Bab.4 Logic

760 136 15
                                    

"Logikanya begini. Kalau tidak dicari, dia tidak peduli atau kamu tidak terlalu berarti."

- Shofa -

Dewa Laksana, 26 tahun. Seorang karyawan di perusahaan swasta di mana aku melamar sebagai anak magang. Ini adalah semester terakhir dan kesempatan untuk magang terbuka lebar. Sebenarnya, aku tidak ingin melamar di perusahaan itu, tetapi mengingat ini kesempatan terbesarku. Aku memberanikan diri. Mau diterima atau tidak, aku tidak peduli. Prioritas utamaku adalah mendapatkan hati Dewa, itu saja. Yang lain-lain, aku tidak peduli.

Satrio, kekasihku yang sudah tidak lagi setia, jarang menghubungi. Dia beralasan sibuk karena harus skripsi dan lain-lain. Akan tetapi, aku tahu kesibukannya saat ini, Ayu Sasi, bukan Shofa Izzati. Hatiku sakit setiap kali menyadari kenyataan pahit tersebut. Namun, aku masih mencintainya. Aku tidak ingin dicampakkan oleh siapapun. Kalaupun hubungan ini harus berakhir, aku yang akan memutuskan waktunya. Bukan dia, apalagi perempuan laknat itu. No way.

Tiga hari, sembari menunggu panggilan wawancara, itu pun kalau berhasil lolos seleksi, aku mengikuti akun media sosial Dewa, dengan akun lain tentunya. Beruntung, dia tidak menjadikan media sosialnya private sehingga aku bisa leluasa mengamatinya. Setiap hari, aku mencatat kegiatan lelaki itu berdasarkan update terbarunya. Dia tidak banyak mengumbar kegiatan pribadi, tetapi dari foto-foto yang diunggahnya, aku sedikit tahu tentang rutinitasnya.

Dewa banyak memposting mengenai sebuah kedai kopi, tidak jauh dari tempat dia bekerja. Sepertinya, dia sangat suka menghabiskan waktu di sana, terutama saat akhir pekan. Dia menyukai kopi, latte dan cappucino, dua rasa yang banyak diperlihatkan seolah menunjukkan rasa dan seleranya secara suka rela.

Sabtu, akhir pekan, sekitar jam 4 sore, aku sudah bersiap-siap. Aku akan memulai rencanaku. Aku menamainya "7 hari mengejar cinta Dewa." Ya, setidaknya selama seminggu aku harus berusaha mati-matian untuk merebut hati lelaki itu, menjadi dekat dengannya lalu keluarganya. Perlahan, tapi pasti. Aku akan mendekati Ayu Sasi dan membeberkan kenyataan kalau dia hanyalah selingkuhan dari Rio. Aku yang pertama, bukan dia. Aku yang paling dicintai dan mencintai Rio. Jika dia berani menyakitiku, maka kakaknya harus merasakan hal yang sama sepertiku. Mereka cukup dekat, foto keduanya terpajang di sosial media masing-masing sehingga Sasi pasti tidak mau kakaknya terluka dan memilih untuk melepaskan Rio. Setelah bermain-main sedikit, Rio juga akan aku campakkan. Sungguh rencana yang sempurna.

Aku menatap diriku yang terlihat sangat feminim, berbeda dengan gayaku yang sedikit tomboy dan seringkali casual. Hari ini aku sengaja memakai dress floral v neck berwarna kuning dan sandal bertema bohemian nan chic. Dipadukan dengan Sling bag pink pastel, penampilanku sempurna. Untuk gaya rambut, aku sengaja memakai half up-half down hair. Aku sengaja mengepang sebagian rambut bagian atas dan membiarkan bagian bawah tergerai indah bergelombang untuk menambah kesan sederhana dan chic karena dress yang aku kenakan bermotif ramai.

Aku ingin memikat Dewa. Dalam salah satu akun facebooknya tahun lalu, dia mengatakan menyukai perempuan dengan penampilan feminim. Bahkan, dia menggambarkan dengan jelas bagaimana perempuan idaman hatinya. Itu cukup menjengkelkan bagi orang lain, tetapi sangat menguntungkan bagiku. Selain itu, mengingat dia tidak memasang foto dengan perempuan atau membuat status untuk seseorang, aku menebak, dia masih lajang. Kalaupun tidak, aku tidak peduli. Aku ingin memikat hatinya, bukan memacarinya. Itu dua hal yang berbeda.

Apa kamu yakin tidak akan jatuh cinta padanya? Pertanyaan Nadia kembali terngiang di telingaku. Tidak akan. Kali ini pun, aku sangat yakin dengan hal itu. Aku tidak akan jatuh cinta pada Dewa. Aku bukan Rio yang mudah berubah perasaan karena keadaan. Never.

NOT ME NOT ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang