Sore ini aku merawat tanaman di depan rumah. Tengah asyik, tiba-tiba sepeda motor berhenti di halaman. Aku menoleh karena seperti mengenalinya. Jelas saja, pemilik sepeda motor yang tak lain adalah Danu langsung mengumbar senyumnya begitu melihatku.
“Hai, Din.”
Aku takjub memerhatikan Danu. Penampilannya sangat keren. Jacket kulit kontras dengan jeans hitam sangat serasi ditubuhnya yang atletis. Tak heran jika banyak cewek di sekolah yang mengidolakannya.
"Hei, Non, kenapa bengong? Aku tahu kok kalau aku keren, tapi biasa aja kali lihatnya, Din." Danu menggoyang-goyangkan tangannya di depan wajahku.
Sebenarnya salah tingkah karena terlalu asyik memerhatikan Danu. Tapi aku malu untuk mengakui Kututupi dengan bertolak pinggang.
"Mau apa lagi kemari? Belum puas tadi ngerjain aku di sekolah?"
"Jutek banget, Non, sorry deh." Sembari tersenyum manis dan memukul pipiku pelan, lalu mengeluarkan buku dari dalam jacketnya. Itu buku milikku.
Aku bermaksud mengambilnya langsung dari tangan Danu, tapi Danu malah menjauhkannya lagi. Mataku membulat dan mendengus kesal.
“Danu! Bisa ngga sih, ngga usah jahilin aku sekali aja?" bentakku kesal sambil menatapnya. Aku sengaja supaya Danu tahu kalau aku marah saat ini, tapi yang ada Danu malah tertawa kecil dan menatapku tajam.
“Dinda-Dinda, ngga usah marah-marah, Baby. Lagian aku kan sering bilang, kalau ngga iseng, aku ngga akan bisa dekat sama kamu."
Aku tak sanggup melihat Danu yang selalu menatap aneh seperti itu. Langsung kualihkan pandangan. Danu mengajak jalan-jalan sore. Aku menolak halus dengan alasan masih repot. Danu hanya mengangkat bahunya dan kembali membawa bukuku lagi. Aku langsung menarik Danu yang mencoba pergi dan terpaksa menyetujui ajakannya kali ini.
"Ya sudah, ayo, tapi awas kalau kamu bohongin aku lagi," ucapku mengancam dan sedikit melototinya. Danu hanya tersenyum cengengesan sambil mengacungkan dua jarinya telunjuk dan tengah sebagai tanda damai.
Beberapa menit kemudian kami sudah di atas motor. Aku tak tahu Danu akan mengajakku ke mana. Namun, sepeda motornya sengaja dipacu pelan menuju taman. Tiba-tiba dari kejauhan kami melihat seperti ada perampokan. Setelah cukup dekat terlihat dua orang preman yang berusaha menarik paksa tas seorang ibu muda. Danu langsung menghentikan laju motornya dan menyuruhku untuk menunggu sebentar. Aku tahu maksud Danu pasti ingin mencegah aksi preman itu.
“Hati-hati! Danu,” ucapku cemas.
Danu membentak preman itu agar menghentikan aksinya. Dua preman yang bertampang beringas dan sangar itu kaget. Sambil mengelus-elus jambang, salah satu dari mereka langsung memberi perintah untuk menghajar Danu. Tanpa basa-basi preman yang bertubuh lebih pendek langsung menyerang. Danu pun dengan cepat menangkis serangan dan balik menyerang. Danu menendang bagian perut hingga preman itu terpental dan kesakitan.
Melihat temannya kesakitan, lantas si Jambang langsung menyerang sambil berusaha menghunuskan pisau ke Danu. Aku sangat panik, apalagi kulihat preman yang tadi terpental kembali ikut menyerang dan mengeroyok Danu. Danu mulai kewalahan dan tak sempat mengelak saat si Jambang melayangkan pisau hingga mengenai lengan kirinya. Aku tak tega melihatnya. Untungnya ibu muda tadi berusaha mencari bantuan kepada warga dengan berteriak hingga preman itu ketakutan dan langsung kabur.
Aku tak perduli dengan orang-orang yang datang membantu dan ibu yang akan dirampok ingin berterima kasih. Aku panik dan sibuk menanyai keadaan Danu. Aku sibuk merabai luka-luka lebam di pelipis mata dan dekat mulut serta luka di lengan kirinya. Danu hanya diam saja, mungkin karena rasa sakit yang dirasakan hingga mulutnya bungkam. Aku memapahnya menuju bangku dekat taman. Sementara aku menyuruhnya menunggu sebentar sampai aku kembali mencari obat. Untunglah tidak sampai dua menit aku bisa membawa kotak P3K dan sebotol air mineral yang kudapat dari warung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi di Balik Senja Kelabu [Proses √]
Ficción GeneralNovel remaja. Perjuangan seorang gadis remaja untuk sebuah cinta dan keluarganya.