O4

30 5 1
                                    

"Tuan Chenle ini sarapan nya." Seorang wanita paruh baya meletakan sepiring sarapan dengan segelas susu dan segelas air putih di meja tepat di depan seorang pria muda dengan panggilan Chenle.

"Iya makasih."

"Papa mama kemana?" Tanya Chenle kepada pembantu rumah tangga nya yang sedang membersihkan debu.

"Sudah berangkat kerja tuan," jawabnya. Chenle hanya mengangguk dan kembali menghabiskan sarapannya sendiri lagi untuk kesekian kali nya.

"Bi ini yang masak om Jason bukan?" Tanya Chenle kepada pembantu rumah tangga yang bertugas di dapur dan ruang makan.

"Bukan tuan, chef Gerald yang memasak nya."

"Kok bukan om Jason? Bukannya sarapan bagian om Jason?"

"Iya tuan, chef Jason sedang sakit jadi digantikan oleh chef Gerald."

"Ada apa tuan? Apa masakan saya kurang enak?" Tanya Gerald selaku chef yang memasak di rumah Chenle.

"Enggak kok, ini enak. Cuma pentesan aja rasa nya agak beda dari biasanya eh ternyata om Gery yang masak," ucap Chenle. Chenle memang memanggil chef yang biasa memasak saat waktu nya makan malam itu dengan sebutan Gery karena ia tidak suka memanggil nama serumit itu menurut Chenle.

"Iya tuan. Apa ada yang bisa saya buat kan lagi?"

"Enggak, sana istirahat aja Chenle udah kenyang," ujar Chenle dan meminum susu yang di sediakan hingga habis.

"Makasih om Gery, makanan nya enak."

"Iya sama-sama tuan."

Chenle turun dari kursi yang berada di meja makan dan meninggalkan piring kotor yang akan di cuci oleh pembantu yang bertugas di bagian dapur dan ruang makan.

Di rumah besar ini walaupun Chenle selalu di tinggal kedua orang tua nya berkerja namun rumah tidak terasa sepi karena banyak perkerja rumah yang mengisi rumah besar ini.

Setiap bagian rumah memiliki pekerjanya masing-masing sehingga setiap sudut rumah yang jarang di kunjungi pun akan tetep selalu bersih tanpa adanya debu sedikit pun.

Chenle berjalan menuju taman belakang rumah nya. Apa Chenle tidak sekolah? Jawabannya tidak. Chele memang tidak sekolah umum tapi home schooling karena dia muak dengan semua teman nya yang hanya mengincar uangnya saja.

Dulu ketika Chenle SMP, ia bersekolah di sekolah umum dan memiliki banyak sekali teman namun tiba-tiba salah satu perusahaan papanya mengalami kerugian dan Chenle mengatakan itu pada teman-temannya, tidak lama temannya satu persatu menghilang dan mengatakan bahwa Chenle akan miskin.

Semenjak itu Chenle tau kalau semua teman nya hanya menginginkan uang nya saja, mereka semua hanya memanfaatkan dirinya. Padahal hanya satu perusahaan saja yang merugi, mereka tidak tau kalau papa nya memiliki banyak perusahaan, dan mengalami kerugian itu hanya lah salah satu cabang nya.

Dan Chenle sejak itu tidak mau sekolah umum lagi, lebih baik sendiri dari pada memiliki teman yang tidak tulus. Lagipula home schooling juga tidak benar-benar belajar sendiri, ada beberapa teman, walaupun tidak banyak, paling dua belas anak saja. Tapi karena uang Chenle yang terlalu banyak terkadang Chenle meminta belajar di rumah saja seorang diri.

"Tuan ingin minum?" Tawar seorang pelayan rumah Chenle.

"Mau deh, milkshake sama biskuit ya," jawab Chenle sambil duduk di bangku seperti ayunan berbentuk telur.

Pelayan itu mengangguk dan pergi mengambilkan keinginan tuan muda rumah tempat ia berkerja.

"Bosen." Chenle melihat-lihat beberapa pekerja yang sedang memotong rumput dan menyirami bunga-bunga kesayangan ibu nya.

"Ini tuan." Pelayan tadi memberikan minuman dan makanan yang di pesan oleh Chele tadi.

"Makasih."

"Hari ini libur dulu ya belajar nya Chenle males," ucap Chenle kepada pelayan yang memberikan makanan tadi.

"Baik tuan nanti saya telfon guru nya, untuk libur hari ini."

Chenle hanya mengangguk dan memakan dan meminum cemilan yang tadi ia minta.

"Ngapain ya hari ini?" Tanya Chenle pada dirinya sendiri.

"Ke rooftop aja deh." Chenle berjalan kearah rooftop rumah nya.

Rooftop tempat favorit Chenle kalau ia merasa bosan dan kesepian. Karena di rooftop ia bisa melihat sekeliling rumah nya yang di kelilingi oleh pepohonan lebat membuat rumah Chenle terasa sejuk.

"Gak punya temen bosen banget." Chenle duduk bersandar pada bangku yang ada di rooftop.

Chenle melihat-lihat pepohonan di sekitar rumah nya.

"Buat apa hidup mewah tapi kesepian gini, kaya sia-sia aja hidup gue."

Chenle kembali bersandar pada bangku yang tersedia di rooftop sambil melihat langit yang cerah. 

"Ck bosen." Chenle berjalan meninggalkan rooftop.

Menuruni tangga menuju ke kamar nya. Di dalam kamar yang serba mewah itu, Chenle berdiri di dekat jendela berlapis emas seraya memandang ke luar, mencoba menghayal barangkali ada orang sepantaran yang melihatnya lalu mengajaknya berteman. Menjadi anak orang kaya nggak se-indah yang ada di pikiran. Mereka benar terlimpah ruah dengan harta, tapi jauh di lubuk hati mereka mendambakan sebuah kebersamaan, bukan hanya harta kekayaan.

Chenle menghela napas nya lirih,"Mau sampe gue miskin juga nggak bakal ada yang lewat disini," ujar Chenle pasrah.

Chenle hanya ingin teman.

"Rumah siapa nih anjing? gue baru tau ada rumah segede ini di sini."

"Yeu, mata lo emang burem sih, ini rumah yang punya perusahaan rokok dari china. Lo suka nyebat juga, masa pendiri nya aja nggak tau."

"Heh ketos sok tau, maap-maap aja ya, emang rokok yang di jual di Indonesia cuma satu apa, ya lagian persetan dah sama yang punya. Yang penting rokoknya nggak mahal terus enak aja udah cukup."

"Bodo amat njing."

Chenle mendengar percakapan dari arah luar kamarnya. Chenle yang sebelumnya terfokus dengan game online di pc nya bergerak mendekat kembali ke jendela rumahnya. Dua punggung laki-laki dengan balutan seragam putih serta tas slempang lah yang Chenle dapatkan. Ingin rasanya Chenle memanggil kedua laki-laki sepantaran nya itu, tetapi Chenle kembali teringat akan pesan Kakeknya, bahwa dunia luar itu kejam, suatu saat kamu bisa ditipu oleh siapapun. Nyali Chenle mendadak ciut jika mengingat hal tersebut.

Chenle memilih meneruskan game online di pc nya, menembak musuh-musuh fana rasanya lebih aman daripada harus keluar dari rumah. Sampai Chenle kembali terusik dengan suara ribut dari luar rumahnya.

Chenle menekan tombol home di pc nya lalu melangkahkan kakinya menuju ke halaman depanㅡtempat keributan.

"Punya mata kagak sih! Udah tau ada orang jalan malah di tabrak! Dikasi mata tuh di pake, jangan buat pajangan aja!"

Chenle yang berdiri di depan pintu hanya melihat keadaan, seraya meresapi apa yang terjadi. Seorang  laki-laki dibantu dengan teman nya berdiri, lengan nya lecet serta dahinya mengeluarkan darah. Lalu, mobil dari perusahaan Chenle ada di dekat mereka.

"Jen, udah jangan dilawan. Gue gapapa."

Chenle melihat laki-laki yang terluka itu menahan laki-laki di sebelahnya yang hendak melayangkan bogeman kepada petugas perusahaan Ayah Chenle.

"Jaem, lo gila apa? Dahi lo berdarah, lengan lo lecet dan lo masih bilang lo nggak kenapa-napa. Sini lo bangsat, nyetir mobil aja nggak becus!!!"

Chenle hanya bisa meringis saat satu pukulan mendarat di pipi sopir Chenle yang ada di depan nya itu. Laki-laki yang Chenle dengar bernama 'Jen' itu terlihat sangat menakutkan bagi Chenle, ia benar-benar emosi saat ini. Sampai laki-laki di sebelahnya yang Chenle dengar dengan sebutan 'Jaem' itu membawa secara paksa Jen yang masih menatap sengit sopir nya walaupun mereka sudah berjalan cukup jauh.

"Demi apapun, gue takut banget liat mereka."

***

Yak, selamat datang kembali xixixi

🌟🌟🌟

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 10, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bad DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang