DnI | 03

7 3 0
                                    

*note, kalian bisa play videonya saat bagian pertengahan part ya, okee.

Aku kira aku yang akan memenangkan hatimu, nyatanya kamu telah dimenangkan oleh orang lain.

-Bumantara Dimas Prakoso-

°°°°

Februari tanggal 7, Dimas mulai beberapa kali mengirimkan pesan singkat kepada Intan. Pesan singkat yang dikirimkan tidak menjurus ke arah pribadi. Hanya sekedar mananyakan tentang kegiatan besok seperti apa.

"Tan..," Dimas mengirimkan pesan singkat kepada Intan.
Dimas menunggu sekitar lima menit hingga pesan singkat yang ia kirim dibalas oleh Intan.
"Gimana Dim?" balas Intan melalui pesan singkat.
Dengan cepat Dimas membalas pesan singkat yang baru saja datang. Ya, sudah pasti itu pesan dari Intan.
"Besok itu bagaimana? Yang mendokumentasi siapa aja Tan?" tanya Dimas kembali.
Kembali, Dimas menunggu balasan dari Intan. Sembari berbaring di ranjang. Ia memainkan ponselnya, membuka pesan lalu keluar kembali. Seperti itu yang dilakukan Dimas saat ini. Tak lama ponsel Dimas berbunyi. Dengan cepat Dimas membuka pesan yang baru saja masuk.
"Oh iya itu, aku lupa kemarin engga menuliskan mengenai dokumentasi. Paling dari temen-temen yang sudah dibagi aja, 2 orang jadi dokumentasi. Nanti minggu depan akan aku rekap," jelas Intan melalui pesan singkat.
Berpikir sejenak. Itu yang dilakukan Dimas. Mencari kata yang tepat untuk menjawab pesan dari Intan.
"Oh okay, yasudah tan makasih informasinya." balas Dimas singkat.
Dengan cepat Intan membalas pesan dari Dimas. Tidak seperti sebelumnya.
"Iya sama-sama." tutup Intan.

Dimas merasa bahagia saat ini. Dimana ia sudah berkomunikasi melalui pesan singkat dengan Intan. Walaupun hanya membahas mengenai persiapan turba pertama esok hari. Setidaknya sudah memulai beberapa kali saling balas pesan singkat. Ia belum mengetahui apakah perempuan anak X IPA 3 tersebut masih sendiri ataupun sudah dimiliki oleh orang lain. Setidaknya ia mencoba untuk berjuang.

                                    °°°

Februari tanggal 8, dimana dimulainya mengajar pramuka di SMP N Gelagah. Dimana para anggota harus datang pukul 1 siang. Dan bila terlambat ada denda, dimana bila telat 5 menit akan diberikan denda administratif berupa uang sebesar 5 ribu rupiah. Uang yang terbilang kecil bagi beberapa orang, namun bernilai besar bagi kami kaum pelajar yang hanya mendapat uang saku sekitar 10 ribu saja.

Mereka ada yang datang dari rumah, bila memang rumahnya dekat. Ada juga yang singgah di rumah teman karena rumah mereka jauh.

Kebetulan memang, rumah Dimas tak jauh dari tempat dia mengajar Turba nanti setelah sholat jumat. Dimana ia memilih untuk beristirahat sejenak dirumah. Kebetulan memang hari ini jadwal mengajarnya mengenai sejarah kepramukaan, baik dunia maupun Indonesia.

Terlihat waktu sudah menunjukkan pukul 12.45 atau 15 menit lagi menjelang batas akhir berkumpul di SMP N Gelagah. Ia mulai bersiap mengenakkan pakaian pramuka lengkap. Seperti hasduk, tali pramuka, sabuk, baret, bahkan belati pun ia bawa walaupun tidak ia pasang.

Laki-laki bertubuh tinggi, dengan kulit sawo matang dan berambut klimis itu sudah siap untuk berangkat menuju SMP N Gelagah. Ia menyalakan sepeda motornya untuk melaju mengantarkannya menuju lokasi sebelum pukul 1 siang.

"Bu, Dimas berangkat dulu ya," ucap Dimas kepada Ibunya sembari mencium tangannya.
"Yaudah, Hati-hati jangan ngebut," balas ibu sembari memberi peringatan untuk berhati-hati.
"Siap bu. Wassalamualaikum." ucap Dimas sembari menaiki motonya.
"Walaikumsalam." balas Ibu sembari melihat punggung anaknya yang mulai tak terlihat lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dimas & IntanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang