sembilan belas

163 20 11
                                    

Selamat membaca!!!



Dharma meringis pelan saat tak sengaja luka lebam di sudut bibirnya  tersentuh jemarinya. Gio juga ikut meringis saat desahan kesakitan Dharma terucap begitu saja dari mulutnya.

"Tadi Om sama papa lagi main ya? Kok Gio gak di ajak."Gio masih kecil dan harus diperlihatkan adegan yang akan membuat kejiwaannya bisa jadi sedikit terguncang tapi apa yang di liat Dharma saat ini. Gio tak takut sama sekali malahan Gio sudah cocok menjadi saksi mata dalam pergulatan malam hari ini.

Gio juga yang membantunya. Membantu mengambil obat saja. Tapi dia yang selalu menemani Dharma saat mengobati lukanya.

"Besok ajarin Gio ya Om. Biar nanti Gio bisa lawan kakak."

Dharma tertegun seraya mengangkat Gio ke dalam pangkuannya."Gio kenapa bilang begitu."

"Kakak jahat sama Gio. Suka marah-marah sama Gio,"jawab Gio jujur. Sorot matanya meredup saat ingatannya teringat akan suara Bella yang selalu membentaknya.

Anak kurang ajar

Kakak akan pukul kamu!

Anak haram

Itu semua masih membekas dalam ingatannya.

Bukan kamu saja Gio tapi Om mu ini saja juga tidak di sukai oleh kakakmu.

Semua kebenciannya yang ditunjukkan kepadaku selama ini membuatku terasa aneh.

Aneh tapi begitu membekas

"Mungkin Gio harus bisa membela diri jika Gio tidak salah tapi jika Gio salah Gio harus bisa menerima luka kayak di wajah Om ini."Gio mendongak menatap wajah Dharma yang juga merunduk. Gio merasa belum puas lalu berbalik berdiri tegak menatap wajah Dharma dengan jarak yang lebih deket.

"Jadi jelek."

Dharma tersenyum dirinya tak tersinggung hanya saja. Apa benar wajahnya sejelek itu.

"Bukannya Gio juga jelek."

"Gio ganteng kayak Papa,"jawab Gio pede dengan senyum pepsodent.

Senyuman Gio selalu mengingatkan sesuatu tentang seseorang tapi siapa. Kenapa sebagian wajahnya sangat mirip dengan Bella seperti wajah Rusdi perpaduan Mirna tapi yang paling menonjol tetap wajahnya Bella. Tapi saat Gio tersenyum sangat mirip dengan seseorang tapi siapa?

Tok!! Tok!!

Mereka serempak menoleh. Gio turun begitu saja dan berlari membuka pintu."Mama!"

"Gio ke luar dulu ya? Mama mau bicara sama Om Dharma."Gio menurut dan pergi dari kamar Dharma.

Mirna tampak gelisah dan tentunya sedikit tak enek.

Apa yang terjadi saat ini juga membuatnya tak kalah sangat marah tapi rasa gelisah telah menghantuinya mau tak mau dia harus meminta bantuan kepada Dharma yang tak lain orang yang membuatnya sangat kecewa dan menghancurkan kepercayaannya selama ini.

"Ada apa Mbak?"Dharma berdiri menghampiri Mirna yang sangat bingung.

"Bella belum pulang sejak tadi. Mbak khawatir. Mas Rusdi juga tidak peduli. Mbak mohon tolong cari keberadaan Bella. Perasaan Mbak tidak enak Dhar."

"Baik Mbak biar aku yang cari Bella saja."Dharma mencari kunci mobil yang baru saja dia beli seminggu lalu tapi masih dia cicil. Mobil ini untuk dia nanti mencari pekerjaan bisa jadi dia akan keluar kota sama seperti pekerjaannya dulu.

Mirna bisa bernafas lega."Kalau begitu hati-hati tapi Mbak sedikit kecewa sama kamu."

"Itu sudah sewajarnya aku mendapatkan itu semua dan aku juga sangat berterima kasih kepada kalian sudah mau memberiku tumpangan tempat tinggal."Mirna langsung berlalu pergi meninggalkan Dharma yang begitu menyesali perbuatannya.

Badai Pasti BerlaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang