Bab 39 : Putus dan Keajaiban Mimpi

11 3 0
                                    

Hallo, Guys! Nih, aku mau spoiler langsung bab 39.

Pagi-pagi, aku sudah lebih dulu sampai di sekolah karena berangkat dengan Om Wisnu. Sekarang aku menunggu Danu di taman belakang. Tadi sebelum berangkat aku sudah berpesan kalau akan menunggu di sini. Aku hanya ingin melepaskan Danu dengan alasan simple saja, yaitu bosan.

Aku duduk di pinggir kolam hias. Beberapa menit kemudian, Danu muncul. Sambil terus menyeret langkah mendekatiku, Danu tersenyum.

"Ada apa sih, tumben kamu ngajak ketemuan." Sambil memegang kepalaku dan ikut duduk.

Segera kutepis tangannya. "Engga perlu basa-basi, aku mau kita putus."

Danu kaget. "Apa! Ini cuma becanda 'kan, Din?" Sambil menatap.

"Engga! Aku engga bercanda! Aku mau kita putus!" tegasku sekali lagi.

Danu menarik tanganku yang ingin pergi. "Engga bisa gitu dong, Din, masa tiba-tiba kamu minta putus, emang salah aku apa?" Sambil menatap lembut.

"Kamu emang engga salah, cuma aku bosan aja sama hubungan kita, jadi wajar 'kan, aku minta putus," jelasku sambil menatap tajam Danu yang cuma bisa terdiam lalu beranjak dari hadapannya.

Aku langsung menuju toilet. Air mata yang sejak tadi sengaja diitahan akhirnya tumpah juga.

"Maafin aku, Dan, aku terpaksa ngelakuin ini," batinku sambil terus menangis di depan cermin.
Ternyata melakukan hal yang bertentangan dengan isi hati itu tidak enak. Lebih tepatnya menyakitkan. Namun, apa dayaku yang tak punya pilihan lain.

***

Waktu yang terus berlalu. Alhamdulillah perkembangan Tante Artha semakin baik. Hampir setiap malam aku mengajaknya melihat bintang di langit, dan mengatakan kalau Delisha juga ada di sana.
Aku sangat bersyukur, dan berharap bisa secepatnya kembali lagi ke rumah. Aku tidak tahan terus-terusan bersikap dingin terhadap Danu. Tak tega melihat wajah Danu yang terus bersedih. Saat di rumah, kami jadi seperti orang yang tidak saling mengenal. Bicara seperlunya saja, itu juga ketika di hadapan Om Wisnu. Anggap saja tak pernah ada cinta di antara kami.

Sementara Dara, jelas berusaha mendekati Danu. Saat ini Dara main cantik alias tak ingin terkesan seperti sedang mengejar-ngejar Danu. Sudah dua kali aku tak menolong Danu saat dia berada dalam bahaya. Pertama ketika dia hampir ditabrak mobil di depan sekolah karena tak memerhatikan jalan.

Aku sebenarnya ada di sana waktu itu, tapi berusaha menahan diri untuk tidak menyelematkan Danu. Kebetulan sekali Dara yang menolongnya. Kedua saat Danu jatuh dari motor, dan kejadiannya juga di depan sekolah. Aku lebih memilih pergi saat melihat Dara sudah membantunya. Dengan demikian, Danu akan berpikir kalau aku sudah tidak peduli dengannya.
Mungkin karena dua kali sudah ditolong Dara, yang ada sekarang mereka jadi lebih akrab. Namun, entah kenapa aku yakin kalau Danu saat ini masih menganggap Dara teman, tanpa ada rasa lebih.

***

Satu bulan kemudian.

Di taman yang sangat indah, Artha berjalan sambil melihat ke sana kemari. Sebenarnya Artha bingung saat ini dirinya sedang berada di mana. Tiba-tiba Artha melihat ada istana. Batinnya tentu bertanya-tanya, kenapa ada istana di tengah taman yang indah ini.

"Mama!"

Artha menoleh asal suara itu. Seorang anak perempuan yang cantik dengan memakai gaun putih senada dengan hijabnya tengah berlari ke arahnya.

"Delisha," panggilnya pelan.
Artha berjongkok untuk menyejajarkan tinggi. "Delisha, Mama kangen banget sama kamu, Sayang. Ayo kita pulang!"

Delisha menggeleng. "Delisha udah engga bisa tinggal sama Mama, Delisha dan teman-teman udah senang tinggal di surga-Nya Allah, Mama jangan sedih ya, kasihan papa dan Kak Danu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pelangi di Balik Senja Kelabu [Proses √]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang