- bonus -
malam itu pukul dua belas lewat, di ujung jalan kota seoul, di salah satu supermarket yang berada diantara bangunan-bangun besar, dua orang pemuda masih enggan beranjak dari tempatnya, duduk di kursi supermarket 24 jam itu tanpa ada tanda-tanda akan beranjak dari sana.
"minggir, jay sialan! kau menghalangi!"
"YAK! aku mati!!"
"ya, bagus! kau mempersulitku sejak tadi."
jeno membanting pelan ponselnya di atas meja putih bersih di hadapannya, menatap malas sosok di sebelahnya sebelum kembali melempar pandangan ke luar kaca tembus pandang di depannya, melirik ramainya jalan raya di malam larut seperti ini.
misi selesai, renjun tertawa puas melihat banyaknya exp yang ia dapatkan untuk dirinya sendiri karena jeno telah kalah dalam misi.
renjun meraih botol jus jeruk miliknya yang masih utuh dan disegel, lalu menaruhnya di hadapan jeno. "buka kan untukku."
"excuse me, sir??" jeno dongkol, bukan sekali dua kali renjun seperti itu, dan mau seberapa banyak jeno mencibir, ia tetap akan menuruti renjun pada akhirnya.
hampir 1 tahun lamanya sejak renjun menetap kembali di korea, tinggal dengan pamannya dan memutuskan lanjut universitas di negeri ini juga. tak bisa dipungkiri bahwa jeno dan renjun semakin akrab, semakin saling mengenal, dan semakin memahami satu sama lain. siapa yang menyangka bahwa duo yang sempat berlabel musuh abadi itu ternyata satu frekuensi dan bersahabat baik sekarang? mereka sendiri masih merasa tak menyangka.
drrt..drrt..
ponsel renjun berdering.
"guanlin?" jeno melirik. ah.. pemuda tinggi yang satu jurusan dengannya dan renjun. yah, mereka lumayan dekat akhir-akhir ini.
samar-samar jeno mendengar renjun mendengus sebelum mengangkat telepon itu.
"apa?" tanya renjun malas, ia merasa sedikit lelah karena guanlin yang berusaha mendekatinya akhir-akhir ini.
"..."
"itu bukan urusanmu?"
"..."
"tidak bisa, dan tolong, berhenti, ya? berhenti mengejarku."
"..."
"aku tak peduli orientasi seksualku, aku hanya malas terlibat dengan satu 'hubungan'. itu saja."
lalu, sambungan diputus sepihak oleh renjun setelah ia mengucapkan beberapa kata terakhir.
"kenapa kau malas terlibat dalam satu 'hubungan'?" tanya jeno begitu renjun membanting ponselnya seperti ia membanting ponselnya tadi.
"tidak tertarik, merepotkan, menambah masalah hidup, dan aku tak ingin menjadi orang bodoh hanya karena 'cinta'."
jeno terkekeh. "kau akan menarik kata-kata itu suatu saat nanti."
"aku tidak peduli? lagipula aku tidak berjanji akan berpikir seperti itu selamanya. hanya saja itu pemikiranku saat ini."
hening beberapa saat, saling termenung memikirkan banyak hal dan kejadian-kejadian yang terjadi akhir-akhir ini. suara ribut dan gelak tawa beberapa menit lalu menguap entah kemana. supermarket yang sepi itu terasa semakin sepi dan dingin.
"apa yang kau jalani selama ini adalah keinginanmu sendiri, jay?" renjun membuka suara lebih dulu, menatap jeno yang memainkan batang permen di mulutnya.
"sejujurnya, aku memiliki beberapa mimpi dulu, tapi sekarang aku memutuskan untuk fokus dengan apa yang pasti menantiku, meneruskan perusahaan ayah dengan mark hyung."
renjun mengangguk paham. "yah, kau ada benarnya. andai aku dapat berpikir sepertimu."
"kenapa?"
"kau tau kan, suatu saat aku akan kembali padanya, aku juga pasti akan meneruskan perusahaannya. tapi jay, aku punya mimpi. aku ingin jadi seniman, profesi yang kegiatannya selalu aku gemari sejak kecil."
"meneruskan perusahaannya tidak buruk, justru luar biasa, tapi, itu bukan jalan yang ingin aku tuju, dan 'kembali'...aku..tak mau," lanjut renjun.
sejak kejadian itu, keadaan memang terasa lebih baik bagi renjun. ia dan nian kembali ke korea dan tinggal bersama paman kim, ayah saeron, sedangkan jeno dan ayahnya mengurus permasalahan. renjun merasa lega saat tau bahwa ia tak mempunyai hak untuk kembali pada ayahnya untuk sementara waktu, tapi sayang sang ayah tak semudah itu untuk dituntut ke pengadilan, bahkan atas perintah ayah jeno sekalipun.
suatu hari paman liu, sekretaris mr.huang menyampaikan bahwa renjun harus melanjutkan universitas dengan jurusan perbisnisan. saat itu, renjun tau bahwa mimpinya harus terkubur dalam-dalam detik itu juga.
"menikahlah denganku, rain."
renjun mendengus. "not the right time for jokes, jay."
"dasar tak punya hati, bisa-bisa bercanda seperti itu, bagaimana dengan haechan?" lanjut renjun.
"bodoh, kita sudah putus sejak dua bulan yang lalu."
renjun memakan cake roll miliknya. "benarkah? kenapa aku tidak tau?"
"karena kau bodoh dan tidak peka. aku tak percaya kau hampir membalap kepintaranku di sma."
"kau mau mati?" renjun menatap tajam dengan sisa-sia whipped cream di sudut bibirnya. terlihat konyol untuk seseorang yang sedang mengancam.
"aku bisa membantumu. melihat posisi masing-masing, kau pasti mengerti kenapa aku menawarkan hal itu."
renjun terdiam, jeno ada benarnya. pemuda itu adalah anak kedua dari keluarga lee, sedangkan ia adalah anak pertama keluarga huang. dua keluarga yang sama-sama memiliki perusahan besar. jika renjun menikah dengan jeno, ia tak perlu meneruskan perusahaan ayahnya dan dapat meraih mimpinya. tapi..renjun tak bisa semudah itu untuk setuju, karena, hei! ia seorang pria dan jeno seorang pria.
renjun menggeleng. "tidak, itu ide buruk."
"why?"
"ayolah, jay. ini pernikahan, bukan sesuatu yang main-main, kau sudah banyak membantuku jadi berhenti untuk yang satu ini. kau harus menikah dengan orang baik, orang yang tepat, dan orang yang kau cintai," ujar renjun.
"bagaimana jika itu dirimu?"
"apa? maksudmu?"
jeno tersenyum miring, ia bangkit, tangannya meraih satu permen di dekat kasir lalu membayarnya.
"yak! kau meninggalkanku?!"
jeno berbalik, lalu tersenyum. "cepatlah, anak kecil tak boleh bermain terlalu larut."
"siapa yang kau panggil anak kecil?!"
jeno tertawa lalu keluar lebih dulu dengan renjun mengikuti, namun baru beberapa langkah mereka menjauh dari supermarket, renjun teringat bahwa ia melupakan topinya, pantas saja ia merasa jauh lebih dingin. belum sempat renjun berbalik, topi hitam milik jeno sudah lebih dulu dipakaikan ke kepalanya.
"malas, lupakan yang itu dan pakai milikku," ujar jeno. "ingat, aku yang akan memastikanmu berada di bagian atas roda kehidupanmu, rain."
renjun mengerutkan keningnya, lalu tertawa kecil. "kau ini, tidak nyambung, tau?"
jeno mengulum senyum, yah, itulah renjun. tapi akan jeno pastikan sumpahnya terwujud nanti, pasti.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Anonymous Boy? ✓
Fanfictionft. noren └jeno dan renjun adalah musuh abadi, semua orang tau itu. tapi, apa yang terjadi kalau mereka tau kebenaran bahwa mereka adalah teman baik di anonymous chat? #1 in jenoxrenjun [20.4.21] #3 in deepweb [22.4.21] start : Mar 28'21 finish : Ma...