Chapter 11

2.6K 376 46
                                    

"Happy Reading"


Spam komen yuk!!


"Udah?" Tanya Vano saat Jisya keluar dari toilet.

Jisya mengangguk pelan. Rasa bersalah sedikit menyelimuti hatinya melihat kebaikan yang Vano lakukan meski Jisya sudah berkali-kali menyakiti hati lelaki bermata tajam itu. "Seharusnya kamu gak usah beli rok gini, sayang uangnya. Saya kan udah bilang untuk beli pembalut aja. Dan dari mana kamu tau ukuran rok saya"

"Nebak aja sih dan untung nya pas. Lagian memang Mis nyaman ngajar dengan sweater nempel dipinggang gitu?"

"Tapi kan–"

"Itu uang saya, jadi mau saya gunakan untuk apa ya terserah saya"

Jisya mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam tasnya. "Saya gak tau total harga rok dan pembalut tadi berapa, saya ganti segini dulu sisa kekurangannya besok ya? Lagi gak bawa uang lebih" Ujarnya menyodorkan uang tersebut pada Vano.

"Saya bantunya ikhlas. Gak usah diganti"

"Harga rok semewah ini gak mungkin murah, Terima uang saya" Pinta Jisya merasa tidak enak.

"Maksa nih?"

Anggukan tegas dari Jisya membuat Vano mau tidak mau menerima uang itu. "Ayok" Ucapnya menarik tangan Jisya.

"Mau kemana? Jam pelajaran saya sebentar lagi dimulai"

"Saya traktir makan"

"Buat apa? Kalau kamu traktir saya sama aja kamu ngembaliin uang itu"

"Seenggaknya Mis gak terus-terusan maksa saya buat nerima uang ini kan? Ayok kita makan ke kantin"

"Vano" Panggil Jisya terdengar serius. "Jangan gini, saya tau niat kamu baik tapi saya mau kamu jaga batasan" Lanjutnya kali ini lebih pelan.

"Jangan terlalu serius, saya juga gak ada nyangkut pautin perasaan sama traktiran ini"

"Tapi ini disekolah Vano"

"Oke pulang sekolah kita pergi makan diluar, gak ada penolakan karena Mis sendiri yang gak mau makan disekolah" Jelas Vano kemudian berjalan lebih dulu mendahului Jisya yang mematung.

Sikap Vano membuat hatinya berdesir aneh. Apa mungkin cinta itu sudah ada? Jika iya Jisya berharap lebih baik rasa itu terhapus saja meski sekecil butiran pasir sekalipun.

"Tolong jangan baik sama saya. Kamu terlalu baik untuk saya yang jauh dari kata baik. Asal kamu tau wanita yang kamu cintai ini pembunuh ayahnya sendiri Vano" Lirih Jisya pelan menunduk dengan air mata yang jatuh menetes.

Kehadiran Vano di hidupnya seperti menggantikan perhatian dari sosok ayahnya sewaktu masih hidup dulu. Jisya mencintai Alvino tapi kenapa hanya Vano yang membuat Jisya merasa sangat tersentuh setiap kali diberi perhatian kecil. Pengorbanan Vano saat merelakan punggungnya demi Jisya hampir sama dengan pengorbanan ayahnya saat merelakan nyawanya demi pendidikan Jisya.

BUKAN CINTA TERLARANG {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang