Bab. 3 Crazy

720 127 13
                                    

"Hawa untuk Adam. Rama milik Sinta. Raganya dipunya, tapi tidak hatinya."

- Shofa -

Cara terbaik mengenali musuh adalah dengan menjadi temannya. Tidak sulit mencari tahu tentang seseorang pada zaman sekarang. Dengan berbekal nama lengkap, sosial medianya akan muncul di pencarian pertama. Kalaupun dia memakai nama berbeda dengan aslinya, aku bisa bertanya pada temanku atau mencarinya di akun teman-temannya. Mereka pasti akan saling mengikuti, kecuali dia adalah perempuan zaman batu yang tidak mengenal cara bersosialisasi.

Aku berhasil mengikuti media sosial perempuan itu dengan akun palsu. Sengaja melakukan itu agar tidak diketahui oleh siapapun. Perselingkuhan dua orang itu tetap harus menjadi rahasia. Akan sulit untuk membalas dendam jika kebusukan mereka terbongkar dengan cepat. Aku tidak mau menjadi pihak yang dicampakkan. Bagaimanapun, aku harus menjadi pihak yang mencampakkan. Itu pun, setelah aku membuat mereka membayar apa yang seharusnya mereka dapat karena bermain api di belakangku.

Satrio, kekasih lima tahunku, bukanlah lelaki bodoh. Sebagai mantan atlet, otaknya juga bagus, tidak hanya ototnya. Buktinya, dia diam-diam membuat akun baru dan sengaja memblokir akun sosial mediaku sehingga tidak bisa melihat aktivitasnya di belakangku. Namun, ada banyak jalan menuju Roma. Hanya perlu akun baru untuk bisa mengetahui dan menelusuri jejak kebusukan mereka.

Aku merasa akan muntah saat melihat akun Satrio menyertakan simbol heart dan sengaja men-tag akun Instagram selingkuhannya. Dia seolah ingin membuktikan kalau perempuan itu adalah satu-satunya dan utama di dunia ini untuknya. Lelaki tidak tahu diri. Lima tahun kebersamaan kami dianggapnya tidak berharga sama sekali. Ingin diri ini memaki, tetapi cara itu tidak anggun sama sekali.

Dari hati paling dalam, aku masih mencintai Satrio. Itu sebabnya, aku tetap mempertahankan hubungan kami dan berpura-pura tidak tahu apa-apa saat ini. Walau dia sudah mengkhianati diriku dan cinta kami, aku tidak mau memilih untuk mengakhiri. Satrio akan berdalih apalagi sekarang aku menuduhnya. Bukti yang dimiliki belum sepenuhnya valid. Aku membutuhkan saksi dan bukti pasti yang tidak akan bisa dibantahnya lagi nanti.

Ayu Sasi, nama perempuan itu. Dari daftar following dan akun sosial media yang lain, aku mengetahui kalau dia bukan anak tunggal seperti Rio, kekasihku. Dia memiliki seorang kakak lelaki, sudah bekerja. Aku mengintip namanya, Dewa Laksana. Entah kebetulan atau keadaaan memberikan kemudahan, Dewa bekerja di kota yang sama denganku. Bahkan, tempat kerjanya cukup dekat dari kampusku. Selalu ada kesempatan dalam kesempitan, aku rasa istilah tersebut memang benar adanya.

"Kamu gila!" Nadia mengomel saat aku mengatakan padanya tentang rencanaku.

"Kenapa?" Aku tidak terima.

"Kamu mendekati kakaknya untuk bisa balas dendam terhadap adiknya? Kenapa kamu nggak bunuh saja Rio? Bagaimanapun, dia yang salah. Kenapa harus melibatkan orang yang tidak bersalah, Shofa?" Nadia meninggikan suaranya. Ini pertama kalinya dia membentakku. Bertahun-tahun berteman, dia selalu merendahkan suara. Sangat menakjubkan mendengarnya bersuara tinggi. "Kenapa tertawa? Apa yang lucu?" Nadia mendelik sebal.

"Kamu," jawabku jujur membuatnya semakin kesal.

"Dengar, Shof. Kamu hanya akan menyakiti dirimu lagi dan lagi jika kamu mendekati Dewa hanya untuk membalas Ayu Sasi. Itu tidak akan adil baginya, Shof."

"Dia tidak becus mendidik adik. Jadi, sudah wajar kalau dia mendapatkan karma." Aku beralasan.

"Hei, harusnya kamu menyalahkan orang tuanya, yang mendidik dia adalah ayah dan ibunya, bukan kakaknya." Nadia berdalih.

"Kalau begitu, haruskah aku menggoda ayahnya?" Ide yang cukup bagus.

"Kamu sudah melebihi gila! Insane." Nadia menyipitkan mata. "Jangan pernah memikirkan itu. Aku akan berhenti menjadi temanmu jika kamu melakukan itu." Ancaman yang cukup bagus.

NOT ME NOT ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang