- i

272 26 9
                                    

Vote, komen dan shares sangat diapresiasi! ♡ Happy reading!

"Momoooon—"

"Berapa kali aku bilang, jangan panggil Momon! Jelek tau!" sungut sang empunya nama dengan emosi, fokusnya masih terpaku dengan game di genggaman.

Sementara yang memanggil nama hanya mengeluarkan suara tawa cekikik, selalu merasa puas ketika menjahili sobat sedari kecilnya yang satu ini.

Sebut saja mereka,

Mono dan Six.

Di mana ada Mono, di situ ada Six. Begitu pun sebaliknya.

Dua remaja yang selalu bersama, kemana pun dan di mana pun. Tak heran, mereka selalu berbarengan seperti ini sedari kecil.

Six yang dulu dan sekarang sama saja, tak ada yang berubah. Hanya rambutnya saja yang sedikit memanjang hingga sepundak. Gadis ini sangat hiperaktif, tomboy, tipe anak yang senang berpetualang dan senang mencoba hal-hal baru.

Berbeda dengan Mono.

Mono, sebelum bertemu dengan Six ialah anak yang lumayan pendiam dan pemalu. Selain itu, Ia terlalu baik dan mudah percaya dengan orang asing.

Pernah suatu ketika, di mana Mono masih berusia tujuh tahun. Laki-laki mungil itu dalam perjalanan pulang dari sekolah. Mono yang masih sangat lugu dan polos ditawari es krim oleh seorang pria tak dikenal.

Namanya anak kecil, siapa yang tidak senang disuguhi es krim? Tentu saja dengan senang hati, Mono mengiyakan tawaran es krim dari pria tadi.

"Sekarang, kamu ikut sama om." ajak pria asing itu, tangannya berusaha meraih tangan kecil Mono.

Mono menatap es krimnya dengan mata berbinar, kemudian menatap sang pria. "Kemana om?"

"Ikut aja. Ke tempat yang asik kok."

"Ooh, tapi om! Aku harus buru-buru pulang, nanti dimarahin mama."

"Nggak usah, ikut om aja."

Kok maksa, sih. Batinnya, bingung. Mono rasa, Ia pernah diberi suatu nasihat penting oleh Ibu, masalahnya, dia lupa nasihat apa yang diberitahu Ibunya. Sudah lama, sih. Itu pun karena Mono tak terlalu fokus dengan ucapan sang Ibu.

Mono kemudian menggelengkan kepala, ingin menolak ajakan— atau lebih tepatnya paksaan dari pria itu.

Merasa geram, pria asing itu pun meraih tangan Mono dan menariknya menjauh dari trotoar, menuju ke tempat di mana mobilnya terparkir. Mono menjerit, panik. Takut. Ia baru ingat semuanya, Ibu bilang:

"Jangan pernah bicara dengan orang tak dikenal. Jangan mengiyakan makanan, es krim, permen, atau apapun yang ditawarkan oleh orang asing. Nanti kamu diculik, dimutilasi, dibuang ke kali, mama yang sakit jantung."

Keringat menuruni pelipis, Mono harus berpikir agar dirinya bisa lepas dari cengkeraman kuat si penculik.

Ditariknya napas dalam-dalam, lalu──

"AAAAAAHHH!!!!! TOLOOOONGG!!!! MALING ANAK! MALING ANAAAAKK! MAMAAAAAA!!!!"

Mono berteriak sekencang mungkin. Sang penculik pun panik, Ia reflek membekap mulut Mono supaya bocah kecil itu tidak berteriak lagi. Baru saja ingin mempercepat langkah menuju mobil, sang penculik dihentikan oleh kehadiran seorang gadis cilik yang berdiri dengan penuh rasa keberanian di hadapannya.

Dari perawakannya, gadis itu terlihat seumuran dengan Mono.

"Aih, om. Kasihan lho itu, anak orang." ucap sang gadis, disertai senyum seringai. Salah satu tangannya mengayun tongkat baseball yang dihias dengan paku, seperti seseorang yang sudah ahli.

𝐑𝐄𝐌𝐀𝐉𝐀 ━━ Mono x Six.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang