Happy reading guys
💜💜💜
Kantin penuh. Sudah tidak ada lagi bangku yang tersisa. Acha yang baru memasuki kantin bersama Mila dan Devi merengut sebal.
Tadi ia sudah membayangkan akan duduk di bangku paling pojok sambil menikmati semangkok bakso dan batagor dengan segelas es lemon. Ah, bayangan memang tidak sesuai dengan kenyataan, so ia memang harus banyak bersabar.
"Pesen aja, deh. Nanti kita makan di kelas. Atau lo mau ke kantin sebelah?" Mila memberikan saran yang diangguki oleh Devi.
"Pindah aja yok, siapa tahu calon suami gue ada di sana." Acha nyengir lebar. Dengan semangat Acha menggandeng tangan Mila dan Acha menuju kantin sebelah.
Saat sampai di pintu masuk, Acha menghentikan langkahnya. Kedua sahabatnya mau tak mau juga berhenti di tempat.
"Ngapain berhenti di sini, Cha. Masuk juga belum." Devi menatap Acha yang sibuk merapikan seragam dan rambutnya yang dihiasi bando.
Mila membuang muka ke arah lain. Saat matanya menangkap 3 orang di yang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri pun segera menoleh ke arah Acha. Miris sekali.
"Tuh yang katanya calon suami lo."
Acha mengikuti jari telunjuk Mila. Ia membulatkan matanya. Tangannya mengepal. Dasar Laura gatel, calon suami gue itu.
Devi mengelus lengan Acha pekan. Berharap sedikit menenangkan. Acha menghirup napas dalam-dalam. Ia tidak boleh emosi, bisa-bisa Rion ilfil padanya. Yang perlu ia lakukan adalah menyapanya sambil tersenyum manis. Siapa tahu akang langsung klepek-klepek, eaaa. Jiwa halunya memang sering kali meronta-ronta.
Perlahan Acha melangkah mendekati bangku Rion yang di sana. Mau tak mau untuk kesekian kalinya, Mila dan Devi mengikuti langkah Acha.
"Hai" Acha menyapa Rion sambil tersenyum manis, ia mengambil duduk di sebelah Rion yang kebetulan kosong.
Acha sepertinya harus banyak-banyak sabar. Rion emang ujian kesabaran banget. Kalian bisa menebak, Rion tidak menjawab sama sekali, menoleh pun tidak.
"Ngapain sih lo kesini? Ganggu pemandangan aja." Laura terlihat tidak suka di sebrang sana. Acha menulikan pendengarannya. Ia malah menyapa salah satu kakak kelasnya yang sekarang berada tepat di depannya.
"Hai, Kak Angga."
"Lo tahu nama gue?"
Mila memutar bola matanya jengah. Memang bego, siapapun yang bisa baca juga tahu kali nama kakak kelasnya itu.
"Itu di seragam lo ada namanya."
Angga menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali. Ia mendadak salah tingkah. Rion memang kurang asupan kayaknya, cewek secantik Acha ditolaknya mentah-mentah.
"Mau pesen apa?" Mila akhirnya membuka suara.
"Astaga gue lupa, gue pergi dulu ya. Urgent ini." Setelah mengatakan itu, Devi putar balik dan sedikit berlari entah kemana.
"Tolong pesenin bakso sama batagor ya, Mil. Minumnya es lemon kayak biasanya. Thank you."
Mila segera melangkah untuk memesan makan siang dan minumnya. Meninggalkan Acha yang masih duduk sambil mengobrol dengan Angga. Heran, yang dideketin siapa yang diajak ngobrol siapa.
"Kak Angga kok ganteng sih." Acha tersenyum sambil memandangi wajah tampan Angga. Ia tak bohong Angga memang tampan, tapi tetap saja yang paling tampan tetap calon suaminya, Rion.
"Bisa aja lo. Gue jadi tersanjung dibilang genteng sama cewek cantik kayak lo."
"Lo berdua emang cocok. Bagus deh," kata Laura masuk ke dalam pembicaraan mereka berdua. Acha memutar bola matanya malas.
"Gue balik." Rion berdiri dari bangkunya. Ia mengambil ponsel di meja dan segera berlalu.
"Tungguin, Yon." Laura segera mengikuti Rion keluar kantin. Acha masih bengong di tempatnya.
"Ngapain lo bengong kayak gitu. Jelek."
"Milaaaa,"rengek Acha sambil menghentakkan kakinya ke lantai. Tentu saja karena hal itu, membuat Acha jadi pusat perhatian.
"Kenapa? Suara lo nggak perlu dikencengin juga kali. Tuh lihat lo jadi tontonan." Acha duduk di sebelah Acha, bekas tempat Rion. Acha mengedarkan pandangannya ke penjuru kantin. Ia langsung menutup wajahnya yang memerah malu.
"Emm, kayaknya gue pergi dulu." Angga pamit pada dua cewek di depannya.
"Nggak boleh." Acha langsung menghentikan Angga agar tidak pergi.
"Lo pokoknya harus bantuin gue." Acha menatap Angga serius, membuat Angga mengurungkan niatnya untuk pergi dari sana.
"Kenapa, Cha?"
"Gue minta nomor WhatsApp Rion." Acha menyodorkan ponselnya di depan Angga. Angga gelagapan, mana mungkin ia memberikan nomor Rion pada Acha. Bisa-bisa kelar hidupnya.
"Ka... kayaknya lo harus minta sendiri deh, Cha."
Acha mendengus," Kalau dari kemarin dikasih gue nggak bakal minta ke elo. Ngomong aja dikacangin gimana mau minta nomor. Ayolah, Kak. Lo aman kok. Ntar gue belain lo mati-matian deh. Seriusan." Acha menunjukkan pupy eyesnya, berharap bisa membujuk Angga agar mau sedikit berbaik hati padanya.
"Yaudah gini aja, deh. Lo kasih tahu apa yang bisa buat Rion suka sama gue. Udah cuma satu itu aja. Ayolah Kak, jangan pelit gitu."
"Rion suka cewek pinter dan nggak ganjen kayak lo." Usapan di kepala dari belakang membuat Acha menoleh. Ia membulatkan matanya.
Ya Tuhan, sepertinya ia memang dikutuk. Untuk kesekian kalinya dia satu sekolah dengan orang ini. Orang yang ingin sekali dia hindari dari muka bumi. Kenapa dia tidak sadar sama sekali.
💜💜💜
Thank you buat yang udah luangin waktu buat baca.
Love you💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad choice
Teen FictionBagi Acha Rion adalah cowok tertampan di dunia setelah papanya. Ia merasa bahwa Rion adalah jodoh yang diberikan Tuhan untuknya. Ia bahkan belajar mati-matian agar Rion meliriknya, karena katanya, Rion suka dengan cewek pintar. Namun Bagi Rion Acha...