05 - Abim dan Serkan

15.5K 1.8K 54
                                    

"Rasa cinta itu ada benarnya dan yang paling benar adalah rasa cinta itu tumbuh karena terbiasa."
—Antariksa—


Happy Reading!
—————————



Siang berganti malam, mentari pun telah tenggelam tergantikan oleh bulan.

Di suatu ruangan rumah sakit, terbaring seorang remaja cantik yang masih berada di alam bawah sadarnya. Terlihat wajah tenang yang sedang menghembuskan nafas dengan teratur.

Disisi kanannya, terdapat seorang lelaki dengan cemas menunggunya terjaga. Sesekali ia menghela nafas berat, hatinya bergejolak menuturkan perkataan maaf. Seandainya saja Abim langsung mengantarkan Rasel pulang ke rumah, pasti tidak akan seperti ini kejadiannya.

"Sel, bangun dong. Ga lucu banget kalo lo mati sekarang." Abim masih setia menemani Rasel di pinggir kasurnya. Di samping Abim, terdapat remaja jangkung seumurannya yang memasang wajah datar.

Remaja itu adalah Serkan,

ada Tyas juga di sampingnya.

Saat peristiwa pingsannya Rasel di tengah pertandingan. Seluruh penonton dan wasit ricuh. Sparing dihentikan, dan tanpa basa-basi Serkan langsung menggendong Rasel ke mobilnya hingga berakhir membawa remaja manis itu ke UGD.

Serkan cukup terkejut saat dokter mengatakan bahwa penyakit maag kronis milik Rasel kambuh.

Ia sedikit merasa bersalah karena penyebab sakitnya Rasel adalah dirinya. Seharusnya Serkan tidak memaksa Rasel untuk sparing saat itu juga.

"Ngapain lo masih disini? Pulang sana!" Abim mengusir Serkan dengan kasar.

"Lo aja gih," Serkan membalas cuek.

"Anjing!" Abim mulai mengepalkan tangannya kesal, ingin sekali ia melayangkan tinjunya ke wajah sialan Serkan.

"Ini tuh salah lo, Kak. Harusnya lo biarin Rasel makan sama gue bukannya malah nyeret Rasel ikut sparing!" Tyas ikut menimpali. Jujur saja, Tyas juga kesal dengan sikap kakaknya.

Tyas paham kakaknya berusaha menjaga dirinya dari laki-laki asing. Tapi kali ini sudah berlebihan!

Tyas justru yang awalnya mengajak Rasel untuk makan bersama karena ia tahu, Rasel tidak punya uang saat itu. Ntah bagaimana Tyas bisa menyadarinya, insting wanitanya menyuruh untuk menyapa Rasel. Tyas bahkan yakin Rasel bukan orang jahat.

"Gue gak suka dia deket sama lo." Serkan membela diri.

Abim semakin mengeratkan kepalan tangannya begitu mendengar perkataan Serkan. Ia tak rela sahabatnya disalahkan atas semua ini. Sudah jelas Serkan adalah kedoknya. Terlebih lagi, yang menjadi korban disini adalah Rasel, bukan Tyas atau siapapun.

Abim sudah tidak tahan lagi. Ia bangkit dari tempat duduknya, kemudian menghampiri Serkan.
"Batalin aja taruhannya. Gue udah ga niat lanjutin hal bocah kayak gitu," Ucap Abim.

"Ga bisa, sekolah lo udah kalah dari awal."

"Lo tolol atau apa hah?! Ga liat Rasel hampir mati gara-gara lo?!" Abim mencengkram erat kerah baju Serkan, ia tak bisa lagi menahan emosi.

"Easy man, gue cuma minta Rasel pindah ke sekolah gue kok.." Serkan tersenyum licik sembari melepas cengkraman Abim pada kerah bajunya.

"Kak, udahlah, ini masih di rumah sakit.." Tyas menengahi. Ia buru-buru melerai Serkan dan Abim agar perkelahian tidak lagi terjadi.

"Tyas, bawa kakak lo keluar dari sini sebelum gue beneran ngebunuh dia sekarang!" Abim membalikkan tubuhnya dan kembali duduk di samping ranjang rumah sakit.

Tyas mengangguk paham dan menarik lengan kakaknya untuk keluar dari kamar rawat Rasel.

Tapi tetap saja, bukan Serkan namanya kalau tidak keras kepala. Serkan langsung menghempaskan tangan Tyas kasar, enggan untuk keluar.

"Kak, ga enak kalo ribut di rumah sakit..." Tyas lagi-lagi semakin memaksa kakaknya untuk pergi.

"Oke gue pergi sekarang, tapi satu hal yang harus kalian inget—" Abim tersentak begitu Serkan mendekatinya dengan tatapan penuh amarah.

"—Gue bakal buat Rasel pindah ke Dirgantara gimana pun caranya."

Setelah mengucapkan ancaman itu, Serkan langsung keluar kamar rawat inap disertai bantingan pintu.

Abim maupun Tyas, keduanya terdiam melihat kepergian Serkan.

Suasana di kamar inap hening seketika.

Mereka terhanyut dalam pikiran masing-masing sebelum akhirnya pikiran mereka kembali ke dunia nyata.

"K-kak Serkan tunggu!" Tyas menunduk pamit ke arah Abim dan langsung berlari menyusul Serkan.

Abim masih membisu mencerna perkataan Serkan. Ia tahu ancaman barusan bukan hanya bualan semata.

Serkan serius ingin Rasel pindah ke Dirgantara. Tapi entah mengapa, Abim justru bertambah curiga pada Serkan.

Abim memang kenal dekat dengan Serkan sejak SMP. Mereka dekat karena sudah ditakdirkan untuk born to be rival.

Abim tahu betapa overprotektifnya Serkan terhadap Tyas. Bermula dari Tyas yang harus diantar jemput Serkan kemana-mana, bahkan hingga pembatasan pertemanan lawan jenis.

Abim tahu Serkan tidak suka Tyas berdekatan dengan laki-laki lain. Biasanya jika Tyas ketahuan menjalin hubungan atau sekedar mengobrol dengan lawan jenis, Serkan akan langsung meninju wajah lelaki itu.

Namun, jika disangkut pautkan dengan kasus Rasel,

Serkan mengetahui Tyas berinteraksi dengan Rasel yang notabenya 'lelaki asing.'

Tapi tidak ada satupun luka memar atau tanda-tanda Serkan melakukan kekerasan terhadap sahabatnya itu.

Justru Rasel masuk rumah sakit karena penyakit bawaannya, bukan karena dipukul atau dianiaya oleh Serkan.

Ketika dipikirkan kembali, bukankah ini cukup janggal begitu Serkan menggunakan Rasel sebagai bahan taruhan? Apalagi pemuda itu meminta Rasel untuk pindah ke Dirgantara.

Apa sebenarnya tujuan Serkan?







-
-
-
-
-
To be continue

-----To be continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Serkan Ananta

ANTARIKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang