Ekstra Part 2

4K 356 64
                                    

"Lalu apa yang Dokter sarankan? Yang terbaik untuk kami, Dok?"

Kevin tidak tahan untuk memotong penjelasan dr. Farid. Menyampaikan risiko paling berat pada keluarga pasien sekalipun bagi Kevin adalah hal yang mudah, hanya perlu dasar yang kuat dan pengetahuannya sudah cukup untuk itu. Namun, mendengar risiko terberat untuk istrinya sendiri bagi Kevin itu sama beratnya dengan mengetahui bahwa opsi terbaik secara medis untuk Mita adalah histerektomi atau pengangkatan rahim.

Kevin tidak sanggup membayangkan bagaimana terpuruknya Mita atau wanita manapun yang harus merelakan rahim mereka diambil begitu saja. Dengan alasan kesehatan dan keselamatan sekalipun.

"Kalian menikah belum ada satu tahun bukan?"

Kevin mengangguk.

"Anda berencana punya keturunan bukan?"

Kali ini anggukan Kevin sedikit digelayuti keraguan. Ia bukan sosok penganut childfree, tapi kalau bisa memilih, tentu saja ia lebih ingin hidup bersama istri dan anaknya daripada harus menduda dengan seorang anak. Nyawa Mita terlalu berharga, tidak akan Kevin ijinkan makhluk apapun mengambil Mita dari sisinya, semampunya, dengan segala risikonya, walau ditukar dengan makhluk mungil dan lucu berlabel bayi sekalipun. Tidak, Kevin tidak bisa membayangkan kalau Mita-nya menghilang dari dunia.

"Saran saya coba untuk program alami terlebih dahulu, mengingat usia pernikahan kalian masih seumur jagung. Nanti kalau memang belum juga berhasil, setelah tahun pertama saya akan bantu free konsultasi dengan IVF. Setelah anak pertama lahir, baru saya akan kasih opsi ulang. Saya yakin Nyonya Paramita akan lebih legawa memilih histerektomi setelah anak pertama lahir."

Program kehamilan alami untuk pasangan normal mungkin memang mudah, tapi bagi Kevin dan Mita, itu tidak semudah kedengarannya. Untuk mendapatkan keturunan maka pembuahan harus dilakukan saat masa subur. Sedangkan Mita harus tetap mengkonsumsi pil KB khusus untuk menjaga agar perdarahan bulanannya tidak terlalu parah.

Bagaimana Mita bisa hamil kalau ia masih mengkonsumsi pil KB? Padahal berhenti terapi hormon taruhannya adalah perdarahan hebat untuk Mita. Bagaimana Kevin bisa membiarkan istrinya tersiksa seperti itu? Bagaimana Kevin bisa memilih untuk memiliki anak jika risiko untuk Mita sebesar itu?

"Gimana, Dok Kev? Anda sudah tahu risk and benefit-nya bukan?"

Kevin mengerjap, tidak siap mengambil keputusan, dan ia rasa ia tidak akan pernah siap jika taruhannya sesadis itu. Dokter Farid melirik jarum jam di pergelangan tangannya, gestur yang begitu saja menular pada Kevin. Waktu dr. Farid sudah hampir habis dan Kevin baru sadar kalau Mita belum juga menyusul ke tempatnya berada. Bagaimana kalau terjadi apa-apa pada istrinya? Anemia parah bisa membuat wanita paling kuat sekalipun pingsan sewaktu-waktu.

Kevin mengangguk, "Iya, Dok. Saya akan coba bicara dengan istri saya dulu. Terima kasih banyak untuk advice-nya."

"Good. Sudah cukup, ya. Saya sudah ditunggu tim di IBS. Nanti hasil keputusan kalian silakan konsul kembali."

Dokter Farid beranjak dari kursi tanpa perlu repot-repot menunggu jawaban Kevin. Ada nyawa yang harus dipertaruhkan di IBS, Kevin tahu dan sering berada di posisi seperti itu. Tersentak seperti disengat lebah, Kevin buru-buru mengucapkan terima kasih sekali lagi dan menjabat tangan dr. Farid sebelum sosok berperawakan sedang itu keluar ruang konsulen. Lalu Kevin pun bergegas menuju toilet terdekat dan berharap menemukan Mita baik-baik saja di sana.

Ada dua toilet yang tertutup dan Kevin tidak yakin di ruang sebelah mana Mita berada. Meski begitu Kevin juga tidak punya waktu untuk menunggu lebih lama. Berbekal spekulasi dan insting kuat tentang Mita, Kevin mengetuk, bukan, menggedor pintu kamar mandi di sisi kanan tubuhnya, dengan alasan aroma red jasmine Mita samar bisa ia hidu dari sana.

The Resident (Cabaca)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang