5

7 5 2
                                    

Semua penulis pasti ingin dihargai. Dan kalian pasti tau bagaimana cara menghargai suatu karya.

Ingatkan jika ada typo.

Happy reading

Kami berdua kembali muncul setelah beberapa saat berada di tengah cahaya yang menyilaukan.

"Vsvahw iedhsbsn."

"Kejsbskts tavzjbzbz nabsh jfjdbz jdjdshsjn bfjaonesr."

"Bsj xhkjr hshfuu gsuisj."

-aku ngarang. Gak usah dibaca. Itu sebenernya gak ditulis juga gak papa. Tapi Vlyzaa pas nulis lagi gabut.

Aku dapat mendengar keributan di sekitarku. Aku tidak mengenali bahasa mereka. Tapi sepertinya aku tau apa yang mereka bicarakan.

"Siapa mereka?"

"Kenapa mereka tiba-tiba muncul disini."

"Aku juga tidak tau."

Kira-kira seperti itulah yang mereka katakan.

Aku melihat kesekitarku. Ada beberapa orang disini. Sekitar 6 sampai 8 orang. Dan sepertinya kami mendarat di ruang keluarga. Sepertinya kami telah merusak acara family time mereka.

Salah seorang laki-laki menghampiri kami. Sepertinya dia seorang kepala keluarga.

"Siapa kalian?" Tanyanya.

Disusul dengan seorang perempuan yang sepertinya istri lelaki tadi.

"Darimana kalian berasal?"

Kami masih terdiam, lalu saling tatap.

"Emm, perkenalkan. Namaku Varo Aquaro. Panggil saja Varo." Varo memperkenalkan diri. Dan yang membuatku terkejut adalah, bagaimana ia bisa berbicara dengan bahasa mereka?

"Namaku Pisca rekala. Kalian bisa memanggilku Pisca." Pisca juga memperkenalkan diri dengan bahasa mereka.

Oke, aku akan mencoba.

"Aku Viroky Avirgo. Panggil saja Viro. Kami tidak tau bagaimana kami bisa sampai di sini. Kalo boleh tau dimana kita sekarang?" Aku memperkenalkan diri. Sekaligus berusaha mencari informasi.

Apa kami sedang di luar negeri? Tapi aku benar-benar tidak mengenal bahasanya. Padahal aku sangat suka belajar bahasa-bahasa di dunia.

"Kalian sedang berada di kota Vena. Perkenalkan namaku Aro. Ini istriku Ari. Dan mereka adalah anak-anakku, Arsa. Si kembar Arfa dan Arfi. Dia Arna dan anak bungsu kami, Arlo." Lelaki tersebut memperkenalkan penghuni rumah.

Dan dari sini aku tau. Semua nama mereka diawali dengan 'ar'.

"Kota Vena? Kota apa itu?" Tanya ku lagi.

"Kau tak tau kota Vena?" Arsa nampak terkejut.

"Kota Vena adalah ibukota klan Aries." Arfa memberitahu.

Klan? Apa kami sedang berada di dunia lain?

⭐⭐⭐

Setelah perkenalan singkat tersebut, kami di izinkan untuk istirahat terlebih dahulu. Kami di antarkan kesebuah kamar di lantai dua. Di klan ini, hari telah malam. Semua penduduk tengah terlelap di atas kasur nyaman mereka.

Aku tidak berbohong, kasurnya memang sangat nyaman. Aku rasa, kasur ini dapat menyesuaikan dengan bentuk tubuhku.

Tapi, kami tidak dapat terlelap. Kami tidak mengantuk. Seharusnya di kota kami masih pukul 15:45. Tentu saja kami tidak akan mengantuk di jam tersebut. Kami hanya bisa berguling-guling di atas kasur ditemani rasa bosan.

Aku mendudukkan diri. Sibuk berpikir. Padahal aku juga tidak tau apa yang sedang ku pikirkan.

Huh! Semua ini sungguh membosankan.

Dari sudut mata, aku dapat melihat Varo juga vangkit dari tidurnya. Ia mengacak rambutnya yang telah berantakan. Lalu menoleh kearahku dan Pisca.

"Aku punya sebuah tebak-tebakkan." Ucapnya. "Ah, tidak. Mungkin bukan tebak tebakkan. Ah, sudahlah."

Aku merotasikan bola mata dengan jengah. Aku yakin dia akan menanyakan hal tak berguna. Tapi... ya sudahlah. Setidaknya itu akan menghibur kami yang tengah kebosanan.

"Pertanyaannya, jika ada seseorang yang berdo'a agar do'anya tidak, apajah do'anya akan terkabulkan?"

Aku mengernyitkan dahi, Sudah ku duga. Sedangkan Pisca nampak berpikir.

"Menurutku, do'anya tidak akan dikabulkan." Ucap Pisca beberapa saat kemudian.

"Bagaimana bisa seperti itu?" Tanya Varo. Lebih terdengar seperti sedang mengetes jawaban Pisca.

"Karena dia meminta seperti itu, bukan?"

"Yup. Itu berarti do'anya terkabulkan, karena itulah yang dia doakan. Agar do'anya tidak terkabulkan." Varo menjelaskan. Pisca kembali terlihat berpikir.

"Berarti do'anya terkabulkan?" Pisca bertanya.

"Tidak juga. Jika do'anya terkabulkan, berarti do'anya tidak terkabul. Karena yang dia minta adalah agar do'anya tidak terkabul. Jika do'anya tidak terkabulkan - kembali ke yang tadi, berarti do'anya terkabulkan. Karena itulah yang dia minta." Jelas Varo panjang lebar.

Pisca tengah mencerna apa yang barusan dikatakan oleh Varo. "Jadi jawabannya?"

Aku mendengus.

Varo menatapku. "Kau punya jawaban, Viro? Kau kan anak olimpiade, kau pasti pandai."

Aku kembali mendengus. "Tidak ada jawabannya. Hanya tuhan yang tau. Karena dia maha berkehendak. Terserah dia, dia akan mengabulkannya atau tidak."

"Aku tidak salah menilai. Kau memang pandai." Varo usil mengacak rambutku. Jika saja bukan aku, mungkin orang itu telah pingsan sekarang. Secara, dia idol bukan.

Aku menyingkirkan tangannya dari puncak kepalaku. Lalu mengerucutkan bibir. Varo hanya tertawa. Pisca juga ikut tertawa.

Sampai akhirnya pintu kamar itu diketok dari luar dan terbuka.

Arna muncul dari balik pintu. "Sarapan sudah siap. Mari kita makan."

Kami bertiga saling pandang. Lalu bersamaan menatap jendela. Dan benar saja, fajar telah menyingsing. Hari telah pagi.

⭐⭐⭐

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GALAKSI STARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang