Yauw Sun Kok adalah seorang laki-laki petualang yang sudah hidup sebatang kara sejak masih kecil. Kedua orang tuanya telah meninggal dunia karena wabah penyakit menular yang amat berbahaya di dusunnya. Dalam usia sepuluh tahun dia sudah hidup sebatang kara dan yatim piatu.
Kehidupan yang keras seorang diri ini menggemblengnya menjadi seorang pemuda yang keras. Namun, dia memang memiliki kecerdikan sehingga meski pun ketika ayah ibunya meninggal dia baru berusia sepuluh tahun, akan tetapi dia sudah mempunyai kepandaian membaca dan menulis.
Ketika dia hidup seorang diri, merantau sebatang kara dan menemui banyak kekerasan dan kesulitan hidup, dia mengerti bahwa dalam kehidupan yang sulit dan serba keras itu, dia perlu menguasai ilmu silat. Maka, ke mana pun dia merantau, dia selalu berusaha untuk mempelajari ilmu silat dari siapa pun.
Akhirnya, pada usia lima belas tahun, setelah menguasai beberapa macam ilmu silat, dia bekerja pada seorang kepala perampok kenamaan di sepanjang Sungai Kuning. Karena dia amat setia dan pandai mengambil hati, dia pun menjadi murid kepala perampok itu dan kemudian mempelajari ilmu silat dan ilmu... merampok!
Sering kali dia mewakili gurunya memimpin anak buah untuk merampok atau membajak perahu-perahu di sungai dan dalam usia dua puluh tahun, dia sudah menjadi seorang perampok yang lihai dan ditakuti. Bukan saja ilmu silatnya cukup lihai, akan tetapi juga dia masih bersikap seperti orang terpelajar dengan modal sedikit ilmu sastra yang pernah dipelajari pada waktu ayahnya masih hidup.
Pakaiannya selalu rapi, dan karena wajahnya tampan, maka banyak wanita yang jatuh hati padanya. Di antara gadis yang tergila-gila kepadanya adalah puteri kepala perampok itu sendiri! Gadis puteri kepala perampok itu memang cantik manis, dan segera terjadilah hubungan akrab di antara mereka.
Akan tetapi, kepala perampok itu tidak setuju kalau puterinya berjodoh dengan Sun Kok yang menjadi pembantunya dan muridnya pula. Walau pun dia adalah kepala perampok, akan tetapi dia tidak ingin melihat puterinya menjadi isteri seorang perampok! Dia ingin melihat puterinya menjadi isteri dari seorang pejabat tinggi atau seorang hartawan, paling tidak seorang yang hidup terhormat dan terpandang!
Di sini terbukti bahwa tiap orang yang melakukan penyelewengan dalam hidupnya, sama sekali bukan karena dia tak tahu atau menyukai pekerjaan maksiat atau penyelewengan itu! Kalau dia mampu, tentu saja dia akan menjauhi perbuatan menyeleweng itu! Kalau seorang pencuri, ketika sudah menjadi kaya raya dan terhormat, tak mungkin dia ingin mencuri lagi!
Kepala perampok itu pun tidak ingin mempunyai mantu seorang perampok!
Akan tetapi, hubungan antara Sun Kok dan puteri perampok itu sudah amat jauh dan mendalam, bahkan puteri kepala perampok itu sudah berulang kali menyerahkan dirinya kepada Sun Kok. Sudah berulang kali mereka melakukan hubungan suami isteri dengan pencurahan kasih sayang. Karena dihalangi oleh orang tua gadis itu, jalan satu-satunya bagi mereka hanyalah minggat!
Sun Kok dan kekasihnya meninggalkan sarang kepala perampok itu. Ketika lari gadis itu membawa pula beberapa barang berharga. Mulailah mereka berdua hidup sebagai suami isteri perampok! Mereka pergi jauh meninggalkan sarang kepala perampok di tepi Sungai Kuning itu dan menjadi perampok di sepanjang perbatasan Propinsi Hok-kian di timur.
Demikianlah sedikit riwayat Yauw Sun Kok. Sampai lima tahun kemudian, saat ia berusia dua puluh lima tahun dan menjadi perampok bersama isterinya tercinta, mereka berdua ketika sedang merampok kereta keluarga bangsawan, mereka bertemu dengan Sie Kian dan dalam perkelahian tersebut, isteri Yauw Sun Kok tewas di tangan Sie Kian!
Yauw Sun Kok yang kematian isterinya menjadi berduka sekali dan dia mendendam sakit hati yang hebat terhadap Sie Kian. Kembali kini dia hidup sebatang kara karena isterinya belum pernah melahirkan seorang anak.
Dengan dendam yang bernyala, Yauw Sun Kok lalu merantau ke barat. Dia mendengar bahwa Pegunungan Himalaya merupakan gudang para pertapa yang mempunyai ilmu kepandaian tinggi. Maka ke sanalah dia pergi, untuk belajar ilmu silat yang lebih tinggi agar kelak dia dapat membalas dendamnya kepada Sie Kian.
Selama lima tahun, Yauw Sun Kok menghamburkan semua hartanya yang dikumpulkan dari hasil merampok bersama isterinya, termasuk harta bawaan isterinya, hanya untuk belajar ilmu silat. Bermacam guru ditemuinya dan dia pun berhasil mempelajari ilmu silat yang lebih tinggi.
Dia pun behasil mendapat sebatang pedang pusaka yang disebut Pek-lian-kiam (Pedang Teratai Putih) karena di badan pedang itu terdapat ukiran setangkai bunga teratai putih. Pedang itu sendiri terbuat dari baja putih sehingga kalau dimainkan menjadi gulungan sinar putih yang menyilaukan mata.
Setelah merasa cukup mempunyai ilmu silat yang boleh diandalkan, Yauw Sun Kok lalu pergi mencari musuh besarnya. Tidak sukar baginya untuk menemukan tempat tinggal Sie Kian atau Sie Kauwsu yang membuka perguruan silat bayaran di kota Tiong-cin itu.
Dia melakukan penyelidikan dan merasa girang melihat betapa rumah keluarga Sie itu berdiri terpencil dan para muridnya tinggal di luar perguruan. Setelah memperhitungkan masak-masak, dia lalu mengirim surat ancaman dengan mempergunakan senjata rahasia piauw-nya dan akhirnya, dia berhasil membasmi keluarga Sie, dan melarikan dua orang anak musuh besarnya.
Sungguh di luar perhitungannya bahwa dia dapat jatuh cinta kepada Lan Hong, padahal dia bukahlah seorang yang mata keranjang dan mudah tergila-gila kepada wanita cantik. Mungkin karena antara wajah Lan Hong dengan mendiang isterinya ada persamaan atau kemiripan, maka dia tertarik sekali.
Setelah berhasil menaklukan Lan Hong sehingga gadis remaja itu menyerahkan diri kepadanya, Yauw Sun Kok merasa gembira sekali. Dia maklum bahwa perbuatannya di Tiong-cin itu akan menimbulkan kegemparan, maka dia kemudian melakukan perjalanan secepatnya menuju ke barat! Dia membawa Lan Hong yang telah menjadi isterinya itu ke Sin-kiang bersama anak kecil itu.
Di sebuah kota kecil bernama Sung-jan, di perbatasan barat Propinsi Sin-kiang, Tauw Sun Kok telah memiliki sebuah rumah yang lumayan. Di sinilah tempat tinggalnya yang terakhir setelah menuntut ilmu.
Di kota ini namanya sudah mulai terkenal sebagai seorang yang sakti. Namanya dapat terkenal karena dia memiliki hubungan dengan banyak tokoh kang-ouw di daerah barat. Memang Sun Kok pandai mengambil hati orang-orang kang-ouw yang berilmu tinggi dan dengan kepandaiannya mengambil hati ini, dia dapat mempelajari banyak macam ilmu silat.
Setelah tiba di rumahnya, Sun Kok lalu merayakan pesta pernikahannya dengan Sie Lan Hong! Meriah juga pesta itu karena selain mengundang orang-orang terkemuka di kota Sung-jan, juga dia mengundang tokoh-tokoh kang-ouw di daerah barat yang menjadi kenalannya.
Suatu keanehan terjadi dalam hati Sie Lan Hong. Melihat sikap bekas musuh besar yang kini menjadi suaminya itu, sikap yang sangat baik, penuh dengan kelembutan dan cinta kasih, penuh kemesraan dan kesabaran, sedikit demi sedikit lenyaplah kebencian dalam hati dara remaja ini! Apalagi dia melihat betapa Sun Kok memang bersungguh-sungguh memperisterinya, bukan sekedar main-main dan untuk mempermainkannya saja.
Melihat betapa suaminya mengadakan pesta yang meriah untuk pengesahan pernikahan mereka, mulai timbul perasaan suka di hati gadis ini. Sun Kok yang berpengalaman itu memang pandai merayu, dan Lan Hong adalah seorang gadis yang usianya baru lima belas tahun, maka mudah saja dia terbuai dalam kemesraan serta kenikmatan kasih sayang suaminya. Perlahan-lahan, rasa benci dan dendam itu lenyap terganti perasaan cinta!
Akan tetapi ada suatu hal yang menggelisahkan hati Yauw Sun Kok. Dia pun kini sudah tidak mendendam lagi kepada keluarga Sie, dan cintanya terhadap Lan Hong yang sudah menjadi isterinya adalah cinta yang mendalam. Bahkan ia pun tidak membenci Sie Liong, adik isterinya itu. Sebaliknya, dia bahkan juga memiliki perasaan sayang kepada anak itu, di samping perasaan iba mengingat betapa anak itu sudah tidak mempunyai ayah bunda lagi.
Akan tetapi, di samping perasaan sayang dan iba ini, ada semacam kegelisahan timbul di dalam hatinya setiap kali dia memangku dan menimang Sie Liong. Dalam diri anak ini dia melihat ancaman bahaya besar!
Kalau kelak Sie Liong sudah menjadi seorang dewasa, tentu dia akan mendengar akan kematian ayah ibunya di tangan kakak iparnya ini, dan tentu akan terjadi mala petaka! Besar sekali kemungkinannya, Sie Liong kelak akan mencoba untuk membalas dendam! Dari pihak isterinya, dia tidak khawatir karena dia dapat merasakan kemesraan dan kasih sayang dari isterinya kepadanya. Akan tetapi anak ini?
Setahun kemudian, ketika Sie Liong sudah pandai berjalan, pada suatu hari Sun Kok mengajaknya ke kebun belakang. Sementara itu Lan Hong sedang menyusui anaknya di dalam kamar. Sesudah menikah setahun lamanya, Lan Hong melahirkan seorang anak perempuan yang mungil dan diberi nama Yauw Bi Sian. Ketika itu, Bi Sian baru berusia satu bulan.
Sun Kok mengajak Sie Liong ke kebun dan memang anak ini dekat sekali dengan dia. Sun Kok sering kali menimang dan memondongnya, seolah-olah adik isterinya itu anak kandungnya sendiri. Sun Kok tidak berpura-pura, di dalam hatinya memang ada rasa sayang dan iba kepada Sie Liong.
Akan tetapi, ketika dia membawa Sie Liong bermain-main di kebun belakang, kembali dia teringat akan bahaya yang bisa mengancam dari diri anak ini. Dia tahu bahwa Sie Liong mempunyai tulang yang kuat dan darah yang bersih. Anak ini berbakat baik sekali untuk kelak menjadi seorang yang gagah perkasa. Jika kelak anak ini menjadi seorang pandai, tentu keselamatan dirinya akan terancam!
Wajah anak itu saja sudah mulai mengingatkan dia akan wajah Sie Kian yang dahulu dibunuhnya. Berbeda dari wajah isterinya yang lebih mirip ibunya. Kelak Sie Liong akan menjadi Sie Kian kedua yang mungkin akan membunuhnya untuk membalas dendam!
Mulailah dia merasa menyesal, mengapa dia membunuh dan membasmi keluarga Sie tanpa mengenal ampun. Pada saat itu dia insyaf, mendiang Sie Kian membunuh isterinya bukan karena benci atau dendam, melainkan dalam sebuah perkelahian yang wajar.
Ketika itu, sebagai seorang pendekar, Sie Kian membela bangsawan yang dirampoknya. Dalam perkelahian itu Sie Kian berhasil mengalahkan dia dan isterinya. Isterinya tewas dan dia terluka, juga Sie Kian terluka oleh senjata rahasia piauw-nya.
Bagaimana pun juga, anak ini merupakan ancaman bahaya besar. Betapa mudahnya melenyapkan ancaman baginya itu. Sekali menggerakkan tangannya, anak ini akan mati dan lenyaplah ancaman bahaya itu. Akan tetapi, dia teringat akan sumpahnya kepada isterinya. Dia telah bersumpah tidak akan membunuh anak ini, dan isterinya ternyata juga memegang teguh janjinya.
Isterinya itu kini benar-benar menjadi seorang isteri yang mencinta, mesra dan bahkan telah melahirkan seorang anak keturunannya! Bagaimana mungkin dia dapat melanggar sumpahnya? Isterinya benar. Bagaimana pun juga, dia masih memiliki harga diri dan dia tidak akan melanggar sumpahnya! Dan pula, bagaimana dia tega untuk membunuh anak ini yang sudah disayangnya pula?
"Ci-hu (kakak ipar)... ci-hu... tangkap... tangkap...!" Tiba-tiba Sie Liong berseru gembira sambil menunjuk ke arah seekor kupu-kupu kuning yang sedang beterbangan di antara kembang-kembang yang tumbuh di kebun itu.
Yauw Sun Kok memandang anak itu. Dia tersenyum. "Kau tangkaplah sendiri, Sie Liong! Engkau anak pandai, harus mampu menangkap sendiri kupu-kupu itu."
Sie Liong dengan gembira berlari-lari mengejar kupu-kupu itu. Akan tetapi kupu-kupu itu terlampau gesit dan terbangnya terlampau tinggi bagi Sie Liong yang mengejar terus. Karena ketika berlari-lari itu dia selalu melihat ke arah kupu-kupu di atas, tiba-tiba kaki Sie Liong tersandung batu besar dan dia pun tergelincir dan terguling.
"Dukkk!"
Ketika terjatuh itu, kepalanya membentur batu dan anak itu pun pingsan! Kepalanya yang kanan dekat pelipis mengeluarkan benjolan berdarah.
Sun Kok terkejut dan cepat dia meloncat menghampiri dan memondong tubuh anak itu, lalu duduk di atas bangku dan memangkunya. Sie Liong telah pingsan. Ketika dia hendak menyadarkan anak itu dengan memijat belakang kepalanya, tiba-tiba menyelinap pikiran lain dalam benaknya. Inilah kesempatan yang amat baik!
Dia tidak akan membunuh anak ini, akan tetapi dapat membuatnya menjadi cacat dan dengan cacatnya itu, kelak dia tidak akan dapat menjadi orang kuat dan terhindarlah dia dari ancaman balas dendam anak ini! Membuat dia cacat tak berarti membunuhnya. Dia tidak melanggar sumpahnya.
Dalam keadaan pingsan begini, anak ini pun tidak merasakan apa-apa! Dan dia akan mengusahakan agar sama sekali tak ada bekas-bekas penganiayaan, sehingga peristiwa jatuhnya anak ini kelak dapat menjadi alasan mengapa dia menjadi cacat!
Tanpa ragu lagi, Sun Kok menelungkupkan tubuh Sie Liong yang pingsan itu, membuka bajunya, kemudian dengan dua jari tangan kanannya, dia menotok dan memuntir tiga kali di punggung anak itu! Benarlah seperti dugaannya, anak yang pingsan itu tidak kelihatan kesakitan, padahal tiga kali totokan jari dan puntiran itu sudah membuat tulang punggung itu retak serta jaringan syaraf dan ototnya menjadi hancur!
Setelah membereskan kembali pakaiannya, Sun Kok lalu memondong tubuh itu lagi dan membawanya pulang ke rumah. Tanda biru menghitam pada punggung itu tentu tak akan menimbulkan kecurigaan. Tak ada seorang pun akan menyangka bahwa tanda itu adalah tanda bekas totokan dan puntiran jari tangannya!
Lan Hong sangat terkejut ketika melihat suaminya memasuki kamar sambil memondong tubuh Sie Liong yang lemas seperti anak tidur.
"Ahh, ada apakah?" tanyanya sambil memandang wajah suaminya dengan khawatir.
"Dia mengejar kupu-kupu, namun tersandung dan terjatuh. Kepalanya terbanting ke atas batu dan dia pingsan," katanya sambil merebahkan tubuh anak itu ke atas pembaringan.
Lan Hong sejenak memandang wajah suaminya. Sepasang alisnya berkerut, sedangkan pandang matanya penuh dengan kecurigaan. Melihat isterinya memandangnya seperti itu, Sun Kok manghampiri dan merangkul isterinya.
"Isteriku, apakah sampai kini engkau belum juga percaya padaku? Ingat, aku tidak akan pernah melupakan sumpahku. Aku tidak akan membunuh Sie Liong! Aku sudah sangat sayang kepadanya. Bagaimana kini engkau dapat memandang kepadaku dengan penuh kecurigaan seperti itu?"
Lan Hong membalas rangkulan suaminya.
"Ahh, maafkan aku...," dan ia pun segera memeriksa keadaan Sie Liong.
Kelihatannya hanya kepala anak itu saja yang terluka, berdarah dan membenjol. Akan tetapi biar pun mereka berdua telah berusaha untuk membikin sadar, anak itu tetap saja pingsan. Hal ini membuat Lan Hong merasa khawatir sekali dan suaminya segera pergi mengundang seorang tabib yang terkenal pandai di kota Sung-jan itu. Tabib itu seorang peranakan Nepal dan memang dia pandai sekali dalam soal pengobatan.
Orang berkulit hitam, tinggi kurus dan bersorban putih itu datang membawa keranjang obatnya dan segera memeriksa Sie Liong. Tabib itu sudah lama mengenal Yauw Sun Kok yang di kota itu dikenal sebagai seorang ahli silat yang pandai, selain pekerjaannya sebagai seorang pedagang rempah-rempah yang cukup maju.
Mula-mula dia memeriksa keadaan kepala yang membenjol itu, ditunggui dengan penuh kekhawatiran oleh Lan Hong yang memondong puterinya sambil didampingi suaminya. Tabib itu mengangguk-angguk.
"Hanya luka di luar, tidak ada yang berbahaya dengan kepala ini. Hemmm, kenapa dia belum juga siuman? Tentu ada luka lain. Biar kuperiksa tubuhnya."
Dia lalu membuka pakaian anak itu, dibantu oleh Sun Kok. Ia sama sekali tidak merasa khawatir. Seorang tabib yang pandai seperti orang Nepal ini pasti dengan mudah akan dapat menemukan luka di punggung itu, akan tetapi tidak mungkin akan tahu bahwa itu disebabkan oleh totokan jari tangan dan akan mengira bahwa punggung itu pun terpukul benda keras.
Dugaannya memang benar. Setelah memeriksa seluruh tubuh Sie Liong, akhirnya tabib itu menemukan tanda menghitam di tulang pungungnya.
"Ahhh, inilah yang menyebabkan dia pingsan terus! Punggungnya terluka, dan luka ini lebih hebat dari pada luka di kepalanya!"
Dia memeriksa dengan teliti, lalu mengerutkan alisnya, menggeleng-geleng kepalanya dan menarik napas panjang.
"Bagaimanakah keadaannya, Sin-she (Tabib)?" tanya Lan Hong khawatir melihat muka orang Nepal itu.
"Tidak baik... sungguh tidak baik...! Luka di punggung ini hebat sekali. Agaknya tulang punggung ini retak, dan otot-ototnya juga terluka parah..."
"Aihh! Bagaimana hal itu dapat terjadi? Dan... dan... apakah dia masih bisa disembuhkan, Sin-she?" tanya pula Lan Hong sambil memandang suaminya.
Sun Kok mengangguk-angguk. "Aku hanya melihat ada batu besar di bawahnya ketika dia jatuh. Oleh karena yang nampak hanya kepalanya yang membenjol dan berdarah, kusangka hanya itu saja lukanya. Tentu tadi punggungnya terbanting pada batu yang menonjol sehingga seperti terpukul."
Tabib itu mengangguk-angguk. "Agaknya begitulah. Akan tetapi jangan khawatir, anak ini masih kecil sehingga luka parah itu tidak akan sampai merenggut nyawanya, walau pun aku khawatir sekali..."
Melihat tabib itu nampak ragu-ragu, Lan Hong bertanya cemas, "Khawatir apa, Sin-she? Katakanlah, apa yang akan terjadi dengan adikku?"
"Dia akan dapat disembuhkan dengan obatku dan oleh kekuatan tubuhnya sendiri yang masih murni. Akan tetapi, pertumbuhan tulang punggungnya itu akan tidak normal dan aku khawatir kelak dia akan menjadi seorang yang bongkok."
"Ahhh...!" Lan Hong menutupi mukanya dengan tangan, ngeri membayangkan adiknya menjadi seorang yang bongkok punggungnya.
Tangan suaminya menyentuh pundaknya dengan lembut. "Tidak perlu berduka. Biar pun cacat, biar bongkok asal sehat, bukankah begitu? Yang penting Sie Liong dapat sembuh dan sehat kembali."
Sie Liong mendapat perawatan baik-baik dan tepat seperti keterangan tabib pandai itu, Sie Liong dapat sembuh, akan tetapi pertumbuhan tulang punggungnya tidak normal. Dua tahun kemudian sudah nampak betapa punggungnya bongkok dan ada punuk di punggungnya seperti punggung onta.
Yauw Sun Kok diam-diam tersenyum seorang diri. Dia merasa lega dan aman sekarang. Seorang bocah yang bongkok punggungnya, bagaimana pun juga tidak mungkin akan dapat menjadi seorang yang perlu ditakuti.
Rasa takut dapat membuat orang menjadi curang dan kejam sekali. Sun Kok melakukan kekejaman itu kepada seorang anak kecil yang sebetulnya sudah mulai disayangnya karena dia takut membayangkan betapa Sie Liong kelak akan mengetahui tentang kedua orang tuanya yang dibunuhnya, kemudian anak itu akan membalas dendam kepadanya.
Sie Lan Hong juga bukan seorang wanita yang bodoh. Walau pun suaminya memberi keterangan bahwa Sie Liong terjatuh menimpa batu pada saat mengejar kupu-kupu, dan ketika telah sadar Sie Liong pun dapat bercerita sedikit-sedikit bahwa kupu-kupunya yang nakal, bahwa dia terjatuh ketika mengejar kupu-kupu, akan tetapi diam-diam Lan Hong menaruh perasaan curiga kepada suaminya.
Dia tahu bahwa suaminya itu, bagaimana pun juga masih merasa khawatir kalau-kalau Sie Liong kelak akan mengetahui mengenai kematian orang tuanya, lalu anak itu akan membalas dendam kepadanya. Dia merasa curiga apakah jatuhnya adiknya itu bukan disengaja dan dibuat oleh suaminya!
Akan tetapi ia sudah terlalu mencinta suaminya, apalagi kini mereka sudah mempunyai seorang anak. Andai kata memang benar ada unsur kesengajaan dari suaminya yang menyebabkan adiknya terjatuh dan menjadi cacat, tetap saja suaminya tidak melanggar sumpahnya.
Suaminya pernah bersumpah tidak akan membunuh Sie Liong! Dan membuatnya cacat bukanlah pembunuhan. Karena itu, khawatir kalau dia menuduh tanpa bukti hanya akan merenggangkan kasih sayang antara dia dan suaminya, maka Lan Hong diam saja dan menahan itu di dalam hatinya.....
KAMU SEDANG MEMBACA
KISAH PENDEKAR BONGKOK (seri ke 17 Bu Kek Siansu)
Acción(seri ke 17 Bu Kek Siansu) Jilid 1-33