1: Red Rose, Pink Freesia, and White Lisianthus

153 18 8
                                    

Gadis itu merogoh saku celananya dengan terburu-buru, kemudian mengeluarkan sebuah kunci yang lalu digunakan untuk membuka toko kecil itu. Setelahnya, ia masuk dan membuka lampu untuk menyiapkan hal-hal yang ia butuhkan untuk memulai pekerjaannya sebagai owner sekaligus florist di toko bunga dengan papan nama Blue Azalea itu.

Siapakah gadis itu? Ya jelas gue lah, Moon Byulyi, siapa lagi?!

Sebenernya, ini masih jam enam lebih empat puluh lima menit, sih. Toko gue, Blue Azalea, buka dari jam tujuh pagi sampai jam tujuh malam. Iya, gue sendiri pekerja di sini, gak dibantu orang lain. Makanya barusan gue buru-buru banget karena takut telat buka toko. Begonya, gue buru-buru ketika gue sendiri udah tinggal di sini, alias gue panik buka kunci dari mini house ke toko bunga gue.

Gue nyalain lampu, lalu berjalan ke rak-rak tempat gue memajang bunga-bunga yang gue jual. Gue menghirup udara di dalam toko – tentu saja wangi bunga. Gue senyum tipis dan langsung memutuskan untuk mengganti air yang warnanya udah keruh itu.

Setelah ganti air, gue kembali masuk ke ruang tengah yang hanya dibatasi dengan sebuah pintu – alias pintu yang tadi gue buka dengan buru-buru. Ruang depan, alias ruangan yang paling luas gue jadiin toko bunga. Sementara itu, ruang tengah gue jadiin mini house dengan kamar tidur, kamar mandi, dua kamar tamu, dapur, dan meja makan. Ada lemari dan beberapa meja kayu supaya gue bisa taruh barang bawaan dan buket pesanan pelanggan. Bagian samping toko gue jadikan garasi, sementara bagian belakang yang sama luasnya dengan toko dan lantai dua full gue ubah jadi garden. Ya iya, lo pada pikir aja sendiri, masa florist gak punya lahan buat tanam bunga?!

Gue ambil buku catatan yang gue taruh di salah satu meja deket pintu, lalu mulai membukanya untuk melihat jadwal gue hari ini. Gue takut ada pesanan pelanggan yang kelupaan, makanya gue selalu tulis di sini.

"Senin tanggal 19... Aman, gak ada pesanan," gumam gue, terus buka halaman selanjutnya. "Selasa tanggal 20 juga gak ada... Oh, Kamis baru ada. Oke! Aman!"

Gue membawa buku catatan gue ke toko, terus balik lagi ke dalem karena kelupaan bawa minum. Setelah gue udah balik ke toko, lagi-lagi gue lupa bawa watering can. Balik lagi ke dalem. Udah di toko, gue LUPA LAGI KALO BELUM SARAPAN. HALAH.

Gue buru-buru ke dapur dan buka-buka kulkas, cari apapun yang bisa dimakan. Gue sangat bersyukur karena kemarin gue beli bento di kafe Jejepangan dekat sini, jadinya gue gak perlu masak. Takut juga sih nanti dapur gue malah hancur kalo gue yang masak.

Karena takut ada pelanggan datang dan juga males gue hangatkan itu bento, jadi gue balik ke toko sambil bawa makanan dingin beserta sendok. Gak langsung dimakan, soalnya gue lebih milih buat balik papan close jadi open di pintu, terus naik tangga buat lihat-lihat bunga yang ada di lantai dua toko.

Ketika gue masih asik nyiramin bunga, bunyi lonceng tanda pintu toko dibuka berbunyi, bikin gue agak kaget. Ah elah! Gue masih asik siram-siram ini! Pelanggan, lo balik nanti aja bisa gak sih?

Eh, jangan deng. Gak dapet duit dong gue, hehe.

"Permisi?" Oalah, cowok ternyata. Gue buru-buru turun.

"Selamat datang di Blue Azalea," sapa gue dengan tenang. "Ada yang bisa saya bantu?"

Cowok berambut hitam di hadapan gue ini kayaknya mau buka mulut, tapi kok... Gak buka-buka? Ragu, bingung, apa gimana?

Oke, Moon Byulyi comes to the rescue.

"Masnya mau beli bunga buat siapa?" Nah. Ini dia pertanyaan pertama. Gue harus tahu cowok ini mau beli bunga buat siapa – buat ibunya, sahabatnya, pacarnya, atau siapa? Kan gak mungkin gue tawarin dia mawar merah, eh ternyata dia mau kasih ke bapaknya. Salah paham yang ada.

blue azaleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang