O1

2.7K 344 18
                                    

"kau masih berhubungan dengan 'anonymous boy' itu?"

renjun mengangkat wajahnya, mengalihkan atensinya dari ponsel ke sepupu perempuannya, kim saeron. "kenapa?"

saeron mengangkat bahunya acuh. "hanya bertanya."

"kau tak pernah penasaran sebelumnya bahkan selama dua tahun ini. kenapa kau tidak ke kelasmu?" tanya renjun lagi.

"aku tidak bisa, ada jeno dan teman-temannya di depan pintu, sedang bermain gitar dengan kerennya, mana bisa aku lewat sana? aku tidak bisa tenang jika melakukannya." ujar saeron.

renjun memutar bola matanya malas. "kau tau, lebih baik chat dengan anonymous daripada berpikiran sempit sepertimu. yak, kau hanya perlu lewat dan semua akan semudah itu! dasar gila, ada apa dengan semua orang?"

huang renjun, seorang siswa biasa yang tak ingin mencolok, bahkan dianggap tak ada pun terasa baik untuknya. tak banyak yang dapat dekat dengannya karena selain orangtuanya yang termasuk salah satu donatur terbesar di sekolah, renjun adalah orang yang apa adanya, dia adalah sarkas yang sesungguhnya. tak ada juga yang berani mencari masalah dengannya, kecuali lee jeno.

lee jeno? dia bukan seorang siswa biasa seperti renjun, semua orang tau dia dengan hanya kau sebutkan marganya saja. humble dan ramah pada semua orang menjadi poin plusnya selain pintar dan berprestasi. dia sudah punya pacar, seorang pemuda manis bernama lee haechan. tak ada yang tak suka dengannya, kecuali renjun, tentu saja.

"sampai kapan kau akan membenci lee jeno, huh?" tanya saeron frustasi.

"forever, as long as i'm still breathing."

***

"yak, pergilah kalian ke kelas masing-masing," usir jeno pada teman-temannya saat ia melihat sang kekasih datang.

"cih, pacaran, lagi??"

"diamlah."

"jeno-yah, selamat pagi!" sapa lee haechan ceria. jeno balas tersenyum sembari mengusak pelan rambut sang kekasih.

"coklat atau strawberry?" tanya jeno.

"strawberry!"

jeno berbalik, mengambil sesuatu dari kursinya lalu memberikannya pada haechan, sekotak susu strawberry dan sandwich strawberry juga.

"woah, kau menyiapkannya? terimakasih banyak jeno!"

"you're welcome, my prince."

ting!

suara notif ponsel jeno mengalihkan dua sejoli itu. rain mengirimkan pesan, jeno hanya melihatnya sekilas, tanpa membalas chat itu ia kembali mengalihkan atensinya pada haechan, mengajak pemuda itu untuk duduk.

"kenapa kau tak membalasnya?"

"aku hanya ingin fokus padamu sekarang."

"kau masih berteman baik dengannya? apa tidak masalah kamu memberikan nomermu sembarangan pada orang asing?"

"hei, kenapa tiba-tiba membicarakan itu? biasanya kau tak pernah penasaran, haechan-ah."

"aku hanya memastikan kau hanya berteman dengan stranger itu atau tidak, kau tau, kalian sudah dua tahun dekat walaupun tak pernah bertemu."

"hei, dengar," jeno memegang kedua bahu haechan. "kami mengirim pesan dengan nomer lain, kami juga tak pernah saling tau wajah masing-masing, dan yang terpenting, kami berteman."

"kau bisa berteman denganku, kau bisa menceritakan semuanya padaku. kenapa kau jarang sekali melakukan itu padaku, jeno-yah?"

"aku tak pernah punya masalah, haechan. pengobatanku juga selalu berjalan lancar. aku hanya merasa ingin mempunyai sahabat pena, itu menyenangkan jika kau mencobanya. mengertilah," lirih jeno.

hening beberapa menit. jeno menghembuskan nafasnya pelan, merasa sedikit bersalah karena berpikir bahwa pertengkaran kecil ini terjadi karena ulahnya.

"baiklah, aku mengerti. maafkan aku membuat mood mu buruk, jeno."

jeno tersenyum tipis. "it's okay."

Hi, Anonymous Boy? ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang