Kilasan yang memaksa masuk ke dalam pikirannya adalah memori pemilik tubuh yang asli. Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu Adipati Ratih Kusuma Dewi. Ia jelas langsung menyadari bahwa dirinya berada di dunia yang berbeda, ia melampaui jauh alam semesta dari yang seharusnya. Tubuh yang ditempatinya itu persis seperti tubuhnya di masa lampau. Berbagai misteri masih menyelubungi pikirannya, apakah ia dan pemilik tubuh asli ini saling bertukar ataukah ia sebenarnya telah bereinkarnasi, namun jika mengingat bahwa ia yakin mereka adalah dua orang yang berbeda dan ia tak ingat akan kehidupan lampaunya di tubuh ini menyatakan bahwa ia memang masuk ke tubuh wanita ini begitu saja.
Tanpa sadar ia mengabaikan suaminya karena berusaha menelaah hal yang begitu baru baginya, dan mencoba beradaptasi dengan keadaan yang ada. Beruntung kilasan yang terjadi itu semakin terasa lebih jelas sehingga dirinya sudah sedikit memahami menjadi siapa dirinya di dunia masa depan ini. Sekarang ia hanya perlu membiasakan dirinya sebagai sosok yang lain yaitu G.K.B.R.Ay.Ad Raden Ayu Ratih Kusuma Dewi selama ia menelaah misteri akan apa yang terjadi dan kenapa waktu seolah membawanya jauh dari lingkup waktu dimana seharusnya ia berada.
Ia mengangkat wajahnya ketika menyadari suasana senyap di sekitarnya, padahal pria itu masih berada di sana mengamatinya dalam diam membuat ia merasa malu karena tak tahu diri.
"Mas," panggilnya pelan.
"Kau sudah merasa lebih baik Yu?" tanyanya tenang, seolah tak menyadari rasa malu yang dirasakan oleh isterinya.
Pria yang tidak lain adalah suaminya Sang Adipati, perlahan menggerakkan tubuhnya untuk menghampiri isterinya. Jarak mereka sudah dekat ketika pria itu berdiri di samping ranjangnya dan menyentuh keningnya pelan.
Sementara isterinya menatapnya dengan bingung. "Maaf?" tanyanya bingung.
"Semalam kau demam," jawab Sang Adipati.
Seolah menyadari maksud pria itu Ratih langsung menyuarakan kalimat yang menjawab pertanyaan pria itu. "Aku baik-baik saja Mas."
Pria itu tampak meneliti wajah isterinya yang balik menatapnya dengan tenang. "Kau yakin jika dirimu baik-baik saja?" tanyanya lagi.
Ratih terdiam ketika pria itu lagi-lagi menanyakan keadaannya, namun berbanding terbalik dengan ekspresi tenang pria itu yang seolah menunjukkan bahwa sikap perhatiannya hanyalah sebuah formalitas belaka. "Aku sangat baik-baik saja, Mas."
Mereka kembali terdiam sementara Ratih kembali berpikir bahwa semuanya menjadi semakin terbaluti oleh misteri yang tak akan mampu dipecahkan olehnya dalam semalam, sementara malam semakin larut ketika dua sosok itu saling larut dalam pemikirannya masing-masing, melanglang buana mengarungi ruang yang tak terbatas.
"Baiklah," ucap pria itu kemudian, lebih dulu membuka suaranya. "Silahkan beristirahat, selamat malam." Kata-kata penutup pria itu sebelum bergerak menjauh meninggalkannya tanpa perlu Ratih memberikan kalimatnya sebagai balasannya.
"Selamat malam, Mas," jawab Ratih pelan tanpa merasa perlu didengar oleh Sang Adipati.
***
Sudah dua minggu dirinya menghabiskan waktu yang sangat tak produktif di dalam kamar ini. Orang-orang masih berpikir bahwa dirinya sedang dalam pemulihan sehingga disarankan untuk beritirahat. Luka di kepalanya sudah lebih baik, dan kain yang membalutinya sudah dilepaskan. Namun Ratih tak tahan berada dalam ketidaktahuan di kehidupan yang masih dipelajarainya. Jari-jemarinya kemudian menyentuh dengan pelan cangkir keramik berisi minuman yang memantulkan pandangan dirinya sembari berusaha mengingat kenangan terakhir di masa lampaunya atau lebih tepatnya kenangannya seminggu yang lalu sebelum terbangun di tubuh ini.
Kala itu wangi dupa memenuhi seluruh ruangan bersamaan dengan sesajen yang sudah tersusun rapi. Ia duduk bersimpuh sambil menghaturkan sesajen kepada yang di atas. Rambut hitam panjangnya yang sepinggang tergerai dengan indahnya. Malam itu ia merasa jika dirinya berada pada titik putus asa. Di dunia ini terlahir menjadi seorang wanita membuatmu tak punya pilihan dalam hidup. Berasal dari rakyat biasa bukan hal yang baik bahkan menjadi keluarga bangsawan juga tetap tak menghadirkan keadilan. Aliran akhir hanya membuatmu berakhir pada kata pernikahan dan pengabdian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Waktu
Ficção HistóricaSri Ratih Tunggawijawa adalah puteri dari Kerajaan Hindu di masa lampau yang hidup pada abad ke-8. Terbangun dari tidurnya ketika ia menjadi Raden Ayu Ratih Kusuma Dewi, isteri dari seorang Adipati di masa kolonial pada abad ke-19. Berbagai permasal...