2

2.6K 377 54
                                    

Suara gemersik air, terdengar samar-samar dari sungai tak jauh dari sini. Penghuni tenda masih belum terjaga, begitu pula dua manusia yang berbaring di atas matras tidur di depan bara sisa perapian.

Kening mereka bersentuhan, tubuhnya terbalut selimut yang sama dan berbaring berhadapan, hembusan napas teratur menyapu wajah satu sama lain dengan lembut.

Hingga sapuan angin yang cukup kencang membangunkan keduanya secara bersamaan. Untuk sepersekian detik saat kelopak mata keduanya membuka, mereka hanya terdiam. Menatap satu sama lain dari jarak yang amat dekat.

Indah, itulah yang Naruto pikirkan pertama kali. Melihat wajah cantik seorang perempuan saat membuka mata adalah hal baru untuknya. Sedangkan Hinata masih tak bisa mencerna posisi mereka saat ini.

SRAK

Begitu Hinata tersadar sepenuhnya, kelopak matanya terbelalak dan ia bangkit duduk dengan terburu-buru. "O-ohayou." Ujarnya dengan kaku. Selimut yang dikenakan mereka tersingkap begitu saja.

Naruto tertawa menanggapi reaksi menggemaskan itu. "Ohayou." Ia ikut bangkit duduk dan meregangkan ototnya.

Gadis bermata amethyst itu mengalihkan pandangannya, pipinya pasti sudah merah padam karena teringat bagaimana dirinya dan Naruto tidur semalam, bahkan sekelibat ingatan soal pria itu memeluk pinggangnya sempat terlintas. Apa itu mimpi?

"Hinata." Naruto mengusap kelopak matanya dengan punggung tangan.

"Em?" Hinata hanya bergumam tanpa menoleh.

"Shampoo apa yang kau gunakan?" Tanpa basa-basi Naruto melontarkan pertanyaan yang semalaman bercokol dalam kepalanya.

Hinata terperangah mendengarnya. Saat kinerja jantungnya menggila karena terbangun dalam posisi amat dekat dengan seorang pria dan pria tersebut justru menanggapinya dengan santai dan bertanya merk shampoo apa yang ia gunakan?

...

Naruto sibuk memotong batang pohon kering menjadi kayu bakar. Keringat mengucur deras dari keningnya. Ia menoleh ke arah tanah lapang dekat dengan tenda pengungsian. Hinata dan beberapa lansia tengah memasak sup dalam panci besar bersama-sama.

Ia membawa kayu-kayu yang telah terbilah itu kepada mereka dan membantu Hinata memasukan beberapa bilah kayu ke dalam tungku masaknya.

"Apa sudah cukup?" Tanya Naruto seraya menoleh ke arah gadis yang memegang centong sup besi di tangannya.

"Em, sudah cukup Naruto-kun." Hinata mengaduk isi pancinya dan menuangkan sedikit kuah sup daging itu ke dalam mangkuk melamin yang dipegangnya.

Naruto bangkit berdiri dan mengusap keringat di pelipisnya.

"Naruto-kun, coba ini." Hinata meniup sesendok sup yang ia ambil di mangkuk melamin dan menyodorkannya pada pria itu.

Naruto menerima suapan itu dan mengangkat alis tinggi-tinggi, kuah sup itu memiliki rasa yang amat enak! Seperti sup daging yang dijual di pasar, bahkan lebih enak dari itu.

"Bagaimana?" Tanya Hinata dengan raut cemas. Ini adalah pertama kali ia memasak sup daging dalam porsi sebanyak ini. Mungkin saja bumbunya kurang sesuai takaran.

"Ini enak, kau pandai memasak Hinata!" Puji Naruto, ia mengambil mangkuk melamin di tangan Hinata dan mulai makan dengan lahap.

"Benarkah?" Tanya Hinata dengan senang, apa masakannya berhasil?

"Kau seperti seorang koki." Ujar Naruto dengan mulut penuh daging.

Hinata tersenyum puas sekaligus lega karena ternyata masakannya enak. Ia percaya jika Naruto yang mengatakannya.

UntoldWhere stories live. Discover now