VII. Ujian 3

426 51 19
                                    

🕊️ Krololol 🕊️

( ͡° ͜ʖ ͡°)

Third Person POV

Malam itu adalah malam yang diliputi oleh kesunyian, semua kadet yang telah diuji sedang berada di kamar mereka masing-masing. Berbeda dengan para atasan, mereka sedang berkumpul di tempat sang komandan untuk mendiskusikan sesuatu.

Sesuatu yang penting.

"BUAHAHAHAHAA BAA-BAGAIMANA BISA KAU KALAH HAHAHAHHA PERUTKU SAKIT SEKALI PAHAHAHAHA!!!" Tawa itu benar-benar tawa yang dapat didengar oleh semua orang di ruangan itu maupun di luar, siapa lagi kalau bukan hanji yang tertawa terbahak-bahak seperti itu.

"Dengar hanji, aku juga tidak tahu dia akan berbuat seperti itu kepadaku. Dengan tiba-tiba dia melempar sesuatu yang bahkan aku tidak tahu apa itu dan membuat penglihatan ku menjadi kabur seketika, aku mengira dia sudah menyerah bersama teman kecilnya itu ternyata itu hanya tipuan." Jelas mike yang diakhir kalimatnya ia menghembuskan nafas lelah serta kecewa terhadap dirinya sendiri. Erwin mendengar penjelasan dari mike, dia sedang berpikir. Dia mencerna.

"Apa ada yang tahu apa yang dia lempar?" Tanya Erwin kepada semua yang ada di sana.

"Emmmmm setelah ditelusuri, itu ternyata hanyalah sebuah tepung. Tepung yang biasanya kita buat untuk memmmmmbuat kue------rasanya hambar eugh dan sangat tidak enak." Jawab Hanji lalu menjelaskan, penjelasan itu membuat semua orang di sana menatap aneh pada dirinya.

"Kau mencicipinya...? Dasar wanita gila" Ujar si prajurit terkuat.

"Tentu saja, Levi. Benda itu membuat ku sangat penasaran, jadi-------mau tak mau aku harus mencicipinya. Aku sendiri saja terkejut itu hanya tepung, tapi di satu sisi aku juga kebingungan.....dari mana ia dapatkan tepung itu....? Apa mungkin sebelum ujian dimulai..? Hmmm kemungkinan." Hanji begitu bingung dengan pertanyaannya sendiri, begitupun yang lainnya. Kecuali, untuk sang komandan dan prajurit terkuat.

"Oi, apakah ada gerak gerik aneh dari kelompok si bocah bangsawan ingusan itu?" Tanya Levi kepada salah satu kadet yang menjadi pengawas di hutan tadi, kadet itu tidak tahu harus menjawab apa. Dia terlihat seperti orang linglung yang benar-benar kebingungan.

"Emm a-ano Heichou...sebenarnya---selama ujian berlangsung tidak ada satu pun tanda-tanda keberadaan dari kelompok mereka, kecuali di detik terakhir mereka mencapai tempat tujuan. Tidak ada sama sekali laporan tentang mereka, kami sempat mengira jika mereka berada di tempat terlarang karena kami tidak ada yang berjaga di sana. Tapi, kami belum tau pasti ini benar atau tidak dan masih mencari tahu." Jelas kadet pengawas itu, semua orang menatap tidak percaya kepada kadet pengawas ini. Mereka tidak percaya, namun itulah faktanya. Fakta yang harus mereka hadapi.

"Hahahah..." Seseorang tertawa, semua mata tertuju padanya. Dia mengambil posisi duduk tegak dengan muka yang mulai serius namun sedikit ada rasa lega di keseriusannya itu.

"Bagaimana bisa mereka berada di tempat terlarang....? Tempatnya saja sudah terlarang. Mungkin kalian saja yang tidak bisa melihat posisi mereka berada, atau mungkin karena mereka itu sebenarnya tahu dimana posisi kalian melihat mereka. Maka dari itu mereka bersembunyi dari tempat yang tidak bisa kalian jangkau." Jelasnya.

"Hmmm sepertinya tidak mungkin, Erwin~~ Para kadet pengawas ini bersembunyi di dalam pohon yang tinggi, dengan daun yang lebat, kayu yang kuat dan mungkin----kedap suara.....? Tapi, jika memang benar hanya kecil kemungkinannya. Kau tahu ituu kann~~" Bantah Hanji terhadap argumen Erwin, dia merasa bahwa itu tidak mungkin.

"Hanji, aku tahu itu tidak mungkin bagimu. Tapi, itu mungkin bagi mereka" Ujar sang komandan beralis tebal dengan wajah yang dipenuh keyakinan, hanji hanya menatap kebingungan. Mengapa sang komandan seyakin itu tentang mereka, apakah ada sesuatu di pikirannya itu? Tidak ada yang tahu. Mereka pun berdebat------------tentu saja secara berkepala dingin. Ya, mereka saling berpendapat dan melempar opini tentang kelompok (Y/N). Benar sekali, kelompoknya menjadi topik utama dari perdebatan mereka. Meskipun tidak semuanya ikut dengan perdebatan itu, termasuk pria dengan panggilan prajurit terkuat itu. Ia memang sedikit tertarik dengan topik pembicaraanya namun, jika dia mengingat kembali memori waktu dia bersama bocah ingusan itu sangat-sangat tidak mengenakan hati serta pikiran. Dia pun membuang jauh-jauh lalu bergidik ngeri akibat pikirannya sendiri. Dia pun keluar dari ruangan itu.

Love Pain (Levi X Reader)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang