"Dih, sejak kapan lo melihara kucing?" Pevita langsung menyangkal pertanyaan berbalut pernyataan yang dilontarkan Rival begitu melihat kucing cokelat itu ada dalam pelukannya.
"Sejak tadi," jawab Rival keceplosan.
"Tadi? Berarti boleh nemu dong lo? Nggak yakin gue tampang kayak lo bisa jadi majikan yang baik. Lagian emang lo penyayang binatang?"
"Yee... jangan salah. Di rumah gue ada ikan, iguana, hamster, sugar glider, love bird, kecoa juga gue pelihara."
"Kucing?" serobot Pevi, secepat itu menemukan celah.
"Nggak."
"Nah! Nggak mungkin lo bisa merawat anabul ini."
"Makanya gue pengin pelihara. Biar ada kucing di rumah gue."
"Lo mau jadiin hewan seunyu ini percobaan? Kalo sampai nggak terawat, dosa loh. Ditanggung sampai akhirat. Apalagi kucing, kesayangan Nabi."
Ya... begitulah, perkara kucing aja diributkan oleh Tom and Jerry ini. Padahal, inti dan tujuan utama Kenes aja belum tercapai: mencari tahu siapa pemiliknya. Ini Korea Utara sama Korea Selatan langsung saling kirim rudal nuklir aja.
"Woi... ini gue mau cari tahu siapa pemiliknya. Kalian berdua udah ribut aja berebut hak asuh," seru Kenes, mulai kesal.
"Gitu lah, kalo dua orang yang pernah saling mencintai kemudian berpisah, pada akhirnya berebut hak asuh anak." Budi ikut menimpali.
"Diem lo 'Ini Ibu Budi'!"
Budi yang bola matanya nyaris tak kentara karena ketebalan kaca mata yang dikenakannya mengedip-ngedipkan mata sok manis, membalas Pevi yang menyalak.
"Ken..." Begitu Gia memanggil nama Kenes, kegaduhan ini mendadak mereda. Gia mengoleskan minyak kayu putih pada ujung hidungnya dan berdiri segera. "Itu anak kucing dari mana?"
"Ada di pantry nih, di dalam kardus mi instan."
"Itu bener punya lo Val?" tanya Gia pada Rival yang masih bersiaga jika Pevi tetap ngotot ingin memiliki anabul tersebut.
"Iya, Mbak. Gue nemu di rooftop tuh kucing. Kasihan daripada kehujanan, gue bawa turun aja. Mau gue bawa pulang nanti."
"Berarti tuh kucing bukan punya lo, kan?" tanya Gia, menuntut kejujuran.
Rival menggeleng pelan.
"Nah! Berarti belum ada pemiliknya. Gue pelihara aja ya, Mbak."
Gia berkacak pinggang. "Nggak bisa. Itu kucing cakep begitu, berarti ada yang melihara. Kebetulan kabur aja kali dari rumah majikannya. Paling juga punya warga daerah sini. Nanti kalo yang punya nyari ke sini gimana?"
"Halaahhh... nggak bakal, Mbak Gee," sambar Rival cepat.
"Yee... siapa bilang. Waktu itu aja ada yang ke sini nyariin ular peliharaannya yang lepas, nggak taunya ada di backyard." Gia sama sekali enggak bohong. Setahun lalu memang ada laki-laki bertubuh tambun yang minta izin masuk ke komplek kantor mereka karena mengaku kehilangan ular peliharaannya. Ternyata itu ular ada di halaman belakang, di dekat musala, dan bikin geger orang sekantor.
"Seriusan ada ular? Agak menyeramkan ya..." Pevi langsung bergidik ngeri.
"Dih, emang lo nggak tau?" tanya Rival, seolah-olah Pevita ketinggalan berita skandal Kerajaan Inggris yang dikonsumsi masyarakat seluruh dunia.
"Lo lagi cuti ke Pengalengan waktu itu." Kenes mengingatkan.
"Oh iya ya?"
"Ho oh. Terus mau diapain nih, Gee?" tanya Kenes. "Kan di sini nggak boleh ada binatang peliharaan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Milo on Monday
RomanceMereka bukan pasangan serasi. Rivaldy bukan tipikal cowok idaman Pevita. Gaya berpakaiannya enggak necis, cara ngomongnya enggak berwibawa dan humornya super receh. Pevita lebih suka Aidan yang ganteng, kalem, dan kalau ngomong bikin meleleh. Pevita...