahu apa yang kuinginkan darinya jika aku berhasil.

Hah, Mita sebaiknya jangan terlalu berharap. Ya, Ya, Setidaknya aku masih tahu batas kemampuan otakku dan tidak terlalu berharap.

Hari demi hari akhirnya berlalu. Aku sudah kembali ke rumahku dan ujian selesai seminggu kemudian.

Bel istirahat belum berbunyi, jadinya murid-murid dalam kelasku hanya bisa merusuh di dalam. Apalagi kami semua sedang merayakan dan menikmati saat-saat terbebas dari beban pikiran yang menghantui kami dalam seminggu ini.

"Beb, Lo nggak jawab ngasal 'kan?" Sashi memperhatikan Gilang dengan curiga.

"Hmmm." Gilang yang meletakkan kepalanya di atas meja dengan mata menutup menjawab malas. "Ada satu dua sih yang gue jawab asal."

"Ish." Sashi mendengus kesal. Padahal sudah menduga kalau Gilang akan mengatakan hal itu.

Aku memalingkan wajah dari mereka. Sudah terbiasa bagiku mendengar mereka berdebat, dan saat itu terjadi aku selalu menganggap ocehan mereka sebagai musik dari kaset rusak. Gatra dan Ranti pun selalu melakukan hal yang sama denganku.

"Lo gimana Mit? Kayaknya tenang-tenang aja kali ini." Ranti bersuara.

Dia tidak tahu aku punya guru pembimbing yang sangat hebat.

Aku mengangguk dan hanya memberikan senyum lebar penuh arti tanpa menjawab pertanyaan Ranti.

Wali kelas kami, Bu Siska yang melangkah masuk membuat suasana kelas seketika hening setelah para murid berlomba untuk duduk rapi di kursinya masing-masing.

"Gimana ujiannya?" tanyanya. Wanita paruh baya itu berdiri tegak di samping meja nya. Kita semua bisa menebak kalau Bu Siska ingin mengumumkan sesuatu.

Bu Siska bukan guru yang galak. Tapi beliau selalu tegas dan tidak bisa bercanda. Membuat kami sedikit enggan jika berhadapan dengannya. Takut salah-salah kata.

"Untuk study tour." Bu Siska sengaja menjeda ucapannya. Memperhatikan satu-satu raut wajah muridnya yang mulai berubah sumringah. Basak-bisik pun mulai terdengar. "Kita camping yah."

Ada yang bersorak gembira. Ada yang biasa saja. Ada yang tidak suka.

Aku dan Ranti termasuk yang biasa saja. Kemanapun tujuannya, apapun yang kami lakukan, menurutku semuanya menggembirakan saat kami semua saling berkumpul. Sashi berbeda, dia tampak tidak suka kegiatan outdoor yang melelahkan. Tapi Gilang dan Gatra tampak antusias. Mungkin karena mereka lelaki. Jiwa petualang mereka lebih besar daripada kami, kaum perempuan.

"Yang mau ikut, pendaftarannya bisa ke Ibu yah."

"Bu!" Ada yang mengacungkan tangan ke udara. "Guru pendampingnya siapa aja?"

"Karena ini kegiatan yang sedikit beresiko jadi banyak guru yang ikut kok. Ada Saya, Bu Indah, Pak Indra, Pak Gatot, sama-" Bu Siska membolak-balikkan kertas di tangannya. Lupa dengan nama terakhir. "Oh ya, sama Pak Daniel."

Seketika keriuhan murid perempuan terjadi di dalam kelas. Bagaimana tidak, si pujaan para perempuan di sekolah ini, ada dalam daftar. Sashi yang tadinya tampak malas kini raut wajahnya pun ikut cerah.

"Fix, gue ikut." teriak Sashi.

Aku tidak menyangka pria itu mau ikut serta. Tampaknya, dia bukan orang yang mau menghabiskan waktunya untuk hal seperti itu. Aku mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan.

Excite 17 [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang