01 : Ucapan lebih membekas daripada perbuatan
_____Im not perfect gurl___________
"Awas! Ngapain sih lo di kantin!"
"Maaf."
Hera menepi, mencoba memberi jarak pada siswa-siswi lain agar tidak mendapat hinaan.
Hera berhenti berjalan, memandangi setiap sudut kantin yang ternyata sudah penuh.
Dengan tubuh seperti ini memang siapa yang sukarela memberinya tempat duduk disana.
"Gausa ke kantin deh," Gumam Hera.
Hera berjalan berbalik menuju kelas, lebih baik menetap disana sendirian daripada mendengar beberapa hinaan yang mengharuskan ia menebalkan telinga.
Lebih baik diam sendirian dan sunyi daripada di dorong semua orang untuk mundur dari tempat ia melangkah.
Kelas XI IPA 1 sepi, semua orang pergi ke kantin untuk makan atau hanya sekedar bersenda gurau dengan sahabat.
Memikirkan hal tersebut Hera ingin merasakan bagaimana rasanya punya sahabat, punya tempat untuk menampung semua cerita sedih, bahagia mu.
Punya tempat untuk pulang dan berlindung di saat semua orang menjauhimu.
Sayangnya hanya dapat di pikirkan oleh Hera tanpa tahu kapan ia bisa memilikinya.
Hera tertawa miris.
"Ngapain ya, mau makan tadi gak sarapan," Ucapnya.
BRAK
Hera yang sedang melamun kaget karena gebrakan meja yang berasal dari meja guru di depan.
"Kenapa?" Tanya Hera menunduk.
Risa tertawa, "Masih tanya kenapa? Kerjain tugas gue!"
Hera semakin menundukkan kepalanya, berharap Risa mengerti bahwa ia tidak mau mengerjakan tugas yang bukan miliknya.
Risa berdecak dengan kesal melemparkan buku tulisnya ke arah Hera yang masih saja menunduk.
Buku tulis itu mengenai kepalanya, Hera masih diam ia menatap Buku tulis bersampul Biru yang kini berada tepat di bawah kakinya.
"Kerjain cepet! Awas lo kalau jam istirahat selesai lo belum kelar," Ancam Risa.
Setelah perempuan itu keluar dengan gaya angkuhnya.
Hera menangis, selalu seperti itu jika bukan Risa maka Adrian. Jika Risa menyuruhnya untuk mengerjakan tugas maka Adrian menjadikannya babu di sekolah.
Dengan terpaksa Hera tetap mengerjakan tugas itu, lumayan cepat selesai karena memang Hera sangat menguasai materinya.
"Lihat tuh gendut, nabrak banget kan kalo di bandingin sama ciwi-ciwi kelas kita."
"Iya sih, gue aja ogah ngomong sama dia."
"Kenapa? Hahahaha."
"Jijik gue lihatnya, tuh muka berlipat banget isi lemak semua."
Hera memaksakan senyum, membenarkan letak kacamatanya yang tadi sedikit menurun.
Seharusnya ia sudah terbiasa mendengarkannya, tapi tetap saja dia masih punya hati dan sakit hati adalah hal yang setiap hari ia rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
IM NOT PERFECT GURL
Teen FictionMenjadi bagian dari Kelas Perfect Sosial bukanlah hal mudah bagi Hera setiap hari dia harus menebalkan pendengarannya dari semua orang. Memiliki otak pintar bukan berarti dirimu selamat dari semua orang, kamu harus di tuntut sempurna dimata orang la...