Kesunyian menyelimuti mereka berdua. Ryujin duduk dengan tenang sambil menatap ke arah luar jendela. Dia sepertinya sedang sibuk dengan pikirannya sendiri dan mengabaikan Yuna yang masih berdiri di depan Ryujin. Sadar tidak akan mendapatkan jawaban apa-apa dari Ryujin, Yuna memutuskan untuk duduk. Tentu saja duduk dengan jarak yang agak jauh dari Ryujin.
Setelah beberapa lama saling diam, Ryujin bangkit dari tempat duduknya. Ia meraih tasnya dan terlihat sedang mencari-cari sesuatu dari tasnya. Yuna hanya memperhatikan dalam diam.
"Ini buat kamu," kata Ryujin ketika ia berhasil menemukan yang ia cari dari dalam tasnya. Ryujin memberikan sebuah jepit rambut berwarna pink untuk Yuna.
"Apa ini?"
"Jepit rambut." Kata Ryujin singkat.
"Iya aku tau. Tapi buat apa? Nggak biasanya kamu begini"
"I find it cute and I think I should give it to you. It reminds me of you. You are the cutest"
Pipi Yuna bersemu merah muda setelah mendengar ucapan Ryujin. Namun, Yuna meyakinkan dirinya jangan sampai luluh begitu saja karena kata-kata manis Ryujin.
"Jadi, ada sesuatu yang penting banget sampe kamu harus panggil aku ke sini di depan banyak orang?"
Mendengar pertanyaan tersebut, Ryujin menjadi sedikit gelisah. Ia mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja.
"Saya kangen kamu"
Kalimat itu meluluhkan hati Yuna.
"Saya nggak ketemu kamu selama beberapa hari. Saya kangen kamu." Ucap Ryujin dengan mantap.
Yuna menatap Ryujin dengan tidak percaya. Ryujin, Shin Ryujin, Ryujin si Sempurna baru saja berkata bahwa ia merindukan, kangen, seorang Shin Yuna.
Jadi, hubungan antara Yuna dan Ryujin bukan hanya sekedar hubungan junior dan senior biasa. Mereka berdua berpacaran namun mereka berdua tidak bersikap layaknya pasangan pada umumnya di depan banyak orang.
Mereka berdua mulai berpacaran beberapa bulan lalu saat Ryujin tiba-tiba datang ke rumah Yuna dan meminta izin kepada kedua orangtua Yuna untuk berpacaran dengannya. Kedua orangtua Yuna tentu saja mengizinkan hal itu. Lagipula, siapa yang akan bilang tidak jika seorang Shin Ryujin datang ke rumah mereka dan meminta izin untuk berpacaran dengan anak mereka?
Bagaimana dengan Yuna? Yuna tentu saja terkejut karena mereka tidak pernah bertegur sapa sebelumnya. Yuna hanya ingat Ryujin adalah orang yang membantu dirinya untuk mencari ruangan orientasi saat ia dulu pertama kali masuk sekolah. Selebihnya Yuna hanya memandangi Ryujin dari kejauhan saja.
Tetapi saat Ryujin datang ke rumahnya dan menyatakan rasa sukanya, Yuna tentu saja mengiyakan perasaan Ryujin karena Yuna pun sebenarnya menyukai Ryujin. Yuna pikir bisa bersama dengan orang yang ia sukai akan sangat menyenangkan tetapi hal itu justru sebaliknya.
"Oh iya? Aku tersanjung," kata Yuna datar.
"Saya serius!" Ryujin meraih tangan Yuna dan menggenggamnya erat. Ryujin menatap Yuna lekat, seakan berusaha menyakinkan Yuna bahwa apa yang dia ucapkan barusan adalah sungguh.
"Kalau kamu beneran kangen sama aku, kenapa nggak bilang di depan banyak orang di sekolah ini?" Yuna menantang Ryujin. Ia mengumpulkan keberaniannya dan menatap balik Ryujin.
Ryujin melepaskan genggamannya dan mundur satu langkah. Tanpa ia ketahui, hal itu membuat dada Yuna sedikit sakit.
"Kamu tau kan kalau saya nggak bisa lakuin itu?" Ryujin sedikit putus asa.
"Kenapa?" Yuna maju satu langkah. "Karena aku nggak populer? Karena aku nggak cukup baik buat kamu?"
Air mata mulai terlihat di mata bulat milik Yuna. Ryujin menghindari tatapan Yuna karena sungguh ia merasa bersalah karena ia adalah alasan dari air mata itu.
"Kenapa nggak jawab? Shin Ryujin nggak bisa jawab pertanyaan aku?" Ucap Yuna sambil tersenyum getir.
"Yuna, saya mohon. Kamu nggak ngerti keadaannya." Ryujin berusaha menjelaskan kepada Yuna.
"Nggak ngerti kenapa kita harus pacaran diem-diem gini? Aku udah berusaha ngertiin kamu!" Air mata Yuna bercucuran dengan deras.
"Yuna, saya mohon jangan nangis begini," Bujuk Ryujin sambil menangkup wajah Yuna.
"Nggak!" Yuna menepis tangan Ryujin.
Ryujin mematung karena diperlakukan seperti itu.
"Dengerin aku baik-baik, Shin Ryujin. Aku capek tiap kali kita papasan di lorong kita berdua harus pura-pura nggak kenal. Aku capek tiap kali orang-orang pikir kamu single dan mereka berusaha buat dapetin perhatian kamu. Aku capek kita bisa bicara berdua kalau nggak ada orang lain di sekitar kita. Aku capek, Ryujin. Capek!"
Ryujin tidak berani menatap Yuna. Ia hanya bisa menundukkan kepalanya karena apa yang dikatakan oleh Yuna benar adanya.
"Aku mau kita putus."
Ryujin mengangkat kepalanya. Tiba-tiba ia merasa pusing setelah mendengar kata-kata Yuna barusan.
"Nggak! Saya nggak mau kita putus!" Protes Ryujin.
"Mulai hari ini kita putus!" Kata Yuna dengan ketus dan ia pun keluar dari ruangan tersebut tanpa mempedulikan Ryujin.
Air mata bercucuran dengan deras di pipi Yuna. Ia membiarkan air matanya berjatuhan dengan bebas berharap dengan begitu akan meringankan sedikit rasa sakit di hatinya. Setelah beberapa saat, Yuna menghentikan langkah kakinya dan tersenyum getir.
"Bahkan ketika aku minta putus, kamu nggak berusaha buat mencegah itu, Ryujin."
Hari itu, hujan turun dengan sangat deras.
Dua minggu telah berlalu sejak kejadian itu, semuanya berjalan seperti biasa. Yuna masih tidak mau berbicara ataupun melihat Ryujin dan Ryujin pun sepertinya melakukan hal yang sama.
Yuna berusaha bersikap normal seolah tidak ada apa-apa agak dirinya tidak terlalu memikirkan Ryujin. Namun hari itu sedikit berbeda karena ada murid pindahan di kelas Yuna. Saat murid baru tersebut masuk ke kelas, Yuna tersedak air minumnya sendiri.
"Halo semuanya! Perkenalkan saya Lee Chaeryeong!" Murid baru tersebut menyapa dengan sangat antusias.
Semua orang di dalam kelas mulai membicarakan murid pindahan tersebut. Kalimat seperti 'Ih dia kok cute gitu sih?' dan 'Liat deh dia cakep banget ih' dapat Yuna dengar dari teman-teman sekelasnya.
"Eh itu bukannya tetangga kamu yang kemaren baru pindah ya?" Tanya Lia. Yuna hanya mengangguk. Yang tidak orang-orang tahu adalah Chaeryeong bukan hanya sekedar tetangga baru Yuna.
Wali kelas meminta Chaeryeong duduk dua bangku di belakang Yuna. Ketika Chaeyeong melewati meja Yuna, ia menaruh secarik kertas di atas meja Yuna. Cepat-cepat Yuna mengambil kertas tersebut dan menyembunyikannya dan berharap tidak ada yang melihat. Namun sayang beberapa siswa melihat kejadian itu.
"Apaan itu?" Tanya Lia.
"Bukan apa-apa."
Saat jam istirahat Yuna pergi ke rooftop sesuai dengan permintaan Chaeryeong di kertas tadi. Yuna menyelinap ke rooftop, berharap tidak ada yang melihatnya.
Sampai di sana ia melihat Chaeyeong yang sedang berdiri di dekat railing pembatas sambil mengangkat kedua tangannya.
"Ngapain?" Tanya Yuna mengagetkan Chaeryeong.
Yuna berjalan ke arah Chaeryeong sambil bertanya-tanya dalam hati bagaimana Chaeryeong bisa hidup dengan bebas, ekspresif, dan tidak kenal takut, tidak seperti dirinya sendiri.
"Sini naik ke sini. Enak loh udaranya!" Ajak Chaeryeong.
Yuna menggalengkan kepalanya, "Nggak mau. Takut."
"Nggak berubah sama sekali. Kamu masih Shin Yuna yang dulu." Kata Chaeryeong sambil tertawa.
Untuk pertama kalinya dalam dua minggu itu, Yuna tertawa lepas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ryujin Sempurna | 2SHIN
Fanfiction"Shin Yuna, saya perlu bicara. Temui saya nanti setelah pulang sekolah." Usai mengucapkan itu Ryujin pergi begitu saja.