"We are not friends.
Just lovers without cares."💔💔💔
Namanya Satrio. Lelaki kelahiran Pamekasan, 23 Februari 2000. Seorang mantan atlet pencak silat dengan segudang prestasi, sudah femes sejak SMP. Banyak perempuan yang menaruh hati, tetapi dia tidak peduli. Kulitnya sawo matang dengan wajah manis dengan kumis tipis. Kalau tersenyum, gantengnya maksimal sampai membuat hati baper habis. Sedari dulu, aku selalu menyukainya. Dari sekadar teman sekolah, berubah menjadi friend lalu girlfriend.
17 April 2016, dia menembakku di lapangan upacara SMAN 2 Pamekasan. Dengan bantuan teman-temannya, dia membuat sebuah simbol i love you, dengan aku dan dia berada di tengah-tengah. Bergaya seperti pangeran di film romantis, dia berlutut, mengulurkan segenggam bunga mawar yang dipetik dan dihias sendiri, menyatakan perasaannya padaku.
"Shof, kita sudah lama kenal sebagai teman dan merasa nyaman. Setiap malam chatan, sering jalan dan berbagi perasaan. Aku ingin kita memiliki ikatan lebih dari sekadar teman, jadi..." Rio, bagaimana Satrio biasa disapa, menarik napas dalam, menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang, gugup. "Will you be mine?"
Pipiku merona, tersipu malu. Tangan dan kakiku mendadak dingin, memberikan rasa gugup sampai ke relung jiwa. Ini seperti mimpi yang berubah menjadi kenyataan. Lelaki yang aku sukai sejak dulu, mencintaiku dan menginginkanku menjadi miliknya. Ya Tuhan, tidak pingsan saja, aku sudah sangat bersyukur.
"Yes, I will." Lantang dan yakin, aku menjawab itu seraya menerima bunga handmade pemberiannya.
Dia tersenyum lebar lalu bersorak gembira seperti kegembiraan suporter olahraga saat tim kesayangannya memenangkan piala dunia. Bahkan, dia memelukku, membuat sorakan dari teman-temannya menjadi semakin keras dan antusias. Beruntung, dia menyatakan cinta di sore hari sehingga tidak terlalu banyak orang. Guru pun tidak ada. Walau gosip kemudian menyebar dan membuat hubungan kami go public tanpa diminta. Saat itu aku merasa, kami adalah pasangan paling berbahagia sedunia.
Dengan Satrio, aku menjalani masa SMA yang penuh dengan suka cita. Walau pernah ada air mata dan pertengkaran kecil singgah di antara kami, hubungan ini tetap berjalan lurus karena cinta. Hari demi hari, bulan demi bulan, waktu berlalu tanpa terasa, menghadirkan sebuah kisah romansa yang tidak luput dari cerita berbagai rasa.
Anniversary pertama, Rio mengajakku bertemu di salah satu kedai. Sengaja dia tidak menjemputku, memberikan kejutan di meja nomer 5 di mana kue cokelat lengkap dengan strawberry asli dan krim cokelat, kue dengan satu lilin di tengah itu cukup membuatku berurai air mata. Dia menunggu dengan segenggam balon berbentuk hati dan tulisan, "Selamat hari jadian ke-1, Shofa Sayang. Mari bersama di tahun-tahun berikutnya."
Aku mencintainya. Perlakuan manis dan penuh perhatiannya padaku membuatku merasa menjadi perempuan paling berbahagia di dunia. Di tahun kedua, kami masih bersama. Walau sempat berselisih karena pilihan universitas yang tidak sama, kami merasa semua masih bisa dijalani meskipun harus LDR. Cinta kami lebih kuat dibandingkan jarak apapun. Setidaknya, saat itu aku percaya itu.
Di tahun ketiga adalah waktu paling berat bagiku. Hubungan LDR kami dimulai, di mana aku berkuliah di ITS jurusan statistika, sedangkan Rio di UNIBRAW Malang, jurusan biologi. Jadwal kuliah yang berbeda dan kesibukan untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman serta lingkungan baru membuat kami sulit menghindari pertengkaran. Namun, sebisa mungkin kami terus bertahan karena cinta dan komitmen untuk tetap bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOT ME NOT I
RomancePerselingkuhan tidak akan terjadi jika tuan rumah tidak membukakan pintu untuk tamu. Jadi, jangan salahkan tamunya saja, tapi penyambutnya juga. Cara terbaik untuk menghukum mereka adalah dengan mengunci mereka di dalam rumah yang sama lalu membakar...