'Yang di perlukan dari sebuah proses adalah di hargainya sebuah proses tersebut.'
♡♡♡
"Kayanya dia kabur, soalnya saya cek di rumah nya kosong. Makanya saya dateng jauh-jauh kesini, sesuai sama perjanjian. Saya minta uang itu ada hari ini, soalnya saya juga perlu uang itu."
Syakilla menghembuskan napasnya. Bingung harus mencari uang dimana.
"Tapi kita juga tidak ada uang sebanyak itu. Mas bisa jual cincin saya, biar sisanya saya cari."
"Ibu!" Teriak Syakilla ketika melihat ibunya yang hendak menjual cincin.
Itu cincin pernikahan, sesulit apapun keadaan mereka ibu nya pasti tidak akan menjualnya. Bahkan Dodi juga sudah berpesan jika mahar untuk meminang sang istri tidak boleh sampai hilang apalagi di jual.
"Nggak bu, Kiki nggak ijinin ibu jual itu. Biar Kiki pikirin gimana dapet uangnya."
"Tapi-"
"Nggak! Pokonya jangan sampe ibu jual itu. Kiki nggak ikhlas." Bantah Syakilla membuat Ria diam.
"Terus saya gimana ini? Saya juga perlu buat biaya anak saya, tolong."
Syakilla memejamkan matanya. Apalagi melihat dua orang yang tidak tau apa-apa itu tengah menatapnya dengan memohon. Ingin memaki tidak bisa dilakukan Syakilla. Harusnya tidak diberi pinjaman uang, pamannya itu sangat jahat pada uang. Matanya hijau jika berurusan dengan uang.
Rasa lelah sehabis bekerja seharian, emosi yang memuncak ketika mendapati orang datang untuk menagih uang yang tidak pernah ia tau. Dan orang yang meminjam uang itu tidak tau dimana.
"Biar saya yang bayar uang itu."
Suara berat dan tegas di samping tubuh Syakilla membuat semua orang menoleh padanya. Mata Syakilla membulat mendapati sosok laki-laki yang tidak ia kira akan ada di rumahnya, kini ada di sampingnya.
"Ba ... pak."
Adikara menatap Syakilla dengan senyum kecil lalu kembali menatap orang-orang yang menatapnya dengan penasaran.
"Berapa saya harus bayar?"
"Sepuluh juta mas."
"Saya transfer sekarang." Ujar Adikara mengeluarkan handphone miliknya lalu meminta dua orang itu untuk memberitau nomor rekening.
Setelah proses pembayaran hutang itu tanpa bisa Syakilla larang, Adikara diminta untuk memasuki rumah Syakilla. Mata Adikara kini menatap sekeliling ruang tamu yang merangkap menjadi ruang tv. Bahkan dari tempat duduknya Adikara bisa melihat dapur kecil, persis seperti apa yang di informasikan padanya. Matanya kini menatap sebuah pintu yang kini tertutup, lalu beralih pada sosok gadis yang tengah duduk di sisi yang berjarak sedikit jauh dari Adikara.
"Silahkan di minum pak, maaf seadanya." Suara Ria memecahkan keheningan yang terjadi. Adikara menatap sebuah cangkir kecil yang berisi air teh dengan sedikit asap yang masih mengepul di atasnya.
Adikara mengangguk, di ambil nya cangkir tersebut dan menyesap minum itu perlahan. Disimpannya cangkir tersebut, lalu berdeham pelan dan menatap Ria yang kini duduk di hadapannya.
"Saya mau terimakasih sama bapak, sudah bersedia bantu saya. Sekali lagi terimakasih, pak."
Adikara mengangguk dengan mata yang melirik pada pintu tertutup tersebut. Ingin berbicara namun enggan, ingin membalas namun merasa canggung jika harus berhadapan dengan wanita yang ada di hadapannya ini. Adikara tidak terbiasa berbicara basa-basi atau sekedar beramah tamah terhadap orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
She's mine
RomanceWarning! Banyak mengandung unsur dewasa, harap bijak dalam memilih bacaan! Ketika seorang bawahan di klaim kepemilikannya oleh atasannya sendiri. Ketika seorang yang lemah tidak dapat membela diri ketika di tindas. Ketika seseorang yang memiliki der...