tawa di bulan agustus

30 2 0
                                    

Disaat langit biru perlahan menjadi jingga, laki-laki yang biasa dipanggil Semesta itu masih sibuk menghitung setiap tanggal yang ada di bulan Agustus dengan jari-jemari nya. Dia sangat menantikan, hari dimana ada janji dengan pacar nya yang entah bagaimana dapat membuatnya merasa terpesona.

Hitungan nya yang kesepuluh jadi terhenti saat ponsel bergetar selama beberapa kali. Ada beberapa pesan yang belum dibaca dari Nalesha dan Caesar (teman sekampus nya) juga dari Bapak. Sengaja dia membaca pesan dari Bapak terlebih dahulu.

Semesta benar-benar tak ingin membaca satupun pesan dari kedua teman nya itu. Sama sekali tidak! Terakhir kali, Nalesha dan Caesar sempat menjahili nya dengan cara mengirimkan foto-foto seram yang membuat kaget setengah mati.

Bapak

| Assalamualaikum, nak

Waalaikumsalam, Pak |
Kenapa ? |

Bapak
|Nggak apa apa, cuman mau nanya
|Bentar lagi Bapak pulang, mau nitip sesuatu gak ?

Apa ya ... |
Hp lama ku di service gara gara| kecemplung di air, bisa tolong ambilin nggak Pak ?

Bapak

|Ada ada aja kamu Esta
| Gampang itu mah, nanti Bapak ambilin

Makasih Pak|

Bapak
|Sama sama

Semesta ini terlahir di keluarga yang sangat sederhana. Bapak nya menjadi seorang guru di sebuah sekolah. Jika Mama, ia hanya seorang pemilik laundry yang tempat nya tak jauh dari rumah. Dia menjadi anak tengah di keluarga itu. Sebagai anak laki-laki Pak Karim satu-satunya, Semesta selalu di tekankan untuk menjadi jantan yang bertanggung jawab.

***

Bapak pulang ke rumah bertepatan saat matahari terbenam. Mama belum pulang dari laundry, sementara Mbak Tania tidak akan pulang sampai esok hari dan adiknya Salma mengerjakan tugas bersama teman nya. Hanya ada Semesta dan Bapak yang ada di rumah itu. Kedua nya duduk di halaman untuk berbincang tentang kejadian yang di alami seharian ini. Di temani Cookie, si kucing persia pemberian tante Linda sebagai hadiah ulang tahun Semesta yang ke 21.

"Pak..." Semesta menatap pandangan Bapak yang begitu sayu.

"Iya, nak?" kini Bapaklah yang bersuara.

"Bapak pernah berpikir nggak, dunia itu kejam?" suaranya lirih, ada linangan air di mata nya- namun ia masih tetap berusaha untuk tegar.

Jemari Bapak menyusuri bahu Semesta. Dielusnya dengan lembut guna membuat hati menjadi tenang. Entah apa yang sudah ia jalani di dunia ini. Jelas itu terlihat berat dan sulit untuk anak nya. Kadang Bapak pun berpikir, apa dia terlalu membuat Semesta tertekan?

"Sering." jawab Bapak singkat.

Bapak memeluk tubuh Semesta dengan erat-erat. Memang mereka sering kali berbincang jika tak ada kesibukan. Tapi, rasanya sudah lama tidak seperti ini.

"Tapi, Pak. Menurut Esta, dunia tak sepenuhnya jahat. Hanya, manusia saja yang mungkin terlalu berharap. Padahal ya, tak ada yang bisa di harapkan dari alam semesta ini. Hidup di dunia adalah kesempatan sekaligus ujian dari Tuhan. Berarti- wajar aja kan banyak rintangan yang harus di lewati?"

luka semesta | renjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang