Wallahi ga boong, kasih vote alias pencet bintang di pojok situ ga bayar kok :)
Demi alek, gratiiis :)
Kata bapa tebe, buat komen juga gratiiis gess :)
Dahlah, happy reading gessyuuu :*
***
Dalam Islam, senyum merupakan bentuk ibadah yang berpahala. Sehingga sangat dianjurkan untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Tersenyum dapat memberikan banyak manfaat bagi seseorang. Bahkan senyum bisa menjadi sedekah bagi seorang Muslim.
Dari Abu Dzar radhiyallahu anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Senyummu di hadapan saudaramu (sesama Muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu", (HR at-Tirmidzi, Ibnu Hibban).
Sedangkan dalam fisiologi, senyum adalah ekspresi wajah yang terjadi akibat bergeraknya atau timbulnya suatu gerakan di bibir atau kedua ujungnya, atau pula di sekitar mata. Kebanyakan orang senyum untuk menampilkan kebahagiaan dan rasa senang. Meski sebenarnya banyak orang yang tersenyum hanya demi menutupi luka yang sedang meradang dalam hatinya.
Seperti Amy.
Hari ini perempuan itu memang banyak tersenyum, tapi siapa yang tau kalau itu hanya sampul dari bagaimana kondisi hatinya yang sebenarnya. Sekarang ada rasa takut di sana.
Bagaimana ya, reaksi Adim nanti saat ia tahu kalau Amy membawakannya makan siang. Senang kah?
Allah, semoga saja.
Doakan Amy ya.
Pertama, Amy menuju resepsionis. Memang dia istri dari pemimpin perusahaan ini, tapi tetap saja, harus bertanya. Siapa tahu kan, Adim ternyata sudah keluar untuk makan siang.
"Permisi. Siang mbak!" Amy menyapa resepsionis itu lebih dulu.
"Siang, ada yang bisa saya bantu?" balasnya dengan senyum ramah.
Amy ikut senyum juga, "Hmm, pak Adim nya, ada?" ia menanyakan objek pertamanya.
"Iya, pak Adim ada di ruangannya karena memang lagi ada tamu,"
"Oh... Kalau boleh tau, tamu penting atau siapa ya?"
"Tamunya pak A-"
"Lho, Amy?!" belum juga tuntas ucapan resepsionis itu, suara seseorang yang Amy kenal menghentikannya.
"Ghatan?" iya suara itu milik Ghatan, yang ternyata datang bersama Jean. Amy kenal mereka? Jelas iya jawabannya. Adim, Ghatan, Jean, Amy, dan Reya. Mereka satu sekolah.
Termasuk perempuan yang membuat hati Adim tidak bisa untuknya.
"Lo ngapain di sini?" tanya Ghatan.
Amy mengembangkan senyumnya, lalu menunjukkan apa yang sedang dipegangnya, "Makan siang buat Adim,"
"Kok tumben My?" Ghatan bertanya kembali. Ini yang pertama kalinya Amy membawa makanan untuk Adim, bagaimana tidak heran. Jean saja sampai di buat tercekat jantungnya.
"Iya Tan, soalnya mulai hari ini aku udah mutusin buat antar makan siang ke Adim." jelas Amy.
"Hm... Yaudah kalau gitu bareng kita aja ke ruangannya. Gue sama Jean juga mau ketemu dia,"
"Gak apa-apa nih?"
"Kenapa emangnya?" kali ini Jean yang bersuara.
"Tadi kata mbak resepsionis nya lagi ada tamu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Admy (Adim & Amy)
Teen FictionMungkin, baginya menikah denganku adalah titik mati dalam hidupnya. Menikahi perempuan yang tidak dicintainya. Tapi, bagiku ketika tahu dia yang akan menjadi imam shalatku, aku sangat bahagia. Bukan main. Dia cinta pertamaku, hanya namanya yang ku...