Part 6

57 1 0
                                    

Sinar matahari yang menerobos dari jendela kamar Nana membuatnya terbangun dari kelelapan tidur. Mimpi yang semalam dialaminya sama sekali tidak teringat ketika Ia bangun.

Nana mengambil handphone yang ada disamping bantalnya dan membuka beberapa sms dari Anya.

Smsnya berbunyi,
Buruan woy! Kita latihan nari jam setengah 11 dirumah gue yaa

Nana melirik jam yang ada didinding kamarnya. Pukul 10.45. Duh telat! Dia menepuk jidatnya lalu berdiri bergegas ke kamar mandi. Diambilnya handuk berwarna hijau tosca kesukaannya di jemuran mini yang berada disudut kamar dan langsung masuk ke kamar mandi.

Suara gebyar gebyur air yang asal terdengar. Tak sampai 15 menit, Nana selesai. Dia langsung mencari baju untuk dipakainya. Pilihannya jatuh pada baju bergambar kucing berbahan sifon yang dipasangkan dengan jeans berwarna dark blue. Hari ini dia mau tampil biasa saja.

Tak pakai lama, Nana sudah rapih berpakaian. Dia menyisir rambutnya yang tebal, kemudian mengambil hair dryer yang masih terletak rapih di meja rias. Setelah mendry rambut, ia memoleskan sedikit bedak agar wajahnya kelihatan fresh. Pokoknya tanpa cacat.

Dimasukkannya iphone, little bag, dan property tari kedalam tas selempang kecilnya. Nana sekali lagi menatap cermin. Setelah memastikan bahwa penampilannya sudah cukup baik, dia menuruni tangga. Menemui kakak dan mama yang sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing dibawah.

"Hai ma, kak!" Sapanya, sambil tersenyum lebar.

"Duh mau kemana kamu Narasya rapih begini?" Tanya mama memperhatikan penampilan Nana dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Mau latihan tari ma. Bentar lagi kan pentas sekolah mulai," Jawabnya sambil mengunyah selembar roti. Yang dibalas anggukan,tanda mengerti oleh mama.

"Kapan pentasnya de? Abang mau liat kamu nari dong hahaha," Goda Aldi, kakak Nana. Aldi berperawakkan persis seperti papanya. Dengan wajah agak bulat berbalut kumis tipis. Kelihatan sekali bahwa dia habis mencukur kumisnya.

"Yeu abang plis nggak usah nonton aku. Aku males kalo abang nonton bukannya tepuk tangan malah ketawa-ketawa lagi," Nana mencibir sambil terus mengunyah roti yang sedari tadi masih ada dimulutnya.

Aldi bangkit berdiri, menepuk-nepuk rambut Nana. "Enggak deh, ntar abang teriak paling kenceng kalo kamu narinya bagus." Katanya tersenyum jail.

"Nggak bisa dipercaya," Nana menyubit pinggang Aldi. Membuatnya merintih.

"Ye kamu main cubit-cubitan!" Dijitaknya kepala adiknya itu dengan pelan.

"Aww" Nana mengaduh sambil tertawa. "Yaudah ah ma, aku pamit dulu ya latihan dirumah Anya." Katanya sambil berpamitan. "Dah abanggggg"

Aldi hanya membalas dengan muka cemberut. Membuat Amira, ibu mereka tersenyum melihat tingkah laku keduanya.

-----------

Rumah Anya hanya terletak beberapa blok dari rumah Nana. Perjalanan yang ditempuh dengan berjalan kaki memakan waktu tidak sampai 10 menit.

Nana melangkah melewati sebuah rumah. Rumah yang sangat Ia kenal sedari dulu. Rumah dimana banyak kenangan indah didalamnya.

Pohon besar yang terletak didepan rumah masih setia tumbuh sampai sekarang. Namun, rumah itu terlihat seperti sudah tidak terurus akibat banyak daun-daun yang jatuh di depan teras dan tidak dibersihkan. Kolam yang terdapat di halaman depan juga sudah kotor dan sudah tidak terdapat ikan.

Tanpa sadar, langkah kakinya terhenti untuk merekam apa yang baru saja dilihatnya.

Udah beda banget sekarang, Katanya dalam hati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 23, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Stay InsteadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang