Chapter 3 - Care

287 65 0
                                    

Author's POV

"Oi, Hinata! Bangun! Hari sudah siang!" seru (Y/n) seraya menarik selimut yang dikenakan Hinata.

"Lima menit lagi. Aku masih mengantuk." Hinata menarik kembali selimutnya.

"Awas saja jika lima menit lagi kau tak bangun," ancam (Y/n) pada Hinata yang masih setengah tertidur itu.

Hinata hanya bergumam tak jelas.

(Y/n) kemudian meninggalkannya. Ia beranjak ke dapur dan membuat tamago kake gohan. Ya, itu menu sarapan yang paling mudah untuk dibuat.

Setelah selesai membuat sarapan dan menatanya di atas meja makan, Hinata masih belum bangun. Lelaki bersurai jingga itu masih tertidur pulas dan berkelana di alam mimpinya.

(Y/n) menghela napas. Jika Hinata berada di rumahnya, ia merasa seperti mengurus seorang anak ketimbang orang dewasa.

Gadis itu kembali ke kamarnya. Membuka pintunya lalu menarik selimut Hinata hingga tuntas.

"Bangun, Hinata! Sampai kapan kau akan tertidur?" omel (Y/n) lagi.

"Lima menit la—"

"Tidak ada lagi janji-janji seperti itu! Kau pikir aku tidak akan tertipu? Sudah, cepat bangun dan sarapan! Aku tidak akan sarapan jika kau belum bangun!" (Y/n) meninggalkan Hinata yang berbaring tanpa selimut itu.

Namun, tak lama kemudian Hinata pun bangun dan menyusul (Y/n) ke dapur. Ia masih mengantuk terlihat dari wajahnya. Tidurnya semalam tidak nyenyak karena ia tak tidur di kamarnya sendiri. Yah, ini merupakan konsekuensi yang harus diambilnya jika ia tinggal di rumah gadis itu.

"Basuh wajahmu dulu dengan air. Lalu, kembali ke sini," titah (Y/n) yang dituruti oleh Hinata.

Setelah Hinata beranjak dari dapur, (Y/n) melepas apron yang dikenakannya. Ia kemudian duduk di kursi meja makan sambil menunggu Hinata kembali.

Beberapa saat kemudian, Hinata kembali dengan wajah yang lebih segar. Lalu, ia duduk di hadapan (Y/n).

"Ohayou, (Y/n)-san!" sapanya dengan wajah ceria.

"Oh, sudah tak memanggilku dengan nama belakangku lagi?" ujarnya sarkas.

Hinata menggeleng, "Bukankah itu aneh jika aku memanggil temanku sendiri dengan nama belakangnya?" tanyanya balik.

(Y/n) mengerjapkan matanya beberapa kali. "Ya, terserah padamu."

"Kau juga boleh memanggilku dengan Shouyo," tambah Hinata.

"Baiklah jika itu maumu," sahut (Y/n) seraya mengambil sumpit di atas meja.

"Itadakimasu!"

"Itadakimasu."

Mereka mulai makan. Hinata yang biasanya berisik kini mendadak diam.

"Kau makan dengan lahap," komentar (Y/n) saat ia mencuri pandang ke arah Hinata.

"Tentu saja! Ini makanan favoritku," sahutnya seraya menghabiskan nasi di dalam mangkuknya.

"Terima kasih atas makanannya!" Hinata berseru tak lama kemudian. Nasi di dalam mangkuknya telah tandas.

(Y/n) mengangguk.

"Oh ya. Shouyo, hari ini kau jangan pergi ke luar dulu," ujar (Y/n) seraya membawa semua peralatan bekas makan mereka.

"Eh, nande?"

(Y/n) memberikan sebuah cermin pada Hinata. Hinata menerimanya dan melihat pantulan dirinya di sana.

"Warna suraimu terlalu mencolok. Sebaiknya kau cat warna rambutmu, Shouyo," usul (Y/n).

Hinata mengangguk-angguk paham. Ya,surainya yang berwarna jingga memang terlalu mencolok. Terlebih jika ia berada di keramaian.

"Lalu, siapa yang akan mengecatnya?" Hinata berpaling dari cermin di tangannya.

"Aku."

***

"Entah mengapa, aku merasa tak yakin," ucap Hinata tiba-tiba.

Kini Hinata duduk di kursi yang sudah disediakan oleh (Y/n). Lelaki itu masih mengenakan piyama milik gadis bersurai (h/c) itu.

"Tentang apa?"

"Tentang kau yang akan mengecat rambutku," sahut Hinata lugas.

"Oi, kau tak percaya dengan skill-ku?" tuduh (Y/n). Di tangannya sudah terdapat cat rambut berwarna hitam.

Hinata hanya terkekeh.

"Omong-omong, warna jingga ini adalah warna asli rambutmu, bukan?" tebak (Y/n).

"Ya. Kau benar. Ah, rupanya kau adalah penggemar yang baik," ujar Hinata sambil memejamkan matanya.

(Y/n) mendengus, "Apakah aku tidak baik selama ini?"

"Kau sudah sangat baik padaku! Rasanya, aku seperti tinggal dengan Kaa-san saat bersamamu," ucap Hinata sambil mengenang memorinya bersama sang ibu.

(Y/n) tersenyum miring. Ia mencampurkan bahan-bahan pewarna rambut berwarna hitam ke dalam sebuah wadah. Setelah itu, ia mulai mengoleskannya ke permukaan rambut Hinata.

"Baunya seperti buah-buahan," komentar Hinata ketika rambutnya mulai dioleskan cat rambut oleh (Y/n).

"Ya, aku sengaja membeli yang beraroma buah-buahan," jelas (Y/n) singkat.

"Mengapa kau tidak mengecat rambutmu sendiri jika kau memiliki perlengkapan sebanyak ini?" tanya Hinata.

(Y/n) menatap Hinata sejenak. "Hei, aku masih sekolah. Apa kau ingin aku dikejar-kejar oleh para sensei karena rambutku yang dicat?"

Hinata terkekeh. "Kau benar. Aku lupa jika kau masih sekolah."

"Shouyo, ada yang ingin kutanyakan padamu," ujar (Y/n) serius. Ia menatap Hinata setelah selesai mengecat semua bagian rambut lelaki itu.

"Apa yang ingin kau tanyakan?" Hinata menatap (Y/n) balik.

"Mengapa kau kabur dan memilih untuk tinggal di sini selama tujuh hari?"

Hinata diam sejenak. Ini adalah pertanyaan yang jika bisa, tak ingin ia jawab. Namun, suatu saat gadis di hadapannya itu pasti akan menanyakannya. Meskipun bukan saat ini ataupun nanti.

"Aku ingin menikmati hidupku. Melupakan sejenak beban pikiran dan pekerjaanku. Juga melupakan identitasku yang dikenal oleh semua orang. Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri," jawab Hinata yang membuat (Y/n) terdiam.

Gadis itu diam selama beberapa saat. Lalu, ia bertanya lagi. "Mengapa kau memilih tinggal di rumahku? Lagi pula, aku bukan orang yang dekat denganmu. Kau bisa saja memilih tinggal di rumah orang tuamu kan?"

Suara kekehan keluar dari bibir Hinata. Ia menepuk-nepuk kepala (Y/n) dengan pelan. "Kau itu masih merupakan anak yang kritis seperti dulu ya?"

"Seperti dulu? Memangnya kapan kita bertemu?" tanya (Y/n) heran.

(Y/n) mengenal Hinata sebagai seorang penyanyi terkenal dengan jutaan penggemar. Apakah sebelumnya ia dan Hinata pernah bertemu? Jika ya, kapan itu terjadi dan mengapa ia tak ingat sama sekali?

"Bukan. Lupakan perkataanku yang tadi. Anggap saja aku tak pernah mengatakannya," tuturnya sambil menatap ke halaman belakang rumah (Y/n).

(Y/n) terdiam dengan heran dan bingung. Jujur saja, masih banyak yang ingin ia tanyakan pada Hinata. Terlalu banyak sampai ia sendiri bingung harus menanyakan yang mana terlebih dahulu.

Namun, saat ini ia hanya perlu menikmati enam hari yang tersisa bersama lelaki itu. Ya, hanya itu.

***

END ━━ # . 'Seven Days with You ✧ Hinata ShoyoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang