Pria Kedua

31 0 0
                                    

Namanya Hiu. Aku menyebutnya begitu. Pria kedua ini ternyata yang berhasil membuatku jatuh cinta lagi. Sial sekali, bukan? Aku berharap ingin jatuh cinta. Tapi ternyata jatuh cintanya dengan dia. Memang benar kalau kita tidak bisa memilih kepada siapa kita ingin jatuh cinta. Ya dia akan datang begitu saja.

Alasan aku memanggilnya Hiu adalah karena dia adalah musuh bebuyutanku. Kita tak pernah akur tiap kali bertemu. Bahkan sebelum dekat dengannya, aku sudah sangat membencinya. Karena dia terkenal dengan sifat buayanya.

Namanya juga buaya, dia pasti pandai sekali membuat orang lain menggilainya. Dan aku termasuk perempuan bodoh itu. Aku masuk ke dalam perangkapnya. Padahal aku tahu betul kalau dia ini buaya.

Bukannya jatuh cinta pada salah seorang lelaki yang mendekatiku, lalu kita berdua hidup bahagia bersama, bukan, bukan begitu alur kisahku. Aku tidak diizinkan sekalipun untuk berhasil dengan asmaraku. Sekalinya jatuh cinta lagi, kenapa harus dengannya?

Aku baru sadar setelah aku jatuh cinta padanya. Cewek itu sebetulnya memang mudah sekali luluh. Aku sering melihat dalam drama, atau membaca dalam novel kalau perempuan memang akan mudah jatuh cinta ketika ada lelaki baik yang membantunya. Ketika dia menampakkan ketulusan saat membantunya. Seberapa bencinya aku dengan dia dahulu, semudah itu pula aku jatuh cinta. Karena kebaikan-kebaikan yang aku rasakan secara nyata.

Musuh bebuyutanku ini, bukan berarti dia sangat jahat. Tidak. Dia begitu baik. Dia buaya yang baik. Sangat baik. Mungkin aku bisa jatuh cinta padanya karena awal kita dekat memang bukan dengan embel-embel akan mendekatiku seperti yang sebelum-sebelumnya. Dia tidak menunjukkan ketertarikannya padaku sama sekali. Kita mengenal karena menjadi musuh. Dia berbeda. Dia istimewa. Cara pendekatannya tidak monoton. Selalu ada yang unik yang baru ku ketahui tentang dirinya. Diam-diam, aku menjadi suka.

Sampai sekarang aku tidak mengerti bagaimana perasaannya. Tapi dia lelaki pertama, yang berhasil lagi masuk ke hatiku setelah sekian lama. Dari tahun 2012-2017, hanya nama udang yang ada di hatiku. Pada tahun 2018 ada makhluk baru yang berhasil mengusik malam-malamku.

Aku jatuh cinta padanya. Aku mengakui itu. Sangat kelewatan jatuh cintanya. Karena dia buaya, dia tahu bagaimana cara untuk merayu wanita. Dia pandai sekali mengobrak-abrik perasaanku. Aku jatuh cinta padanya secara diam-diam.

Aku memang jatuh cinta padanya, dia juga baik kepadaku. Tapi aku hanya diam. Aku teguh pendirian untuk memendamnya. Aku tidak bilang siapa-siapa. Bahkan kepada teman-temanku yang setiap hari bersama pun aku hanya diam. Aku tak menceritakannya kepada siapa-siapa. Aku menahannya sendirian. Ku akui, aku memang pandai sekali dalam hal bersembunyi. Sampai orang lain pun tidak ada yang tahu menahu soal ini.

Kita semakin dekat. Sedekat nadi dan darah. Aku bahkan sering terluka karena tahu Hiu ini lelaki yang buaya. Dia mudah memangsa lawan jenisnya hanya dengan satu gigitan dari taringnya saja. Dia sangat mengerikan. Tapi tetap saja aku jatuh cinta dengannya.

Tubuhnya tinggi, kurus, rambutnya sering gondrong tidak dicukur. Tapi sesekali juga dia mencukurnya. Apapun bentuk rambutnya, aku tetap suka. Aku terlanjur menyukainya.

Karena teman-temanku tidak ada yang tahu, aku diam-diam suka memandanginya dari kejauhan. Saat melihatnya, aku diam-diam mengamatinya. Tidak masalah aku begini. Tidak masalah juga aku terlukai. Yang terpenting adalah aku sekarang bisa jatuh cinta lagi. Walaupun bukan kepada seseorang yang tepat, setidaknya aku bisa lepas dari cengkraman udang. Aku bisa bebas berenang dan bertemu dengan musuhku ini.

Dia memang sedikit spesial dari semua orang. Aku, yang notabennya tak pernah mau diajak keluar orang. Aku, yang notabennya tak pernah mau dijemput seseorang. Aku yang notabennya adalah anak rumahan, pernah sekali dijemput si Hiu ini pergi. Bukan kemana-mana. Ngunjungi. Kita mengunjungi pengajian. Bukan pengajian yang islami-islami banget. Makanya antara lelaki dan perempuan bisa berbaur. Pengajiannya ini dikemas dalam bentuk seni. Jadi bisa dibilang ini pergelaran seni tapi bertema islami.

Bisa-bisanya, kan, aku mau mau saja dijemput olehnya? Padahal aku tidak pernah mau jika ada yang mengajakku jalan berdua. Tidak tau kenapa, dia seolah memberiku mantra. Saat itu, kita sudah tidak sedekat dulu. Sudah berbulan-bulan kemudian. Tapi perasaanku masih ada untuknya. Aku masih suka nyetalking dia.

Dia seolah punya magnet yang membuatku mau mengatakan iya. Aku tidak tau. Tapi pergi dengannya membuatku sangat bersyukur. Karena aku pernah bermimpi menjadi Salma untuk sehari. Aku tidak pernah diperlakukan se istimewa itu. Aku seolah berperan menjadi Salma yang diajak Nathan pergi. Lalu teman-teman dia yang melihat kita jalan berdua menanyai aku siapa? Mereka mengira, aku adalah pacarnya. Astaga. Mimpi apa aku semalam? Ini benar-benar seperti aku sedang bermain drama.

Hanya semalam. Semalam saja aku dekat dengannya. Keesokan harinya, dia menjadi acuh seperti biasanya. Aku tidak tau bagaimana awalnya kita menjadi jauh. Tapi tiba-tiba kita jauh saja.

Dan sialnya ketika aku dilukai oleh orang lain begini, perasaanku pada udang selalu akan muncul lagi. Aku tidak tau sebabnya. Tapi selalu begitu. Seolah aku berfikir, tau begini aku gausah jatuh cinta lagi aja. Cukup sekali aku jatuh cinta. Maka aku tidak perlu terluka lagi dari awal.

Kepadanya, dia lelaki yang sangat baik menurutku. Meski aku kesakitan karena memendam perasaan ini sendirian, aku tetap tidak bisa membencinya. Karena darinya, aku bisa melepaskan udang.

Kalau boleh diibaratkan, dia ini seperti hanya melepaskan cekikanku saja. Dia menyelamatkan hidupku. Membebaskanku. Tapi dia tidak memegangi tanganku. Dia tidak mengajakku pergi bersama. Dia hanya cukup berhenti disitu. Seolah kehadirannya memang ditugaskan untuk membebaskan diriku.

Satu hal yang paling jahat darinya adalah karena dia sadar banyak orang yang baper karena gombalannya. Dan ketika dia mengetahui si perempuan itu baper, dia makin menjadi-jadi. Semakin parah sikap buaya nya. Dia sengaja melakukan itu. Cuma untuk membombong-bombongkan hati perempuan-perempuannya. Jahat sekali dia. Meskipun jahat begitu, anehnya aku tidak pernah bisa membencinya.

Sampai di tahun 2019, kudapati fakta lagi, kalau dia sedang berkencan. Haha tentu saja bukan denganku. Tapi dengan orang lain. Dibilang sakit hati? Oh, sangat. Aku terluka lagi. Tapi aku bisa memakluminya.

Ada perbedaan antara dia dan udang. Jika pada udang aku selalu tak rela ada orang lain yang bersamanya, kepada Hiu aku tidak begitu. Aku sungguh ikhlas melepasnya. Aku membiarkan dia memilih kebahagiaannya. Aku sungguh baik-baik saja.

Entah karena pada udang aku masih belum memaafkan dan tidak mau mengizinkan dia bahagia, atau karena hal lain aku tak tau. Kepada Hiu aku ikhlas-ikhlas saja. Karena aku tidak punya dendam dengannya. Aku tau dia menyakitiku, tapi aku memaafkannya. Mungkin disitulah perbedaannya. Seseorang yang belum memaafkan, dia akan susah untuk melepaskan. Lain dengan orang yang sudah dimaafkan, dia akan mudah pula untuk membiarkan hidup tetap berjalan.

Terkadang aku bertemu dengan Hiu dan kekasihnya di jalan. Hiu akan tetap tersenyum padaku, walaupun canggung, tapi kita tetap bisa saling melempar senyum. Lalu bagaimana perasaanku? Tidak apa. Aku sudah terbiasa. Aku sudah bisa mengontrol perasaanku sendiri. Aku sungguh mengharapkan kebahagiaannya. Aku juga mengharapkan cita-citanya bisa tercapai dengan perempuan yang dipilihnya. Aku baik-baik saja selagi dia tidak terluka.

Aku suka bingung dengan perasaanku sendiri. Perasaanku pada Hiu yang terlalu dangkal atau aku memang jatuh cinta terlalu dalam hingga semudah itu melepaskan? Aku tidak tau. Ada istilah kalau tingkat mencintai tertinggi itu membiarkan orang lain yang dicintainya bahagia meski itu bukan dengannya. Lalu dengan udang itu apa? Level mencintaiku seberapa? Kenapa aku susah melepaskannya? Aku suka mempertanyakan hal-hal itu kepada diriku sendiri. Tapi aku tak bisa menemukan jawabannya.

Yang jelas, dari semua pria yang mendekatiku, ternyat yang berhasil membuatku jatuh cinta itu si Hiu yang buaya ini. Aku tidak membencinya. Dan biar bagaimanapun, walaupun dia sejahat itu, dia tetap punya sesuatu yang istimewa dalam perjalanan hidupku.

Dear Hiu, ini untukmu..

TerdayuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang