Sudah berlalu sepuluh tahun sejak Fushiguro Megumi membiasakan hidup seorang diri. Ibu sudah tiada saat melahirkannya, sementara sang ayah meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat ketika Megumi masih sepuluh tahun. Ia bisa memasak, berbelanja, dan membersihkan rumah sendiri. Sekarang, ketika usia Megumi sudah legal, ia bisa bekerja sendiri.
Selepas membuka pintu apartemen, tidak ada suara yang menyambutnya. Hanya pemandangan seperti kapal pecah karena kamarnya baru saja digeledah. Pasti ulah klan Zenin selama ia disekap. Lelaki itu berjalan ke arah altar peringatan. Foto ayah dan ibunya tergeletak di lantai dengan kaca bingkai yang pecah. Vas berisi bunga juga pecah, berserakan di bawah. Dua tangkai krisan yang ia beli tempo hari juga sudah layu.
Ia meninggalkan tempat ini selama tiga hari. Dua saat disekap dan satu saat pingsan di kamar Ryomen Sukuna. Sekarang ia harus mengerahkan tenaga ekstra untuk membereskan apartemen.
Pertama-tama Megumi mengambil sarung tangan karet di lemari untuk memungut pecahan-pecahan, lalu mengumpulkan semuanya dalam kantung sampah besar. Butuh sepanjang siang untuk membuat apartemennya tampak layak huni.
Lelaki itu melempar semua pakaian yang teronggok di lantai ke bak cuci. Ia melirik baju Ryomen Sukuna yang masih melekat di tubuh. Megumi benci sweater merah muda itu, lalu ikut menaruhnya di bak cuci juga.
"Mengapa Fujinuma harus meminta tolong pada Ryomen Sukuna?" gumamnya pelan sembari berbaring di atas sofa.
Pertemuan pertama mereka sama sekali tidak meninggalkan kesan baik. Ryomen mengacaukan acara klien dan Megumi tidak memperoleh bayaran sepeser pun karena itu. Tapi dengan santainya pria merah muda malah bertanya, "Bagaimana kalau kau menghabiskan waktu denganku semalam di hotel? Aku akan membayarmu dua kali lipat."
Tidak ada jawaban yang keluar dari bibir Megumi kala itu selain, "Tidak."
"Tiga kali lipat?"
Sebenarnya apa yang ada di dalam pikiran Ryomen Sukuna? Fushiguro Megumi tidak tahu. Ia lebih memilih pergi dan memberi peringatan tegas.
"Jangan mendekat kurang dari dua meter."
Anehnya, Ryomen menurut saja. Saat mereka bertemu kedua kalinya dan pria itu menawarkan bantuan balas dendam pada klan Zenin yang selalu mengincarnya, Megumi menolak--dalam jarak dua meter.
Kemarin klan licik itu sengaja membuatnya tidak makan apapun selama dua hari masa penyekapan. Sungguh siksa yang merepotkan. Sekarang Megumi masih merasa amat pusing. Ia juga tidak diizinkan tidur di ruangan itu. Walaupun sudah menghabiskan waktu seharian untuk hilang kesadaran di kamar Sukuna, rasanya masih belum cukup.
Pemuda Fushiguro itu masih berusaha terlelap ketika suara bel pintu terdengar. Ini sudah sore tapi ia tidak ingat memiliki janji apapun dengan Fujinuma. Mereka berpisah setelah makan di kedai tonkatsu.
"Siapa?" gumam Megumi sembari beranjak lalu mengintip dari kaca kecil pintu. Ada tiga pria besar di depan apartemen. Salah satunya membawa sebuah ponsel familiar di dalam plastik transparan.
Itu miliknya--yang disita selama penyekapan. Tapi Megumi juga tidak menginginkannya kembali. Bisa saja mereka menanamkan alat pelacak atau sesuatu berbahaya lainnya.
Bel pintu dibunyikan lagi, berulang kali. Sepertinya ketiga orang itu--yang mungkin saja kiriman dari klan Zenin--tidak memiliki cukup kesabaran. Tapi Megumi butuh meneliti lagi, mengira-ngira apa motif mereka kemari di balik alibi mengembalikan ponsel.
Beberapa detik kemudian Megumi menarik napas dalam-dalam. Ia harus siap dengan kemungkinan terburuk. Sebelum membuka pintu Megumi meraih sapu di sudut ruangan, berjaga-jaga bila ada serangan mendadak.
KAMU SEDANG MEMBACA
dearly | sukufushi
FanfictionDari semua opsi yang berada di depan mata, Fushiguro Megumi berharap ada pilihan lain. Ia berharap seseorang yang dapat membantunya mengatasi perseteruan pelik keluarga ini bukanlah orang seberbahaya Ryomen Sukuna. [ sukufushi, bxb, romance, crime...