- ii

200 23 17
                                    

Vote, komen dan shares sangat diapresiasi! Happy reading! ♡

"Aku putus."

Six yang masih memeluk Mono tentu terkejut bukan main kala mendengar sahabatnya berucap begitu. Kedua manik ruby terbelalak, menatap sang sobat lekat-lekat.

"Serius?"

"Mhmm."

Hening menyelimuti keduanya. Six bungkam, tak yakin harus memasang reaksi atau respon seperti apa. Haruskah Ia senang? Atau haruskah Ia sedih? Padahal, Mono sendiri juga tidak menunjukkan ekspresi apapun. Hanya datar.

Mono sebenarnya sudah lama berpacaran, sekitar dua tahun yang lalu Ia mulai menjalin ikatan benang merah dengan seorang perempuan dari sekolah khusus putri yang berada di kota sebelah. Kalau tidak salah, nama pacar──tidak, mantannya Mono; Prieta.

Hubungan keduanya berjalan lumayan baik, hampir tidak ada konflik karena Mono sering mengalah. Hingga akhirnya, Mono mengetahui bahwa Prieta 'bermain di belakang' bersama pria lain secara diam-diam. Mono marah, kecewa, sedih, dan yang terutama, patah hati.

Tapi, apa iya Mono se-patah hati itu? Tidak juga. Ia memang marah juga kecewa, namun kedua hal itu hanya berlangsung sesaat.

Biasa saja, rasanya.

Lagipula, Ia kan terpaksa pacaran. Mono tak tahu bagaimana caranya menolak perempuan, jadi, dengan mudahnya Ia iyakan saja.

Sejak awal, hati Mono memang tidak ditujukan untuk Prieta. Melainkan untuk──

"Mono?"

Dia.

"Ya?"

Kedua lengan Six kini berpindah posisi; dari torso, ke pundak kokoh Mono. Karena Mono tiga senti lebih tinggi darinya, Six terpaksa harus memeluknya sambil berjinjit. Dalam hati, gadis bersurai pendek itu merutuk kesal pada tinggi badannya.

Dengusan tawa geli terhembus dari bilah bibir Mono. Tanpa ragu, pemuda itu membalas pelukan Six dengan erat. "Nggak apa-apa, aku nggak sakit hati kok. 'Kan memang aku yang putusin."

"Lagian, aku sama dia dari awal memang nggak cocok sama sekali." tambahnya, seraya mengusap lembut punggung Six. Tubuh Six sangat mungil, Mono jadi gemas ingin mengeratkan pelukan, namun takut Ia malah berakhir membuat sahabatnya susah bernafas.

Jarang-jarang bisa melihat Six yang biasanya sangar jadi bertingkah manis seperti ini.

Six bergumam pelan, kemudian menjauhkan tubuhnya dari Mono. Lengannya masih bertumpu pada pundak sang lelaki. "Putus gara-gara aku, ya?"

"Bukan." dengan cepat disanggah, Mono menepuk-nepuk kepala gadis itu sembari tersenyum hangat. "Kamu nggak salah apa-apa. Prieta sendiri yang selingkuh. Dia juga nggak kenal kamu, kok."

Mendengar itu, Six menghela nafas lega. Untungnya, bukan salah dia. Kalau iya, bisa-bisa Ia dicap sebagai pelakor atau PHO. Sama saja, sih.

"Tapi... Selama kamu pacaran ... kita kayak gini terus di belakang Prieta. Bukannya kamu juga... sama aja? Uhm, main di belakang...?"

Mono tertegun, apa yang dikatakan oleh Six memang benar. Tapi tidak ada salahnya, toh, Mono pikir kan mereka berdua cuma teman. Sementara Prieta dan selingkuhannya sudah menjalin hubungan.

"Nggak, deh. Kita kan cuma teman, Six. Nggak kehitung 'main di belakang.' haha!"

Dengan entengnya lanang itu berujar sambil tertawa geli. Ia sama sekali tak sadar bahwa ucapannya barusan membuat Six merasa sesak. "O─oh... Heheh... Iya, kita 'kan teman, ya..."

Six merasakan patah hati untuk yang kedua kalinya. Yang pertama, tentu saja saat Mono mengabarkan Ia berpacaran dengan Prieta. Lalu yang kedua, ucapannya barusan. Namun, gadis itu sama sekali tidak protes. Bahkan ketika Mono mengumbar afeksi bersama Prieta, Ia berusaha keras untuk tidak cemburu.

Karena sebetulnya, Six tahu. Afeksi yang diberikan oleh Mono untuk Prieta tidak sebanding dengan perhatian dan afeksi Mono untuk Six. Tetap saja, rasanya sakit.

Andai Six tahu kalau Mono juga berperasaan yang sama. Sayangnya, lelaki itu menutupi semuanya dengan titel, 'cuma teman'.

"Maka──" baru saja Mono ingin berbicara, sudah diputus duluan oleh suara dering dari ponsel Six. Terburu-buru, gadis itu melepas pelukan dan meraih ponselnya yang tergeletak di meja.

Mono berdecak kecewa. Ia masih ingin memeluk Six lebih lama lagi.

"Halo, kakak?"

Rupanya Veronica yang menghubungi. Kakak kandung Six. Dulu pernah menjadi kakak kelas mereka berdua dari SD hingga SMP, lalu pergi keluar kota untuk melanjutkan ilmu di perguruan tinggi.

Mono masih ingat dengan jelas perawakannya ketika Ia terakhir berjumpa dengan Veronica. Perempuan bertubuh ideal dengan surai cokelat kegelapan yang selalu dikepang dengan pita merah berbentuk kupu-kupu.

Gayanya seperti seorang model. Atau memang model? Entahlah, lama tidak bersua. Mono tak mengetahui kabar apapun tentang Veronica.

"EEH?? Kakak mau mengunjungi aku??" Mono lantas menoleh, ikut terkejut bersama Six yang terbelalak. Keduanya memang rindu berat dengan Veronica. Dulu sewaktu Veronica masih bersama dengan mereka berdua, perempuan tertua itu selalu memanjakan mereka, Ia membelikan jajanan apapun yang Mono dan Six mau.

Veronica juga menganggap Mono sebagai adiknya sendiri. Jadi, jika ada yang berbuat macam-macam pada Mono maupun Six, Veronica akan maju di baris paling depan.

Perempuan yang luar biasa.

"EH??? DATANG DENGAN CALON SUAMI KAKAK???" lagi-lagi, ucapan Veronica dari seberang sana berhasil membuat Mono dan Six kaget bukan main.

Dasar, kakaknya ini. Selalu saja punya kejutan.

"EH??? HARI INI??? LHO, SUDAH SAMPAI DARI TADI???"

Ding dong.

Six bertanya-tanya pada diri sendiri. Mengapa kakaknya tak memberi kabar dari hari sebelumnya. Selalu saja dadakan.

Telpon pun dimatikan. Six dan Mono bergegas menuju pintu depan, membukakan pintu untuk sang kakak juga 'calon suami'nya yang sudah menunggu DARITADI.

Cklek.

"ADIKKU SAYAAAANG~ MONO MUNGILKUUU~!♡"

TBC.
────
gingerbIob, 2O21.

𝐑𝐄𝐌𝐀𝐉𝐀 ━━ Mono x Six.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang