PART 2

411 61 13
                                    

Perjamuan makan siang kali ini terasa hambar untuk sasuke. Pria itu sama sekali enggan menyentuh makanannya. Tatapannya hanya tertuju pada gadis di hadapannya. Saat ini, Sakura sedang tertawa kecil sambil sesekali mengangguk sebagai bentuk sopan santun pada setiap ucapan para tetua.

Menyesakkan.
Sasuke merasa dadanya sangat sesak setelah ia mendengar percakapan antara ketua klan hyuuga dan ayahnya.

'Memanfaatkan klan Haruno—Sakura sebagai perlindungannya? Ini gila'

Sementara sakura sibuk membawa obrolan yang menyenangkan untuk para tetua dan baginda raja, Sasuke dengan wajah tegasnya berdiri dari meja makan dan bergegas pergi meninggalkan ruangan itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Yang mulia putra mahkota?" Hiashi memanggilnya dengan lantang. Membuat semua perhatian kembali tertuju padanya.

"Biarkan aku sendirian" jawabnya tanpa menoleh.

Sakura diam-diam menggigit bibirnya sendiri dengan bahu bergetar. Sebuah pikiran terlintas begitu saja. Ketakutannya selama beberapa hari terakhir ini.
'Apakah yang mulia putra mahkota tidak menyukaiku?'

****

Sasuke tidak memiliki satu pun tempat di istana ini yang bisa menangkan hatinya, selain taman di kerajaan timur. Tempat peninggalan mendiang ibunya. Sebuah hamparan bunga yang begitu luas hingga bisa menyejukkan hati siapapun.

Sasuke mendesah kuat-kuat. 

Lalu kemudian sebuah langkah terdengar samar-samar berada di belakangnya. Ia menoleh sekilas dan mendapati gadis yang tidak bisa ia hindari-berdiri dihadapannya dengan senyuman kikuk.

"Hormat saya yang mulia- sasuke sama.." Sakura mengangkat gaunnya hingga agak berjingkat. Lalu perlahan ia menatap sasuke begitu dalam dengan iris emeraldnya.

untuk sesaat, sasuke ingin segera menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Sebuah hasrat yang kuat ketika sakura berada disekitarnya.

"Para tetua dan baginda raja, menyuruh hamba kemari dan menemani yang mulia." suaranya lirih dan pelan. Sakura takut jika Sasuke akan sewaktu-waktu mendorongnya menjauh. 

Namun Sasuke hanya memandanginya dengan tatapan yang sulit dimengerti siapa pun. Pandangannya sendu dengan kilatan bercampur amarah. "Apa kau menyetujui perjodohan ini?"

Sakura mengangkat pandangannya untuk menatap onyx laki-laki dihadapannya. "Hamba, menyetujuinya yang mulia." Ia mengaku dengan tegas walau masih dengan suara pelan.

"Batalkan!" Sasuke berteriak gusar "Batalkan semua rencana yang telah kalian susun untuk masuk kedalam kehidupan kerajaan. Kau pikir dirimu pantas untuk bersanding denganku? yang benar saja."

"ya-yang mulia.." sakura menatapnya lirih "Aku pikir pertemuan kita waktu itu berjalan baik. Aku tidak-"

"Itu sebelum aku mengetahui status keluargamu yang rendahan itu!" Sasuke merasakan suaranya bergetar ketika mengatakan hal itu. Kemudian ia melihat air mata sakura membasahi pipinya perlahan-lahan.
Sasuke tidak bisa mempertahankan pandangannya pada wajah gadis itu. Alih-alih melindungi perasaannya, ia malah menyakiti Sakura dnegan kata-katanya yang kejam. Gadis itu bahkan tidak mengetahui rencanan busuk keluarga hyuuga dan ayahnya untuk memanfaatkan kekuatannya. "Aku benar-benar tidak ingin menikah denganmu."

"Apakah ada sesuatu yang lain pada diri hamba yang tidak Yang mulia sukai?" Sasuke tidak segera menjawabnya. "Aku mengerti.." Sakura menatap Sasuke dengan matanya yang berwarna emerlard itu seakan-akan bisa menembus pikirannya. "Sepertinya anda salah paham tentang keluargaku"

Sakura meremas kedua tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. "Jika itu Yang mulia pikirkan, Yang mulia tidak perlu khawatir.." sesaat Sakura ragu akan kata-katanya, tapi ia tetap melanjutkan kalimatnya walau bibirnya gemetar "Aku tidak diharuskan menikah dengan keluarga kerjaan, pada pesan suci di kuil haruno, ilham itu hanya menunjukku untuk melahirkan anak raja saja. Bahkan jika itu adalah anak diluar pernikahan atau itu berarti jika aku akan menjadi seorang selir saja. Maka demikian tugasku sudah selesai."

"Apa maksudmu? pesan suci apa?" 

"Jika Yang Mulia menyakitiku seperti ini karena anggapan tuan hyuga dan Baginda Raja mengenai pernikahan ini, hamba sama sekali tidak masalah yang mulia."

Sasuke menegang. Ia bahkan tidak bisa mengendalikan tubuhnya untuk tidak memanas dan merasakan seluruh luapan emosi dari dalam dirinya. "Kau-Apa?"

"Pergunakanlah hamba yang mulia. Hamba bersedia menjadi yang paling setia pada kerajaan ini. Karena memang sejak awal kehidupan seorang haruno adalah sebagai alat untuk melindungi keluarga kerajaan."

"HENTIKAN!!!" Sasuke kehilangan kewarasannya saat gadis itu dengan begitu pasrah mengatakan hal-hal menjadi alat kerajaan dan bagaimana ia bisa memanfaatkan hidupnya. Dengan sebuah sentakan sasuke meremas bahu sakura dan menatapnya dengan amarah yang luar biasa. "Akan kupastikan untuk rencana itu tidak akan terjadi. Bahkan jika nyawaku adalah taruhannya."

***

"Ak-aku kelelahan hosh.. " Naruto mengangkat tangannya sebagai tanda menyerah, tapi Sasuke tidak peduli dengan lawan tandingnya itu. 

Ia mengangkat pedang Naruto yang terhunus di tanah dan menantangnya lagi untuk yang kesekian lainnya. Pria itu mendengus keras. Ia merasa putra mahkota sudah kehilangan akalnya sejak pertemuannya yang terakhir kali dengan gadis klan Haruno. 
Sasuke sering kali terlihat uring-uringan dan gelisah. Naruto harus pasrah jika ia dijadikan sasaran emosinya seperti kali ini. 

Mereka sudah berlatih pedang sejak pagi tadi, tapi tidak ada tanda-tanda Sasuke akan mengakhiri sesi berlatihnya saat ini. Bahkan ketika Naruto sudah merasakan punggungnya yang gosong karena matahari sudah bersinar terik diatas kepalanya.

"Kau tidak bisa menyiksaku seperti ini yang mulia!!" Naruto mendengus "Aku juga manusia. Aku bisa mati jika meladenimu terus-terusan!"

Sasuke mendecih hingga akhirnya melemparkan pedang miliknya sendiri di atas tanah. "Kau benar, aku sudah keterlaluan hari ini."
Ia terduduk, karena baru menyadari staminanya yang sudah terkuras habis. Lalu untuk kesekian kalinya, perasaan tidak enak itu datang menghampirinya ketika ia tidak memiliki apapun untuk mengalihkan atensinya. 

"Sialan!"

"Hei, jangan mengumpat begitu. Kita masih ada di bagian istana barat"
(Istana Barat adalah istana kekaisaran tertinggi. Ada beberapa tata krama yang harus dipatuhi.)

"Aku tidak peduli." Sasuke bergegas pergi meninggalkan aula pelatihan dengan wajah gusar.

Naruto hanya dapat memandangi punggung tuan yang ia layani itu dengan tatapan nanar.
Ia sendiri mengerti alasan emosi Sasuke yang tidak terkendali. Pikirannya pasti kalut memikirkan kehidupan kerajaan, statusnya sebagai penerus tahta dan wanita bernama haruno itu.

Dari kejauhan, ia melihat shikamaru yang lari tergopoh-gopoh menuju aula utama istana barat. Naruto bergegas menyusulnya, ia merasa sangat penasaran karena Shikamaru tidak pernah bertindak seperti itu sebelumnya.

"Hei, ada apa Shika?"

"Dimana yang mulia putra mahkota?"

Naruto mengangkat bahunya. "Dia baru saja pergi ketika kau masuk sambil tersenggal - senggal begitu!"

Shikamaru merasa lututnya melemas. Ia mendesah kuat-kuat sambil meremas rambutnya sendiri dengan frustasi.

"Ini gawat.."

"Apa? Ada apa?" Naruto bertanya dengan penuh penasaran. Tapi Shikamaru hanya meninggalkannya tanpa penjelasan dan menatapnya dengan nanar. "Hei Shika!! Ada apa?"

"Benteng perbatasan telah hancur" sejenak Shikamaru menjeda kalimatnya. Ia meneguk salivanya dan berkata lagi dengan suara gemetar. "Aku rasa para pemberontak itu akan menyerang istana."

****

Duh sori ya bolak-balik bagian akhirnya ke hapus terus gatau kenapa 😭

Royal Queen of Sakura [SasuSaku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang