3

2.5K 372 32
                                    

Hinata menggelar matrasnya di dalam tenda. Akhirnya ia memutuskan untuk tidur di dalam. Ia tak bisa melihat Naruto malam ini atau ia hanya akan merasa kalut.

Naruto duduk bersandar di pohon sambil menatap perapian. Sekarang dirinya dan Hinata menjadi amat canggung satu sama lain. Apa ada yang salah dari yang ia katakan?

'Kau bodoh, Naruto.' mungkin Hinata merasa tersinggung saat ia tanyakan soal kekasih. Dirinya sendiri tak mengerti kenapa begitu penasaran sekaligus kesal saat melihat Hinata dengan pria lain, padahal itu bukan urusannya sama sekali. Seperti Shikamaru dengan Temari yang diam-diam berkencan, siapa tahu saja Hinata memiliki kekasih juga. Hey, tapi pria tadi nampaknya tidak cocok dengan Hinata!

Ia menatap ke arah tenda pengungsian, Hinata sepertinya tidur di dalam malam ini dan tak menemaninya di luar seperti kemarin. Hatinya terasa gundah dan tak tenang, mengetahui bahwa Hinata sedang marah padanya.

"Naruto-san." Pekikan beberapa orang gadis membuyarkan lamunan Naruto. Ia menoleh dan mendapati tiga orang gadis berjalan ke arahnya.

Ya, lagi-lagi mereka membawa beberapa kotak hadiah yang sesungguhnya tak pernah ia minta dan sungkan ia terima. Tapi tentu akan lebih tidak sopan jika menolaknya.

"Kudengar kau ditugaskan oleh Hokage ke enam untuk berjaga di area pengungsian. Tak kusangka akhirnya bisa bertemu denganmu di sini." Para gadis itu mulai mengerubunginya dan mengajaknya bicara. Meski sedang berada dalam suasana hati yang sedikit buruk ia terus menanggapi sebagai sebuah sebuah ramah tamah.

Hinata terbaring gelisah di dalam tenda. Apa Naruto akan baik-baik saja berjaga di luar sendirian? Sepertinya angin berhembus dengan kencang malam ini, pria itu mungkin tak memiliki selimut. Semalam dia minta berbagai selimut karena kedinginan. Haruskah ia berikan selimut ini?

Tak butuh waktu lama bagi Hinata untuk berpikir, meski hatinya sedang gelisah ia tetap peduli pada pria itu. Ia melipat selimut yang dikenakannya dan membawanya keluar. Namun yang ia dapati saat melangkah keluar tenda adalah pria itu duduk bersama tiga orang gadis, menikmati teh panas dari dalam termos. Lagi-lagi, dirinya merasa bodoh. Naruto sekarang bukan lagi seorang anak kesepian yang dulu ia amati diam-diam. Sekarang dia adalah pahlawan desa yang dielukan namanya. Sepertinya ini sudah saatnya ia berhenti merasa khawatir pada pria itu.

Tanpa sadar ia meremat selimut dalam dekapannya dan setetes air mata menuruni pipi pualamnya. Ia turut senang jika pria itu telah memiliki banyak orang yang menyayanginya sekarang. Mungkin harapannya terlalu tinggi untuk bisa bersama hingga membuat diri sendiri merasa kecewa. Gadis itu mengurungkan niat dan kembali ke dalam tenda dengan selimut itu dalam dekapannya.

...

Sepi mendominasi malam yang beranjak larut, para gadis tadi telah pergi sejak satu jam yang lalu. Kini Naruto kembali larut dalan pikirannya, ia berbaring di atas matras sambil menatap langit malam ini. Pikiran-pikiran gila tengah bersemayam dalam kepalanya saat ini. Ia ingin Hinata menemaninya di luar seperti kemarin malam dan ketiadaan gadis itu disampingnya sekarang membuatnya kecewa.

Perlahan kantuk melunturkan isi kepalanya yang berkecamuk. Ia memejamkan mata dan terlarut dalam buaian alam mimpi yang lebih menggoda daripada kenyataan.

Untuk kali pertama dalam hidupnya ia merasa begitu takut orang lain marah padanya. Apalagi dia seorang gadis, gadis lembut seperti Hinata yang ia kira tak akan pernah bisa marah seumur hidupnya.

...

Naruto memandang gadis manis yang tengah termenung di pinggir sungai sambil duduk di atas rerumputan. Hinata sepertinya masih marah padanya soal kemarin. Pagi tadi dia tak mengatakan apapun meski berpapasan di depan tenda. Ia kemudian melangkah mendekat sambil membawa sebuah pancingan bersama sekaleng umpan. Ia memang berencana memancing hari ini dan mendapati Hinata di sana. Mungkin ini momen yang tepat untuk bicara.

"Ingin menemaniku memancing?" Tawar Naruto seraya menyiapkan alat pancing beserta memasang umpannya. Ia duduk di samping Hinata dan melempar kailnya ke dalam sungai.

Hinata menoleh sekilas dan tak mengatakan apapun. Ia merasa begitu canggung sekarang. Reaksi seperti apa yang harus ia berikan? Rasanya ia tak berhak marah atas apapun yang pria itu lakukan.

"Maaf soal kemarin, aku mengatakan hal bodoh yang membuatmu marah." Naruto berujar lebih dulu. Ia tak ingin berlarut-larut dan berakhir dengan kecanggungan hingga misi ini selesai.

Hinata menggeleng cepat "maaf, aku yang konyol karena mendadak diam. Aku hanya tak tahu kenapa aku seperti ini." Sesungguhnya ia tahu kenapa dirinya merasa kecewa kemarin, namun tak punya cukup nyali untuk mengatakannya pada Naruto.

"Kurasa, aku hanya terlalu ingin tahu soal pria yang bicara denganmu kemarin." Jujur Naruto, namun ia tak mengatakan bahwa dirinya tidak menyukai kenyataan bahwa Hinata dekat dengan pria lain.

"Dia teman kecilku dulu." Jika itu yang Naruto ingin ketahui, ia menjawabnya.

Jawaban yang Hinata lontarkan masih tak membuat Naruto puas. Pria itu masih merasa resah dan tak terima. Kenapa harus teman kecil? Seberapa dekat? Pertanyaan-pertanyaan itu masih menghantui Naruto tapi ia tak mengatakannya pada Hinata, atau gadis itu akan marah lagi. "Ah, begitu."

Hinata menggigit bibirnya sambil menatap lurus ke depan. Ia ingin menanykan sesuatu pada Naruto. "semalam aku mendengar kau bicara dengan seseorang di dekat perapian, siapa itu?" Meski ia melihatnya, ia sesungguhnya hanya ingin dengar tanggapan pria itu tentang para gadis yang datang padanya.

"Para gadis yang tinggal tak jauh dari sini, mereka memberiku teh dan kami bicara sebentar." Jelas Naruto, ia pikir Hinata tidur cepat semalam. Ternyata dia tahu kalau ada orang datang.

"Ah begitu." Jawaban Naruto tak juga membuatnya puas. Ia tak mendapatkan jawaban yang ia inginkan soal tanggapan pria itu mengenai para gadis yang datang namun ia tak berani bertanya lebih lanjut.

Lagi-lagi keheningan mendominasi kebersamaan mereka. Sebuah situasi langka bagi Naruto, karena biasanya ia tak akan berhenti mengomentari apa yang dilihatnya namun saat dekat dengan Hinata, kenapa ia menjadi seperti ini?

"Hinata?"

"Ya?"

"Kau belum menjawab pertanyaanku kemarin."

"Pertanyaan apa?"

"Apa merk shampoo yang kau gunakan?"

Naruto menoleh ke arah Hinata begitupula sebaliknya dan keduanya hanya tertawa setelah itu, entah kenapa pertanyaan itu terdengar lucu. Kenapa Naruto amat penasaran soal shampoo yang ia gunakan? Gadis itu hanya belum menyadari bahwa di malam mereka tidur bersisian, pria itu menghirupi aroma surainya sepanjang malam.

...

NEXT

UntoldWhere stories live. Discover now