rumah

6 1 0
                                    

"keras kepalaku sama dengamu
caraku marah, caraku tersenyum
seperti detak jantung yang bertaut
nyawa ku nyala karna denganmu."

- n a d i n a m i z a h

***

Tepat pada pukul 5 sore, Aji telah selesai mengerjakan tugas dari wali kelasnya. Dengan perlahan, ia menutup buku-buku dan menatanya dengan hati-hati ( jika sembarangan jelas semua akan rusak. karena memang Aji ini mempunyai tangan yang ajaib ) pada rak yang ada di dalam kamar selama bertahun-tahun lamanya.

Ketika ia ingin mulai memasak di dapur, tiba-tiba jadi terhenti karena ponsel nya yang berdering. Setelah meletakan wajan di kompor, laki-laki itu langsung mengangkat panggilan dari nomor telepon yang telah di beri nama "kak semesta."

"Halo, kak?" Aji menyalakan kompor dengan perlahan lalu menaruh telur di atas wajan.

"Dimana, Ji?" di seberang sana terdengar jelas suara bising dari kendaraan yang memungkinkan Semesta tidak berada dalam rumah.

"Aku ada di rumah. Kak Semesta lagi dimana? Kok berisik disana?" pertanyaan itu berhasil membuat Semesta tertawa.

"Lagi di toko buku. Kamu suka buku genre apa? Biar sekalian dibeliin. Soal bayaran gausah dipikirin, kakak ikhlas kok." entah apa maksud tujuan Semesta sebenarnya. Tapi sedari dulu laki-laki itu selalu dapat menebak apa yang dibutuhkannya.

"Misteri, kak." Jawabnya kaku.

"Sip, nanti kakak beliin. Oh iya, tadi kak Semesta pesan makanan pakai alamat kamu. Nggak usah dibayar. Dimakan ya sama Bunda kamu."

"Makasih kak-"

Belum ia mengatakan terimakasih, justru panggilan itu sudah tertutup duluan. Sepertinya Aji terlalu fokus saat melakukan panggilan suara. Bahkan tanpa disadari telur yang dimasaknya gosong sejak 7 menit yang lalu.

"ASTAGHFIRULLAH GOSONG!!"

***

Deruan mobil terdengar dari depan rumahnya. Tidak lama kemudian ada seseorang yang membuka pintu secara paksa. Itu Bunda. Mukanya yang lesu seolah-olah dapat menjelaskan sibuk dan lelah nya ia pada hari ini.

Kakinya melangkah ke arah pintu untuk menyambut sang Ibunda tercinta. "Bunda, mau dibawain minum?"

"Enggak usah. Kamu pikir Bunda nggak punya kaki buat ambil minun di dapur apa?" wanita itu menepis tangan Aji yang ingin bersalaman dengannya.

"Kalau gitu, Bunda mau nasi goreng nggak? Tadi teman aku beliin makanan. Katanya harus dimakan sama Bunda."

"Emangnya ada yang mau temenan sama beban kayak kamu? Hahaha." tawa wanita itu terdengar sarkas.

"Pasti kamu cerita hal buruk tentang Bunda. Biar mereka semua ngerasa iba dan mau temenan sama kamu. Ayo cepat ngaku!" tanpa berpikir panjang Bunda langsung memukul Aji dengan sangat keras

"Sakit, Bun..."

"Dasar anak gatau diri! Tahu nggak? Nenek kamu pernah suruh Bunda buat gugurin kandungan. Bahkan setelah lahir ke dunia, kakaknya Bunda hampir mengirim kamu ke dalam panti asuhan. Harusnya kamu ini bersyukur kalau Bunda masih mau mempertahankan kamu, Aji!" matanya pun memerah dan napasnya terengah-engah karena terlalu dibutakan kebencian.

"Bunda, maafin Aji..." lirih lelaki itu bahkan suaranya pun tendengar pilu.

"Kenapa harus kamu yang hadir ke dalam kehidupan Bunda? Kenapa harus kamu yang jadi anak Bunda? KENAPA KAMU NGGAK MATI DAN PERGI MENJAUH AJA?!!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 27, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

luka semesta | renjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang