Jungwon menapakkan kakinya di sebuah pintu gerbang sekolah barunya yang tampak menjulang dan terlihat sedikit tua.
Satu tangannya yang lain menyeret sebuah koper berukuran sedang. "Whoaa..". Decaknya dengan kagum.
Ponsel miliknya berdering. Dengan segera iapun merogoh saku mantelnya. Begitu layar persegi itu menyala, tampak sebuah panggilan masuk dari sang Ayah.
"Halo, Ayah?".
"Wonie, apa kau sudah sampai? Maafkan Ayah karena tak bisa mengantarmu langsung".
"Hmm tidak apa. Aku bisa mengerti kok".
Ya... Seharusnya hari ini memang sang Ayah-lah yang mengantarnya ke sekolah baru. Namun karena pekerjaannya yang tak dapat ditinggalkan begitu saja.
"Sekali lagi maafkan Ayah, ya?".
"Iya.. sudah, berhenti meminta maaf terus padaku atau aku benar-benar tak mau memaafkanmu!".
Bisa Jungwon dengar bagaimana tawa renyah milik pria yang telah menginjak usia kepala empat itu di seberang sana.
"Oh ya Jungwon.. Jaga dirimu dengan baik-baik selama kau berada disana ya? Ingat, jangan nakal dan belajarlah yang rajin. Carilah juga teman yang bisa kau percaya. Kau mengerti?".
"Iya Ayah, kau tak perlu cemas lagi. Aku sudah besar, aku bisa menjaga diriku sendiri".
"Rasanya seperti baru kemarin aku melihatmu lahir kedunia ini tapi sekarang, kau sudah tumbuh sebesar ini. Ayo.. jadi bayi mungilku lagi".
Jungwon sontak terkekeh begitu mendengar ucapannya.
"Berhenti merengek seperti itu Ayah! Kau bukan anak kecil lagi ingat umurmu".
"Ah baiklah-baik... Tapi baru sebentar saja kita berpisah, rasanya aku sudah sangat merindukanmu lagi".
"Uhm.. Aku juga".
Hening sejenak. Yang terdengar setelahnya hanya deru nafas keduanya yang saling bersahutan. Namun hal itu tak berlangsung lama begitu si penelepon diseberang sana kembali bersuara,
"Wonie.. Ayah harap kau bisa bersenang-senang disekolah barumu itu. Oh iya kalau kau punya waktu senggang jangan lupa untuk mengabari Ayah. Dan ingat! saat libur musim panas tiba nanti jangan lupa untuk pulang kerumah ya? Ayah akan selalu menunggu kepulanganmu".
Sementara itu, Jungwon hanya dapat menggelengkan kepalanya karena merasa tak habis pikir dengan kecerewetan Ayahnya itu yang bahkan bisa melebihi mulut perempuan.
"Kalau begitu, Ayah tutup dulu teleponnya ya? Karena lsebentar lagi, Ayah ada meeting penting. Sampai nanti lagi, Sayang. Ayah menyayangimu!".
Lantas panggilan itupun berakhir.
Tak lama kemudian, tampak seorang pria paruh baya datang menghampirinya.
"Permisi, apakah anda murid baru pindahan itu?".
Dengan segera si manispun mengangguk.
"Kalau begitu, silahkan masuk. Kepala Sekolah juga sudah menunggu anda diruangannya. Oh ya, anda bisa meninggalkan kopernya disini saja, karena nanti akan ada seseorang yang mengantarkannya ke kamar asrama".
Jungwon mengangguk kecil sebelum membawa langkahnya dengan perlahan memasuki pelataran halaman sekolah yang sangat luas diiringi dengan decakan penuh kekaguman.
Bagaimana tidak? Selain memiliki halaman yang seluas lapangan sepak bola, ia juga mendapati banyak sekali pepohonan cemara serta taman bunga yang dengan beragam jenis warna hingga menguarkan aroma yang sangat harum sekaligus membuat suasana yang menyejukkan. Tepat di tengah halaman luas tersebut, terdapat sebuah air mancur berukuran besar beserta sebuah patung berbentuk Poseidon yang tampak gagah dengan trisula dalam genggamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
arcadia | jaywon (on hold)
Fantasydo not allowed to copy paste my story for any reason! [summary] "𝐬𝐚𝐚𝐭 𝐦𝐞𝐥𝐢𝐡𝐚𝐭𝐦𝐮 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐞𝐫𝐭𝐚𝐦𝐚 𝐤𝐚𝐥𝐢 𝐬𝐚𝐚𝐭 𝐢𝐭𝐮 𝐩𝐮𝐥𝐚 𝐤𝐚𝐮 𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐦𝐢𝐥𝐢𝐤𝐤𝐮". ©2021, bunajaywon