"Halo, saya pekerja baru disini. Nama saya Asha Rakumenan. Mohon bimbingan nya!"
Asha membungkuk sampai membentuk sudut siku. Senyum nya mengembang, rambut panjang dia biarkan terjuntai sampai punggung, kedua tangan nya saling terkepal erat –mungkin menahan gugup saat melihat senior di tempat nya bekerja lebih seram dari apa yang dia duga-.
Hening. Tidak ada tepuk tangan atau perkenalan karyawan lama. Senyum Asha memudar, dia meringis dengan gigi yang saling mengetat. Mata nya dengan takut menatap karyawan lain. Dia mendongak, menatap Ares yang memiliki jabatan yang lebih tinggi dengan sorot merengek.
Hampir saja dia menangis sebelum suara celetukan terdengar di bilik ruang.
"Bukan pekerja. Karyawan. Lo cuman butuh waktu tiga bulan buat magang terus lo bisa jadi karyawan tetap disini." Karin berceletuk. Dia yang terlihat paling sangar di antara karyawan yang lain, sekarang tersenyum dengan cengiran jahil. "Welcome di devisi pengembangan game Mobile Start!"
Senyum Asha mengembang. Karyawan lain yang mengerubuni Asha mengulurkan tangan, menyambut Asha dengan senyuman. "Betah-betahin disini ya."
Asha mengangguk, menyambut uluran tangan mereka. "Iya mbak, saya bakal setia sama satu perusahaan."
"Nggak usah terlalu formal. Kalau butuh sesuatu bilang ke gue atau yang lain. Kita bakal bantu sebisa kita." Karin menarik tangan Asha, memeluk pundak Asha, mengajak nya berkeliling kantor. "Kantin ada di lantai bawah, devisi publish sama media ada di lantai paling atas, devisi pengembangan ada di lantai dua."
Asha menurut, dia mengangguk antusias saat Karin menjelaskan bagian perusahaan.
"Kalau butuh kertas, bolpen, atau segala macem... semua udah ada di gudang lantai bawah, disana ada semua."
Asha mengangguk lagi. Bekerja di perusahaan game bukan dibidang nya, tapi dia berjanji akan melakukan pekerjaan nya dengan baik. Apalagi perusahaan tempat dia bekerja menjadi perusahaan yang termasuk besar, dua game online yang mereka kembangkan menjadi peringkat satu selama tiga tahun. Dan lagi, gaji dan bonus nya jelas lebih besar dari perusahaan lain.
"Kita kerja tim, satu tim aja tujuh orang. Sekarang ada 5 tim. Gue nggak tau lo mau dimasukin ke tim yang mana, soal nya jumlah kita udah cukup. Tapi kayak nya di tim gue deh, gue dengar salah satu anggota gue ada yang mau resign."
"Resign kenapa?"
"Patah hati."
Asha menyerngit. "Patah hati? Kenapa?"
Mereka berhenti melangkah. Karin menunjuk sudut meja, dimana ada tujuh orang yang masing-masing sibuk. "Lo lihat cowok yang lengan kemeja nya di gulung?"
Asha mengangguk. Dia melihat nya. "Iya. Kenapa?"
"Dia kang-PHP. Nggak ada cewek yang nggak dia godain. Sekali nya dapat, mesti dia tinggalin. Anggota tim gue yang mau resign itu tuh, abis tuh cowok pakai besok nya langsung lagak nggak kenal. Ibarat kata, abis manis sepah dibuang."
Asha memperhatikan lebih jauh. Rambut pendek, celana jins –yang seharusnya memakai celana bahan-, kemeja putih yang lengan nya di gulung sampai siku, dua kancing kemeja teratas tidak dikancingkan dengan benar, alis nya di cukur bagian tengah, semakin memberi kesan sangar.
Hanya dalam sekali lihat, semua orang pasti berpikir kalau dia laki-laki urakan.
Mengulum senyum, Asha menyahut. "Penampilan nya emang gitu, tapi siapa tau kalau dia cowok baik."
Karin mendekat, berbisik di telinga Asha. "Bokap nya di penjara gara-gara kasus pemerkosaan. Buah jatuh nggak jauh dari pohon nya."
"Jangan nilai seseorang cuman dari tampilan nya." Asha nyengir. "Cuman karena bokap nya naripidana, bukan berarti kita boleh nilai anak nya juga sama."
Karin mengendik. "Iya, tau gue. Emang nggak buruk-buruk banget. Dia baru masuk satu tahun tapi ide nya udah di-apply dua kali. Lo tau game snap-gun? Tim dia yang buat."
Bibir Asha membulat. Dia tidak tau tentang game, tapi mendengar nama game yang Karin sebutkan tadi tidak terasa asing di pendengaran nya, Asha tau kalau itu cukup terkenal. "Kalau mbak Karin udah berapa?"
"Baru empat." Karin berdecak. "Tiga tahun gue kerja disini, baru empat ide gue yang diterima. Itu aja cuman satu game yang masuk peringkat atas."
"Kalau ide satu tim nggak pernah di ambil itu gimana mbak?"
"Tim nya dibubarin. Entah dipaksa keluar atau dipindahin ke bagian yang lain. Gue nggak tau, selama gue kerja disini, nggak pernah ada tim yang dibubarin." Karin kembali berjalan, tidak lagi merangkul pundak Asha. "Jangan panggil gue mbak, gue nggak mau di kira tua disini."
Asha terkekeh. Baru saja dia hendak menyusul Karin, dia menyempatkan diri untuk menoleh, menatap laki-laki yang baru saja dia bicarakan tadi.
Asha tersentak mundur. Pupil mata nya melebar. Tangan nya terangkat untuk menahan degupan jantung di dada.
Dia, laki-laki yang mereka maksud tadi, tengah menatap nya. Bukan tatapan hangat untuk menyambut rekan baru, lebih seperti tatapan tajam yang seolah berkata 'Abis gosipin gue lo?'. Kepala nya dia miringkan, masih setia menatap Asha. Tak peduli meski kertas yang ada di tangan nya sudah melengkung jatuh ke bawah.
Tak bisa bergerak, serasa ada paku yang tertancap di kaki. Pikiran nya melayang, takut kalau pembicaraan mereka sampai terdengar oleh dia. Mereka saling bertatap selama beberapa detik, lalu-
"Asha! Ngapain? Sini cepat!"
Give big thanks to Karin. Asha jadi mampu dan memiliki alasan memutus kontak mata terlebih dulu.
***
12.4.21
00.07
KAMU SEDANG MEMBACA
Lucky Bastard
Fanfiction"Banyak yang mikir kalau lo itu bajingan. Masa bodoh sama mereka! Padahal lo cuman sedikit brengsek, itu aja dengan cara yang sopan." Krisha tak kuasa menahan senyum. Mata yang sudah bertahun-tahun meredup kini kembali berbinar, sudut bibir nya yang...