Jilid 27/33

641 3 0
                                    

Tiba-tiba dia mengeluarkan lengkingan dahsyat dan tubuhnya bergerak ke kiri. Pemuda bongkok itu sudah menyerang Thay Bo Lama yang berada di sebelah kirinya. Karena dia menggunakan jurus dari ilmu tongkat Thian-te Sin-tung, tentu saja serangannya itu hebat bukan main.

Thay Bo Lama menggerakkan tombaknya menangkis, dan Thay Hok Lama yang berada di sampingnya juga turut mengayun rantai baja untuk melindungi sute-nya, juga untuk menyerang Sie Liong! Namun, begitu serangannya gagal, Sie Liong tidak membiarkan dirinya diserang. Serangan Thay Hok Lama itu dia hindarkan dengan loncatan ke kanan dan dia sudah menotokkan ujung tongkatnya ke arah leher Thay Si Lama.

"Tar-tar-tarrrr!"

Thay Si Lama menggerakkan cambuknya meledak-ledak ketika ujung tongkat di tangan Sie Liong itu bagai seekor lalat menyambar-nyambar ke arah lehernya. Dia tahu betapa hebatnya totokan itu kalau mengenai sasaran, maka dengan sibuk dia pun melindungi dirinya dengan putaran cambuk. Sementara itu, Thay Pek Lama juga menggerakkan siang-kiam (sepasang pedang) untuk membantu suheng-nya dan membalas serangan Sie Liong.

Ketika pedang itu menyambar pinggang dan leher, Sie Liong melempar tubuh ke bawah dan bergulingan ke arah Thay Ku Lama. Begitu melompat, tongkatnya telah menyerang dengan tusukan ke perut orang pertama Tibet Ngo-houw itu! Lama ini cepat memutar golok menjaga dirinya. Akan tetapi Sie Liong sudah membalik ke belakang lagi untuk menyerang Thay Hok Lama!

Amukan Sie Liong itu mengejutkan Tibet Ngo-houw. Gerakan pemuda itu begitu cepat, membagi-bagi serangan sehingga mereka tidak sempat lagi menyusun kekuatan untuk mengepung dan menghimpit.

Melihat ini, dengan muka merah dan hati panas sekali Thay Ku Lama berseru nyaring. "Ngo-heng-tin (barisan lima unsur)!"

Mendengar bentakan ini, para sute-nya lantas sadar dan mereka segera berlompatan menjauhi Sie Liong lalu membuat barisan segi lima! Dan mereka pun mulai bergerak mengelilingi Sie Liong, semakin lama semakin cepat dan lingkaran yang mereka buat itu semakin sempit.

Sie Liong tidak berani lagi menyerang seperti tadi. Dia sudah maklum bahwa begitu dia menyerang salah seorang di antara mereka, maka yang empat orang akan menubruk dan menyerangnya dari empat jurusan secara berbareng!

Dia sudah pernah mendengar dari Pek Sim Siansu tentang beberapa tin (barisan) dan Ngo-heng-tin merupakan salah satu barisan yang berbahaya, apalagi karena lima orang anggotanya menggunakan lima macam senjata sehingga sukar sekali diduga gerakan dan corak penyerangan mereka.

Akan tetapi dia pun teringat pelajaran yang diberikan oleh para gurunya. Antara lain Pek Sim Siansu pernah menceritakan sifat dan kehebatan barisan Ngo-heng-tin itu.

"Dalam Ngo-heng-tin terdapat unsur Im-yang pula," demikian kata kakek sakti itu. "Lima unsur itu saling bantu, sehingga kalau ada seorang anggota diserang, selain dia sendiri dapat membela diri, juga ada satu anggota lainnya yang melindunginya, sedangkan tiga orang lainnya tentu akan membarengi saat itu untuk menghantam lawan. Memang kalau lima orang anggota Ngo-heng-tin itu mempunyai tenaga dan kepandaian yang setingkat denganmu, amat sukarlah mengalahkan mereka. Akan tetapi, dengan Thian-te Sin-tung dan langkah-langkah ajaib, tentu engkau akan dapat mempertahankan diri. Jika engkau dapat memecahkan unsur-unsur yang saling membantu itu, baru engkau akan mampu mengacaukan pertahanan mereka. Maka usahakan supaya engkau mengenal siapa di antara mereka itu yang saling melindungi, siapa yang memegang unsur air, api, kayu, tanah dan angin." Demikianlah petunjuk yang diperolehnya dari Pek Sim Siansu.

Terdengar seruan keras ketika Thay Ku Lama membuka serangan pertama! Golok di tangannya itu mula-mula diacungkan ke atas, dan kedua kaki pendeta yang bertubuh gemuk dengan perut gendut itu ditekuk hingga tubuhnya hampir berjongkok. Dari dalam perutnya berbunyi suara berkokokan seperti suara katak besar dan perut yang gendut itu bergoyang-goyang, kemudian tubuhnya meloncat ke depan dan dengan jari terbuka tangan kirinya mendorong ke arah Sie Liong.

Uap hitam disertai angin keras langsung datang menyambar ke arah Sie Liong. Itulah pukulan Hek-in Tai-hong-ciang (Tangan Angin Taufan Awan Hitam) yang berbahaya sekali.

Sie Liong mengenal pukulan ampuh, maka dia pun melempar tubuh ke kiri sehingga angin pukulan itu lewat. Ketika sinar golok di tangan kanan Thay Ku Lama menyambar, dia menggerakkan tongkatnya menangkis, lalu cepat membalas dengan totokan-totokan ke arah tujuh jalan darah utama di bagian depan tubuh lawan!

Menghadapi jurus hebat dari Thian-te Sin-tung ini yang membuat dirinya terancam maut oleh totokan-totokan, Thay Ku Lama menjadi sibuk dan cepat memutar goloknya untuk melindungi tubuhnya. Thay Si Lama cepat sekali memutar cambuknya, selain berniat untuk melindungi sehengnya, juga ujung cambuk itu berusaha membelit tongkat untuk merampasnya!

Sie Liong mulai merasakan keampuhan barisan Ngo-heng-tin. Dengan otomatis, ketika Thay Ku Lama diserangnya, Thay Si Lama sudah berada di situ, melindunginya dan ikut pula menyerangnya.

Sie Liong meloncat tinggi melewati tubuh para pengepungnya dan tiba di belakang Thay Hok Lama. Akan tetapi begitu lima orang pengeroyoknya membuat gerakan berlari dan berlompatan, dirinya sudah dikepung lagi oleh barisan segi lima itu. Dia cepat menubruk ke depan, menggerakkan tongkatnya yang mula-mula menusuk ke arah sepasang mata Thay Pek Lama, kemudian ujung tongkat itu digetarkan untuk beralih menghantam leher dan ubun-ubun secara bergantian.

Thay Pek Lama cepat mengeluarkan sepasang pedangnya menangkis. Pada saat itu, secara otomatis pula Thay Hok Lama sudah menggunakan rantai bajanya melindungi Thay Pek Lama. Dan kedua orang pendeta Lama ini lalu bergabung dan menyerang Sie Liong secara bersamaan.

Setelah mencoba untuk mengamuk beberapa belas jurus lamanya, tahulah Sie Liong bahwa benar seperti apa yang dikatakan oleh gurunya, lima orang itu saling melindungi. Dia lalu mencari mata rantai yang tidak bersambung dalam barisan itu.

Tiba-tiba dia menyerang Thay Si Lama dengan hebatnya. Dia tahu bahwa tentu Thay Pek Lama yang akan bergerak melindungi suheng-nya itu. Dan benar saja, Thay Pek Lama secara otomatis telah melindungi Thay Si Lama, akan tetapi ketika mereka berdua hendak membalas serangan Sie Liong, pemuda itu telah membalik secara tiba-tiba dan dia pun sudah menyerang Thay Bo Lama!

Dia sudah memperhitungkan bahwa tentu Thay Ku Lama yang akan melindungi orang termuda dari Tibet Ngo-houw itu. Ketika Thay Ku Lama bergerak, dia pun cepat menarik kembali serangannya dan mendadak saja dia menyerang Thay Hok Lama si mata satu!

Serangannya sekali ini hebat bukan main, karena selain tongkatnya membuat serangan tusukan beruntun yang amat dahsyat, juga dengan tenaga sinkang sepenuhnya tangan kirinya melakukan hantaman dengan jurus Pay-san-ciang (Tangan Menolak Gunung), jurus ilmu pukulan sakti yang dia pelajari dari Hek Bin Tosu.

Thay Hok Lama terkejut bukan main dan segera memutar rantai melindungi dirinya. Dia mengharapkan perlindungan Thay Bo Lama seperti yang sudah diatur menjadi bagian masing-masing dalam barisan itu.

Akan tetapi baru saja Thay Bo Lama bergerak mundur karena desakan Sie Liong yang ternyata hanya serangan palsu itu. Maka sekali ini, Thay Hok Lama harus melindungi diri sendiri dan tidak mempunyai pelindung lain.

Akan tetapi, serangan Sie Liong itu terlampau hebat. Thay Hok Lama dapat menangkis tongkat itu, akan tetapi dia sama sekali tidak mampu menghindarkan diri dari tangan kiri Pendekar Bongkok yang memukulnya. Namun dia masih berusaha menangkis dengan tangan kirinya.

"Desss...!"

Tubuh Thay Hok Lama terpelanting keras dan terbanting sampai terguling-guling.

Tentu saja para Lama yang lainnya menjadi terkejut bukan main. Tidak pernah mereka bermimpi bahwa Ngo-heng-tin kebanggaan mereka akan dapat dipecahkan sedemikian mudahnya oleh Pendekar Bongkok sehingga belum lewat tiga puluh jurus saja seorang dari mereka sudah roboh!

Tiba-tiba nampak sesosok bayangan merah berkelebat dan tahu-tahu Kim Sim Lama yang memegang sebatang tongkat pendeta sudah berada di tempat di mana tadi Thay Bo Lama berdiri.

"Ngo-seng-tin (Barisan Lima Bintang)!" serunya dengan suaranya yang lembut namun berwibawa.

Empat orang Lama itu pun bergerak dan dipimpin oleh Kim Sim Lama sendiri, mereka membentuk barisan Bintang Lima yang gerakannya aneh namun cepat, seperti bintang yang berkedap-kedip karena senjata mereka selalu digerak-gerakkan hingga berkilauan dan kedudukan mereka selalu berubah. Tiba-tiba mereka berlima itu menyerang dari lima penjuru!

Sie Liong cepat-cepat memutar tongkatnya melindungi diri. Tangan kirinya mendorong dengan pukulan yang dia ubah-ubah pula untuk membingungkan para pengeroyoknya. Tongkatnya membentuk benteng yang sangat kuat sehingga semua senjata terpental kalau hendak menerobos ke dalam lingkaran benteng sinar itu. Hanya tongkat di tangan Kim Sim Lama saja yang mampu membuat Sie Liong merasakan lengannya terguncang hebat dan kedudukan kakinya terhuyung.

"Trakkk!"

Pertemuan antara tongkat di tangan Sie Liong dengan tongkat pendeta berkepala naga yang besar di tangan Kim Sim Lama amatlah hebatnya. Bukan saja Sie Liong tergetar, juga Kim Sim Lama kelihatan tercengang. Jelas nampak betapa di wajahnya terbayang kekaguman dan keheranan karena dia mendapat kenyataan bahwa pemuda itu mampu menandingi kekuatan sinkang-nya!

Sie Liong tidak membiarkan dirinya dilanda kekagetan lebih lama, akan tetapi cepat dia menghindarkan diri dari sambaran tombak Thay Bo Lama yang menusuk lurus ke arah lehernya. Dia merendahkan dirinya sedangkan tangan kirinya lantas mendorong ke arah penyerangnya itu, cepat sekali.

"Hyaaaattt...!"

Hawa yang sangat dingin menyambar ganas ke arah dada Thay Bo Lama. Ternyata Pendekar Bongkok sudah mempergunakan Swat-liong-ciang (Tangan Naga Salju) yang dilatihnya dari Swat Hwa Cinjin, salah seorang di antara Himalaya Sam Lojin. Pukulan ini memang mengandung sinkang yang berhawa dingin seakan-akan ada hawa salju yang menyambar ganas.

Thay Bo Lama terkejut dan menangkis dengan lengan kirinya pula.

"Plakkk!"

Dan akibatnya, tubuhnya terguling dan dia pun menggigil kedinginan!

Saat itu segera dipergunakan oleh Thay Ku Lama untuk menyambarkan goloknya yang mengeluarkan suara berdesing! Sie Liong menundukkan mukanya dan menggerakkan tongkat untuk menangkis.

Pada saat yang sama, tongkat naga di tangan Kim Sim Lama kembali menyambar. Sie Liong yang maklum akan kehebatan pemimpin pemberontak ini, terpaksa menggunakan tongkat yang tadi membalik ketika menangkis golok Thay Ku Lama, untuk menghadapi sambaran tongkat naga Kim Sim Lama.

"Dukkk!"

Sekali ini, sedemikian kuatnya Kim Sim Lama menghantamkan tongkatnya. Lagi pula Sie Liong baru saja menangkis golok Thay Ku Lama sehingga ketika menangkis tongkat Kim Sim Lama, tenaganya pun tidak sepenuhnya. Akibatnya Sie Liong terpelanting!

Kesempatan itu dipergunakan oleh Thay Si Lama untuk manghantamkan cambuknya ke arah kepala Sie Liong. Cambuk itu melecut dengan cepat seperti kilat menyambar!

Sie Liong masih berhasil menggerakkan tongkatnya menangkis, walau pun dia sudah terpelanting. Namun, ujung cambuk itu membelit tongkatnya dan terjadi tarik menarik. Sie Liong mengerahkan tenaga dan tangan kirinya mendorong dengan telapak tangan terbuka ke arah Thay Si Lama.

Thay Si Lama yang menguasai ilmu silat Sin-kun Hoat-lek, yaitu silat yang bukan saja mengandung tenaga sinkang kuat, akan tetapi bahkan juga mengandung ilmu sihir itu, tidak gentar dan dia pun menggerakkan telapak tangan kiri menyambut.

"Desss...!"

Hebat bukan main pertempuran dua telapak tangan dan akibatnya, tubuh Thay Si Lama terjengkang dan dia pun muntah darah! Sie Liong sendiri juga terjengkang karena tadi kedudukannya tidak menguntungkan ketika dia mengadu tenaga dalam dengan Thay Si Lama. Kuda-kudanya tidak kokoh karena dia tadi baru saja dalam keadaan terpelanting dan terhuyung.

Pada saat dia terjengkang, ujung tongkat di tangan Kim Sim Lama menyambar dan menyentuh punggungnya. Sie Liong terkulai lemas dan roboh pingsan! Melihat betapa Thay Si Lama muntah darah, empat orang rekannya menjadi marah dan mereka sudah menggerakkan senjata untuk melumatkan tubuh Pendekar Bongkok.

"Tahan!" Kim Sim Lama berseru dan tongkatnya diputar melindungi tubuh Sie Liong.

Lima orang Harimau Tibet itu kini memandang heran kepada pemimpin mereka. Bahkan Thay Si Lama yang mengusap darah dari bibirnya, mengerutkan alisnya.

"Maaf, susiok (paman guru), akan tetapi Pendekar Bongkok ini berbahaya sekali. Sudah selayaknya kalau dia dibunuh!" katanya dengan nada tidak senang.

"Hemm, kalian ini sudah berpengalaman luas, mengapa masih berpandangan picik dan masih mudah dipengaruhi oleh kemarahan dan dendam? Yang penting bagi kita adalah langkah yang kita perhitungkan, langkah yang pasti akan menguntungkan usaha kita! Kalau dia kalian bunuh, lalu apa untungnya? Boleh jadi dia lihai, akan tetapi tidak cukup lihai untuk membuat kita gentar. Pula, apa artinya dia seorang diri saja menghadapi kita? Sebaliknya, kalau dia tidak dibunuh, banyak pilihan bagi kita untuk memanfaatkan bocah ini dan menarik keuntungan sebesarnya."

Lima orang pendeta Lama itu memandang penuh perhatian dan Thay Ku Lama mewakili para sute-nya bertanya, "Susiok, manfaat apa yang dapat kita ambil dari bocah bongkok ini?"

"Ha-ha-ha-ha! Nah, kalian lihatlah," katanya kepada belasan orang pembantu utamanya.
"Tanpa pimpinan pinceng, kalian ini sama seperti sekumpulan gajah yang kehilangan pembimbing. Biar pun kalian kuat, kalau tidak pandai mempergunakan akal, tidak akan ada gunanya dan tidak akan mencapai hasil jauh! Dengarlah. Kita semua telah melihat bahwa bocah ini, walau pun masih muda dan tubuhnya bongkok, akan tetapi dia sudah mewarisi ilmu kepandaian yang hebat dan kiranya hanya pinceng seorang saja yang akan mampu menandinginya. Kalian semua, kalau maju satu lawan satu, sama sekali bukanlah tandingannya! Nah, kalian tentu tahu betapa akan baik dan menguntungkan sekali bagi kita kalau saja dia mau membantu gerakan kita."

"Akan tetapi, susiok! Dia adalah murid Himalaya Sam Lojin, bahkan juga murid Pek Sim Siansu. Dia musuh kita dan mana mungkin dia mau membantu gerakan kita?" Thay Si Lama mencela.

"Bagaimana kalau kita mempergunakan sihir supaya dia kehilangan ingatan dan suka membantu kita?" kata Thay Hok Lama.

Kim Sim Lama menggelengkan kepalanya. "Memang benar bahwa kiranya tidak akan mungkin dia membantu kita, dan penggunaan sihir pun tidak ada artinya bagi seorang yang sudah memiliki sinkang sekuat itu."

"Pinceng dapat membuatkan racun perampas ingatan..." berkata pula Thay Hok Lama si ahli racun.

Kim Sim Lama tetap menggeleng kepalanya. "Biar pun dia sudah kehilangan ingatan, watak dasarnya tentu melarang dia untuk membantu kita. Dan apa artinya orang yang kehilangan ingatan untuk kita? Bahkan dia akan dapat menimbulkan kekacauan karena ketololannya. Tidak, agaknya kita tidak boleh mengharapkan dia membantu perjuangan kita dengan tenaganya."

"Lalu untuk apa lagi, susiok?" Thay Pek Lama bertanya.

Kim Sim Lama tersenyum dan mukanya yang merah kekanak-kanakan itu kini kelihatan cerdik luar biasa. Matanya mencorong, berkilat dan mulutnya tersenyum mengejek.

"Kita dapat mempergunakan dia untuk memperuncing hubungan yang sudah memburuk antara Dalai Lama dan para tosu. Kalau dia sebagai utusan para tosu sampai terbunuh oleh Dalai Lama, barulah kematiannya ada gunanya untuk kita."

Lima orang Tibet Ngo-houw mengangguk-angguk dan mereka pun melihat manfaat itu. "Akan tetapi, bagaimana caranya agar dia dapat terbunuh oleh Dalai Lama, atau agar para tosu menganggap kematiannya disebabkan oleh Dalai Lama?"

"Tentu saja satu-satunya jalan adalah supaya dia mati di dalam istana Dalai Lama di Lhasa!" kata Kim Sim Lama.

"Akan tetapi, bagaimana caranya menyelundupkan dia ke dalam istana?" tanya Thay Bo Lama.

Kim Sim Lama tersenyum lagi. "Tidak percuma pinceng sudah menyebar orang-orang ke dalam Lhasa. Biarlah kita menanti kesempatan yang baik. Sementara ini, kita tahan dia di dalam penjara lebih dulu."

"Akan tetapi, hal itu berbahaya sekali, susiok! Dia amat lihai, kalau dibiarkan hidup di dalam penjara, bagaimana kalau sekali waktu dia memberontak dan berhasil lolos dari dalam penjara?" Thay Ku Lama berseru khawatir.

"Ha-ha-ha-ha, mengapa engkau begitu bodoh? Tentu saja kita harus membuat dia tidak berdaya lebih dahulu. Nah sekarang racunmu perampas ingatan itu kita butuhkan, Thay Hok Lama."

Thay Hok Lama merasa girang karena dia dapat berjasa. Cepat dia mengeluarkan dua butir pel hitam. "Ingatannya dihilangkan sama sekali ataukah untuk sementara, susiok?"

"Maksudmu bagaimana?" tanya Kim Sim Lama.

"Pinceng mempunyai dua butir pel racun perampas ingatan. Kalau diminumkan sebutir, maka dia akan kehilangan ingatan selama satu bulan saja. Akan tetapi, kalau dua butir sekaligus dimasukkan ke perutnya, racun yang bekerja sedemikian hebatnya sehingga semua syaraf ingatan di kepalanya akan hangus dan dia pun akan kehilangan ingatan untuk selamanya." Thay Hok Lama tertawa gembira karena bangga dapat memamerkan keahliannya tentang racun.

"Berikan sebutir saja. Mungkin kita memerlukan dia dalam keadaan sadar dan setelah sebulan, kalau perlu, kita bisa meminumkannya sebutir lagi."

Thay Hok Lama menghampiri tubuh Sie Liong yang masih pingsan, menotok lehernya sehingga dengan mudah dia membukakan mulut pemuda itu dan memaksakan sebutir pel ke dalam kerongkongannya. Dengan arak yang dituangkan dengan paksa, maka pel itu memasuki perut Sie Liong tanpa diketahui pemuda yang masih pingsan itu.

"Ha-ha-ha, setelah siuman dia sudah akan lupa segala-galanya, susiok. Apakah boleh kami lempar dia di dalam kamar tahanan?" tanya Thay Hok Lama.

"Nanti dulu! Walau pun ingatannya hilang, apa bila tenaganya masih demikian kuat dan nalurinya masih membuat dia mampu bersilat, hal itu tetap saja membahayakan."

"Jangan khawatir, susiok. Pinceng mempunyai racun lain yang akan meracuni darahnya sehingga kalau dia mengerahkan sinkang-nya dia akan roboh sendiri," kata Thay Hok Lama.

Kembali Thay Hok Lama mengeluarkan obat bubuk yang dituangkan ke dalam perut Sie Liong melalui mulutnya. Setelah itu, barulah Sie Liong dimasukkan ke dalam sebuah kamar tahanan yang berpintu besi.

"Ha-ha-ha, dalam keadaannya seperti itu, dia tidak berbahaya lagi, seperti orang biasa saja. Tidak perlu kita sendiri yang berjaga, cukup dijaga anak buah saja," kata Thay Hok Lama.

Demikianlah, Sie Liong dilempar ke dalam kamar tahanan dan pemuda itu menggeletak pingsan di atas lantai kamar yang dingin itu. Lima orang Tibet Ngo-houw meninggalkan kamar itu setelah menyuruh enam orang penjaga berjaga di luar pintu besi dengan senjata di tangan.

Tanpa perlu dijaga pun, pemuda yang sudah makan dua macam obat beracun itu tak akan mampu membebaskan diri dari dalam kamar penjara.....

KISAH PENDEKAR BONGKOK (seri ke 17 Bu Kek Siansu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang