Wafi Julian

27 4 0
                                    

Wafi berjalan santai menuju kelasnya, XI IPA 1. Earphone nya yang sudah bertengker manis di telinga dengan putaran lagu playlist milik Nara, ya Nara membuat kan playlist lagu di handphone milik Wafi karna jika sewaktu-waktu dia ingin mendegar lagu bisa menggunakan handphone Wafi juga. 

Jangan lupakan tatanan rambutnya yang selalu berantakan tapi tidak mengurangkan ketampanan nya sedikit pun. Baju yang keluar dari celana dan Jas khas sekolah Adiwiyata yang hanya dia sangkut kan di pundaknya. Oh damn, you're cool Wafi. I'm done.

Teman dekat dari sahabat Maminya ini sangat-amat membuat Nara terpikat. Look nya tidak usah diragukan lagi, Wafi juaranya right?. Siapa yang tidak terobsesi dengan pesonanya Wafi? seluruh penghuni Adiwiyata menyukainya. Termasuk Nara. 

Semua orang binggung dengan hubungan antara Nara dan Wafi. Mereka ini sebenarnya apa?. Selalu bersama tapi setiap ditanya soal hubungan baik dari keduanya menjawab tidak. Tapi nyatanya tidak seperti itu. 

Sialnya, mereka dekat karna kedua orang tua mereka yang nyatanya bersahabat sedari SMP. Mami Ghina dan Bunda Rita bersahabat sejak SMP. Dipertemukan pasangan mereka saat SMA yaitu Bram dan Tayama. Dan kenal dekat sampai saat ini dengan Wafi sejak SMP, tidak sengaja satu kelas saat kelas 8 yang saat itu Nara adalah murid baru.

Tuhan sudah mensetting pertemuan antara kedua orang tuanya. Apakah tuhan juga akan mensetting takdir dari kedua anak itu untuk bersama? 

"Bro Wafi apa kabs?" entah sejak kapan Jovan sudah berada di samping Wafi, merangkul pundak Wafi dengan tangan kananya. 

Wafi? sudah tentu diam. Dia lagi mau balas omongan yang gak penting apa lagi kalo Jovan yang nanya.

"Dih, semut kali gua didiemin" ujar Jovan lagi. 

Drama, batin Wafi.

"Apa?" balas Wafi acuh. Kini dia menidurkan wajahnya pada tumpuan tangannya.

"Lo yang apa? bengong aja dari tadi" ujar Jovan sambil meniru gerakan Wafi yang bengong tadi.

"Palingan biasa, abis jemput Nara kan lo? ngaku" saut Alvaro tiba-tiba. Sejak kapan laki-laki itu sudah ada di depan Wafi. 

"Setan lo ya? kaget gue nihh" ingat, ini Jovan bukan Wafi yang jawab.

Alvaro mengabaikan pertanyaan Jovan, fokusnya kini berada pada Wafi.

"Iyaa" balas si pelaku.

Alvaro menggebrak meja kecil. "Kan gue udah bilang Fi, kalo lo capek untuk antar-jemput Nara berhenti aja. Minta Bunda lo ganti pekerjaan gituu" sunggut Alvaro kesal.

Semua teman Wafi tahu betul tentang hubungannya dengan keluarga Nara. Wajar untuk hal yang satu ini mereka pun tahu.

"Gue gabisa" kini Wafi menegak kan tubuhnya. 

"Gabisa apanya gila, tiap pagi muka lo kaya orang belum tidur tau gak. Lagian udah setahun juga lo kaya gini. Gak capek?" ujar Alvaro lagi.

Wafi tahu kalau Alvaro ini kesal pada dirinya. Selalu dia tanyakan pertanyaan ini pada dirinya. Jangan kan Alvaro, Wafi sendiri juga tidak tahu mengapa ia tidak bisa untuk berhenti antar-jemput Nara.

"Gue gabisa" lirihnya lagi.

Jovan tau situasi kali ini sudah memanas. Baik dari keduanya tidak ada yang mau mengalah. "Mending kita ke kantin aja yo gengs, gue denger Bu Lidya gak masuk" Jovan meleraikan perdebatan pagi ini. 

Tidak ada jawaban dari keduanya. Jovan memutar bola mata malas. 

"Woi ayolah, Noah udah nungguin kita di kantin" Jovan kesal Jovan.

NARA [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang