Langit terus menangis,
seolah menyalurkan perasaanku.Kesepian tak berujung,
kesendirian tak berbatas.
Aku jelas membenci keramaian.Namun bila yang datang itu kamu, aku akan menerimanya dengan senang hati.
Walau aku tahu,
kau hanya datang setiap aku bermimpi.—Uchiha Sarada, Universe The Truth Untold.
"Kamu, kamu menangis lagi?"
Bel istirahat berdentang dari tadi. Mata Yodo membelalak saat menemukan sahabatnya duduk terpaku di ruang olimpiade, dengan mata kosong menerawang. Air menggenang di pelupuk mata Sarada, serta buku tulis yang terbuka di meja.
Yodo mengambil buku tulis Sarada. Mata abu tulisnya bergerak cepat mengikuti tulisan Sarada, gadis berkuncir itu menarik napas dalam-dalam.
"Aku mimpi buruk lagi, Yodo." Kepala Sarada seolah ditusuk-tusuk. Matanya menerawang kosong, tangannya gemetar tanpa sebab. Badannya meringkuk, Sarada tiba-tiba menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sepertinya, kau butuh istirahat," putus Yodo. Namun kepala Sarada justru menggeleng tegas.
"Aku enggak mau tidur. Aku takut tertidur. Aku, aku--Ah! Aku benci!" Sarada menggeleng-gelengkan kepalanya, meringis pilu. Sudah cukup tadi malam, ia tidak ingin tidur lagi sekarang.
"Kamu harus pergi ke psikolog, Sarada," saran Yodo, namun Sarada menggeleng tegas.
"Kamu lupa? Ibuku juga psikolog." Sarada mendengkus pasrah. Tapi ini bukan hal yang bisa ia ceritakan pada sang ibu yang biasa ia panggil Mama itu.
Ah, kepala Sarada terus-terusan berdenyut. Serasa ditusuk, seperti ada aliran listrik tiba-tiba menyengat. Terkadang rambutnya serasa ditarik. Sarada mencoba menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya.
"Ck, aku tahu kamu enggak bisa cerita ke ibumu, Sarada. Makanya aku menyuruhmu pergi ke psikolog," jelas Yodo, menerangkan maksud ucapannya. Namun Sarada menggelengkan kepala lemas.
"Aku enggak punya duit. Uangku ada di rekening, Mama yang pegang." Sarada nyengir tipis, membuat Yodo mengangguk pasrah.
Ia lupa, Sarada ini Uchiha. Terikat dengan peraturan keluarga yang rumit, itu hal biasa. Namun Yodo hanya tak habis pikir. Oh, ayolah. Sarada sudah cukup dewasa.
"Di mata Mama dan Papa, aku masih anak kecil. Jangan salahkan aku." Sarada seolah membaca pikiran Yodo, membuat gadis yang awalnya pusing bukan main itu tiba-tiba tertawa geli seketika.
Yodo menatapnya heran, mata abu tulisnya memandang Sarada takjub. Badannya bergidik seketika, merinding melihat kelakuan Sarada.
"Lebih baik kau pergi ke Rumah Sakit Jiwa saja, Sarada. Kondisimu mengkhawatirkan," celetuk Yodo pada akhirnya, membuat kekehan Sarada terdengar kencang seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Universe: The Truth Untold [The Brighton's Sequel]
Science Fiction[On Hold, akan dilanjut setelah Ethereal & Unpredictable Marriage selesai!] [sequel of The Brighton] Dunia ini penuh misteri, dan apa jadinya bila Boruto dan Sarada mendapati bahwa mereka hanyalah sebuah tokoh fiksi dari sebuah novel yang ditulis...